Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUASANA di perumahan di Depok itu berbalik 180 derajat dalam waktu 24 jam. Dua hari lalu, permukiman tersebut hiruk-pikuk dan menjadi pusat perhatian Indonesia setelah dua warganya dinyatakan positif mengidap virus corona atau Covid-19. Kemarin petang hingga tadi malam, hanya ada sepi di sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak ada satu pun pintu terbuka saat Tempo tiba di lokasi, menjelang hari gelap. Rumah ibu, 64 tahun, dan anak perempuan, 31 tahun, yang terjangkit infeksi karena corona gelap gulita. Anggota keluarga lain untuk sementara direlokasi, setelah sempat diperiksa dan dinyatakan negatif corona. Tetangga juga kompak membisu, termasuk ketua lingkungan yang sebelumnya bolak-balik memberi keterangan kepada wartawan. Mereka beralasan tidak nyaman akan pemberitaan media.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perubahan lain adalah tidak ada lagi garis polisi yang membentang di muka rumah keluarga pasien corona itu. Petugas keamanan kompleks mengatakan police line dicabut pada Senin malam lalu, setelah petugas Dinas Kesehatan Depok menyemprotkan disinfektan di sekujur griya itu.
Garis polisi tersebut memang sempat mengundang protes warga. "Bikin heboh," kata seorang pria 42 tahun yang tinggal tak jauh dari rumah korban, kemarin. "Virus juga enggak bisa bedain mana garis polisi, mana bukan."
Kementerian Kesehatan pun menilai police line tersebut berlebihan dan tidak sesuai dengan prosedur penanganan korban penyakit menular. Pengganti pita kuning tersebut adalah tali rafia putih. Tali tersebut terbentang sekitar 4 meter, menghubungkan ayunan dan pohon. Jaraknya sekitar 20 meter dari rumah korban.
Ajun Komisaris Ibrahim Sadjab, Kepala Kepolisian Sektor Sukmajaya, Depok, enggan berkomentar soal police line maupun tali rafia tersebut. Menurut dia, yang terpenting, rumah itu masih akan diawasi dan diberi jarak aman. "Supaya tidak ada yang menyalahgunakan karena kondisi masih kosong," kata dia.
Dua hari lalu, Teguh Prawiro, ketua lingkungan setempat, sempat menyesalkan pemberitaan media yang dia nilai kelewat detail menggambarkan lokasi tempat tinggal korban. Akibatnya, warga perumahan itu kesusahan. Dia mencontohkan ada beberapa warganya yang langsung dipulangkan oleh atasan mereka begitu mengetahui mereka sekompleks dengan korban. "Jangan-jangan nanti kita naik kendaraan umum, mereka tidak mau mengantar ke sini," kata Teguh.
Kabar baik datang kemarin. Achmad Yurianto, juru bicara pemerintah Indonesia untuk penanganan Covid-19, menyatakan, meski masih perlu dirawat di ruang isolasi, kondisi dua pasien corona tersebut membaik.
Yurianto mengaku melihat langsung anak dan ibu tersebut, kemarin. Pasien 01, perempuan 31 tahun, sedang memainkan telepon selulernya. "Tidak panas, batuk sesekali, dan tidak butuh selang oksigen," ujar dia. Sedangkan Pasien 02, perempuan 64 tahun, Yurianto dapati sedang duduk sambil membaca majalah. "Enggak pakai selang oksigen, enggak diinfus, suhu tubuhnya 37,5 derajat Celsius. Masih batuk sedikit, tapi enggak nyesek." AHMAD FAIZ | ADE RIDWAN | INGE KLARA | INGE KLARA SAFITRI
Pintu Tertutup di Perumahan Korban
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo