Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Peti Mati untuk Koruptor

28 Desember 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lahir di Watampone, Sulawesi Selatan, 15 Mei 1942, Jusuf Kalla lebih dikenal sebagai pengusaha ketimbang politikus. Dia malang-melintang dengan dua induk bisnisnya: Grup Bukaka dan Grup Hadji Kalla. Usahanya bergerak dari perdagangan hasil bumi hingga bahan bangunan. Di luar urusan dagang, alumni Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin, Makassar, ini aktif memimpin sejumlah organisasi. Matang di dunia perniagaan, Jusuf beranjak ke bidang politik dan eksekutif. Tahun 1999, pada masa Presiden Abdurrahman Wahid, ia naik ke kursi Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Tapi Presiden Wahid pula yang melepaskan Jusuf dari jabatan itu pada 24 April 2000. Pengganti Wahid, Presiden Megawati, lantas mengangkatnya sebagai Menteri Koordinator Bidang Sosial dan Kesejahteraan. Posisi itu yang membuatnya bergulat dengan aneka soal, dari mendamaikan pertikaian rasial di Ambon dan Poso hingga negosiasi damai dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Jusuf Kalla kemudian tampil sebagai salah satu calon presiden dari Partai Golkar yang lolos prakonvensi pada Oktober lalu. Sebuah tim sukses kini memandunya untuk terbang ke pucuk pimpinan Republik. Karena beralamat di Jalan Lembang 9, Jakarta Pusat, tim sukses itu diberi nama "Tim Sembilan". Dimotori sejumlah pengusaha dan tokoh profesional lain, tim ini telah menyebar di seluruh Indonesia. Kalla mencarter sebuah pesawat khusus untuk terbang ke berbagai daerah di Indonesia. Dia mencairkan dana Rp 10 miliar untuk kampanye itu. Dana itu berasal dari keluarga?termasuk sumbangan adik-adiknya yang juga menjadi pengusaha. Di kawasan timur Indonesia, Jusuf Kalla memetik jumlah pendukung yang kuat. Dia mengklaim bahwa sokongan terhadap dirinya di Jawa juga cukup berarti: "Saya kira 50 kabupaten di Jawa memberikan dukungan untuk saya," katanya. Lantas, apa visi Kalla jika terpilih menjadi presiden? Dia mengaku visinya tidak muluk-muluk. "Kampanye," tuturnya, "bukan sekadar mengumbar janji, tapi harus dimulai dari tingkah laku dan contoh yang keras dari si calon pemimpin." Bagi dia, semua tingkah laku dan upaya kerasnya selama ini sudah cukup menjelaskan semua visi politiknya. Dalam hal penegakan hukum, Jusuf berjanji akan meniru langkah sejumlah negara tetangga. Umpamanya Singapura, yang sukses dalam penegakan hukum karena ada contoh yang baik dari para pengusaha. Hong Kong mampu karena perangkat penegakan hukumnya sudah tersedia. Dan Cina berhasil karena pemerintah menyediakan peti mati bagi para pelanggar hukum berat seperti koruptor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus