DEKRIT Presiden Abdurrahman Wahid yang dikeluarkan 23 Juli lalu bagai senjata makan tuan. Butir pembekuan DPR membuat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sekarang berada di simpang jalan. Kalau konsisten menyokong maklumat itu, mereka tentu tidak kembali ke DPR. Apalagi, saat itu, mereka telah menyatakan membekukan fraksinya di MPR/DPR, Senayan, Jakarta.
Melihat sikap PKB yang belum jelas, Ketua MPR Amien Rais, Rabu pekan lalu, mengeluarkan pernyataan. Jika ingin kembali ke DPR, kata Amien, PKB harus lebih dulu mencabut dukungannya terhadap dekrit dan mengakui hasil-hasil Sidang Istimewa MPR bulan lalu.
Ucapan Amien Rais ini ditanggapi sengit oleh Effendi Choirie, anggota Fraksi PKB di DPR. Ia menegaskan, kembali atau tidak ke parlemen merupakan urusan internal PKB. Dan menurut Penjabat Sementara Ketua Umum PKB, Alwi Shihab, syarat yang diajukan Amien Rais merupakan ungkapan pribadi, tidak me-wakili lembaga MPR.
PKB kini terbelah dalam dua kubu. Ada kelompok garis keras, yang menginginkan partainya tetap berada di luar parleman. Namun, tak sedikit pula yang tergabung dalam kelompok moderat, yang ingin PKB balik ke parlemen tapi berperan sebagai oposisi. Perbedaan pendapat ini akan dibicarakan dalam musyarawah kerja PKB yang rencananya digelar di Jakarta pada 13-14 Agustus ini.
Yang jelas, di mata Rodjil Guffron, seorang pengurus PKB, kalaupun partai hendak kembali ke parlemen, juga tidak ada kendala. Soalnya, menurut orang Pasuruan ini, dekrit presiden telah dikalahkan oleh realitas politik yang terjadi. Apalagi, kata Rodjil kepada TEMPO, "Secara hukum, MA telah menolak dekrit itu."
Leanika Tanjung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini