Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KALAU mengikuti aturan partai, dia tak bisa jadi anggota DPR," kata Yusuf Supendi, Jumat pekan lalu. Pendiri Partai Keadilan Sejahtera—dulu bernama Partai Keadilan—itu berkisah soal Tamsil Linrung, Wakil Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, yang disebut-sebut terlibat dalam kasus suap dana infrastruktur transmigrasi.
Yusuf, mantan anggota Dewan yang telah dipecat dari PKS, mengatakan calon legislator dari partainya seharusnya anggota dewasa. Sebelum mencapai tahap itu, masih ada status simpatisan, pendukung, dan anggota madya. Sedangkan Tamsil pada akhir 2003 baru mundur dari Partai Amanat Nasional. Ajaibnya, setahun kemudian, Tamsil menduduki satu kursi PKS di Senayan.
Sumber Tempo menyebutkan Tamsil bisa diterima di PKS karena kepiawaiannya sebagai bendahara partai. Di PAN, ia disebut-sebut mundur karena tidak transparan mengelola dana. Tamsil ditengarai menggunakan uang partai untuk kegiatan sebuah organisasi dakwah. Belakangan, "Dia juga menggunakan uang organisasi itu dengan alasan untuk membiayai partai," kata sumber Tempo.
Di Dewan, Tamsil menjadi anggota Badan Anggaran—sebelumnya Panitia Anggaran—selama dua periode. Di badan inilah ia disebut sebagai Koordinator Panitia Kerja Transfer Daerah yang lihai memainkan anggaran infrastruktur daerah. Ia tak hanya mengambil komisi dari daerah pemilihannya di Sulawesi Tenggara, "Tapi juga dari berbagai daerah," ujar sumber lain. Seorang anggota Dewan menyebutkan Tamsil juga berperan dalam pengadaan proyek alat kesehatan. Modusnya menawarkan anggaran kesehatan dengan syarat alat itu harus diambil dari seorang pengusaha yang diajukan Tamsil.
Nama Tamsil terdapat dalam salinan daftar dokumen yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi dari kantor Grup Permai milik Muhammad Nazaruddin, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, yang menjadi tersangka kasus suap wisma atlet. Dokumen itu dibundel dengan catatan bukti pengeluaran Rp 1 miliar untuk Tamsil berkaitan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2011.
Terakhir, Tamsil disebut-sebut terlibat dalam kasus anggaran infrastruktur transmigrasi. Tamsil mengaku sering memperjuangkan anggaran daerah, tapi menyangkal menerima komisi untuk pekerjaannya itu. "Saya tidak pernah berhubungan dengan hal seperti itu. Buktikan saja," ujarnya.
Ia juga menyangkal menjadi kasir PKS. Menurut Tamsil, partai dakwah itu meminangnya setelah ia mundur dari PAN. Ihwal mundur dari partai Matahari Biru, dia membantah karena menyelewengkan dana partai. "Tidak benar isu itu," katanya.
Pramono, Tito Sianipar
Pundi Para Kasir Partai
Mirwan Amir
Jabatan: Wakil Ketua Badan Anggaran DPR
Posisi di partai: Wakil Bendahara Umum Partai Demokrat
Profil:
Kekayaan:
Peran:
Mendapat bagian komisi pencairan anggaran DPPID.
Muhammad Nazaruddin menuding dia menerima Rp 9 miliar untuk dibagikan kepada pimpinan Badan Anggaran DPR.
Melchias Markus Mekeng
Jabatan: Ketua Badan Anggaran DPR
Posisi di partai: Wakil Bendahara Umum Partai Golkar
Profil:
Kekayaan:
Peran:
Dituding ikut kebagian fee dari anggaran dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah (DPPID).
Tamsil Linrung
Jabatan: Wakil Ketua Badan Anggaran DPR
Posisi di partai: Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
Profil:
Kekayaan:
Peran:
Mendapat fee 10 persen karena meloloskan anggaran DPPID senilai Rp 500 miliar.
Menerima Rp 1,1 miliar dari Nazaruddin (catatan Yulianis, anggota staf keuangan Grup Permai).
Olly Dondokambey
Jabatan: Wakil Ketua Badan Anggaran DPR
Posisi di partai: Bendahara Umum PDI Perjuangan
Profil:
Kekayaan:
Peran:
Ikut menikmati fee pencairan anggaran DPPID.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo