Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
FREDDY Budiman hanya mengucap satu kata ketika tim jaksa eksekutor menjemput dia dari ruang isolasi Lembaga Pemasyarakatan Batu, Nusakambangan, Kamis dua pekan lalu. "Assalamualaikum," kata Freddy mendahului rombongan yang tiba pada pukul 23.00 itu. Jaksa eksekutor, sipir, rohaniwan, dan anggota Brigade Mobil Kepolisian RI kompak menjawab salam itu.
Memakai gamis dan kopiah putih, Freddy malam itu tak menunjukkan tanda-tanda panik. Penasaran oleh "sikap tenang" sang terpidana mati, seorang jaksa meraba dada dia. "Ternyata jantungnya berdegup kencang juga," kata jaksa dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang mendampingi Freddy pada hari-hari terakhir, Selasa pekan lalu.
Tim jaksa eksekutor lantas meminta Freddy meneken berita acara kesediaan dieksekusi. Dikawal tim Brimob, jaksa lalu membawa pria 39 tahun itu ke Lapangan Tembak Panaluan, Nusakambangan. Di sana, regu penembak sudah bersiap.
Tepat pukul 00.45, timah panas menembus jantung Freddy. Beberapa detik menjelang eksekusi, lelaki itu berkali-kali membaca takbir. Jumat dinihari itu, ada empat terpidana mati yang dieksekusi. Freddy mendapat giliran pertama. "Eksekusi berjalan lancar," kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Reda Mantovani.
Freddy masuk sel isolasi pada Senin dua pekan lalu. Sebelum diisolasi, Freddy banyak bercerita seputar pengalaman dia kepada jaksa pendamping. Freddy, misalnya, mengaku masuk bui pertama kali pada 1993 karena kasus penganiayaan. Empat tahun kemudian, ia kembali masuk penjara karena kasus narkotik. Freddy juga menceritakan perjalanan bisnis haramnya sampai dia menjadi bandar besar.
Obrolan semakin cair ketika jaksa bertanya tentang kabar sejumlah model cantik yang pernah "tidur" dengan Freddy di penjara. "Kok, mereka tak diajak ke sini, Pak?" ujar Freddy seraya tertawa. Ketika diterungku di LP Cipinang, Jakarta Timur, pada 2013, Freddy ketahuan kerap menjadikan ruang kerja pegawai penjara sebagai "bilik asmara".
Diberi kesempatan mengajukan permintaan terakhir, Freddy memohon waktu menelepon keluarga dan orang dekatnya. Ia, misalnya, berlama-lama menelepon adiknya, Johny Suhendra alias Latif, yang kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Salemba, Jakarta Pusat. Pada awal 2016, hakim memvonis Johny penjara seumur hidup karena terbukti mengedarkan sabu-sabu. Johny juga menjadi tangan kanan Freddy mencari gudang penyimpanan narkotik.
Menurut Freddy, Johny tidak bersalah. Sang adik hanya menjalankan perintah dia. Karena itu, Freddy meminta jaksa menjaga adiknya. "Dia minta adiknya tak dihukum mati. Cukup dia saja," ujar si jaksa.
Freddy juga menelepon Henny Christoffel, perempuan 35 tahun yang dia nikahi pada April 2015 di LP Nusakambangan. Henny kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Palu. Pengadilan Negeri Palu menghukum dia 20 tahun penjara karena terbukti menerima paket narkotik dari Freddy. Seorang jaksa yang meminjami Freddy telepon mengaku tak tahu apa yang dibicarakan kedua terpidana itu. "Suara Freddy bisik-bisik," kata jaksa itu.
Jaksa juga sempat mempertemukan Freddy dengan keluarganya. Selasa siang dua pekan lalu, rombongan keluarga tiba di Dermaga Wijaya Pura, Cilacap. Mereka adalah Rahmawati, kakak Freddy, Rizki (anak), ibu Freddy, kakak ipar, dan seorang keponakan. Jaksa lalu membawa kelima orang itu ke LP Batu melalui Dermaga Sodong, Nusakambangan.
Ketika keluarga sampai di LP Batu, mereka melihat Freddy sedang membaca Al-Quran di ruang isolasi. Menurut pengacara Freddy, Niko Kresna, menjelang akhir hidupnya Freddy memang lebih rajin salat, mengaji, dan berpuasa. "Di penjara, ia belajar agama juga," ujar Niko, yang mengaku tak tahu siapa guru mengaji Freddy.
Di lorong dekat sel isolasi, jaksa menggelar karpet agar Freddy bisa ngobrol dengan keluarganya. Tangis pun pecah seketika. Ibu, saudara, anak, dan keponakan menumpahkan kesedihan mereka. Tapi Freddy—anak kedua dari tiga bersaudara—tampak tenang saja. "Pak Jaksa, biarkan mereka menangis dulu," kata Freddy sembari tersenyum kepada jaksa pendamping.
Menjelang perpisahan, jaksa melihat Freddy memberikan berlembar-lembar catatan kepada Rahma. Namun, ketika dihubungi pada Kamis malam pekan lalu, Rahma tak bersedia memberi tahu isi catatan tersebut. Di ujung pembicaraan, Rahma malah bertanya, "Kok, tahu nama dan nomor teleponku?"
Kepada jaksa, Freddy juga meminta agar jenazahnya dimandikan anaknya. Permintaan itu tak dipenuhi. Soalnya, jenazah langsung dimandikan di ring satu eksekusi, dekat lokasi penembakan. Sedangkan keluarga hanya diizinkan menunggu di Dermaga Sodong, Cilacap, yang masuk ring tiga tempat eksekusi.
Sesuai dengan permintaan terakhir Freddy, keluarga mengubur dia di Taman Pemakaman Umum Kalianak, Mbah Ratu, Kecamatan Demak, Surabaya. Pesarean itu berjarak satu kilometer dari rumah orang tua Freddy. Semasa kecil, Freddy rupanya sering bermain di tempat itu. LINDA TRIANITA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo