BERARGUMENTASI dengan Pasal 28 Konstitusi tentang kebebasan berkumpul dan berpendapat akan sia-sia tanpa izin polisi. Itulah yang dialami para tua renta mantan tahanan politik peristiwa 1965, saat mereka mencoba berkumpul di Sarangan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, pekan lalu. Dengan alasan tak ada izin, polisi membubarkan ratusan warga gaek dari seluruh Indonesia itu.
"Kongres I Lembaga Penelitian Korban Peristiwa 1965" ini sedianya akan berlangsung pada 11-13 Januari lalu. Menurut Sutopo Partodimulyo, ketua panitia, kongres ini lebih sebagai acara temu kangen. "Sekalian mencari format dan metodologi penelitian terkait dengan peristiwa itu," tuturnya. Mereka tampaknya ingin meluruskan kejadian berdarah yang traumatis tersebut.
Maka, ketika sepasukan polisi bersenjata lengkap datang membubarkan acara, kontan para orang tua itu?yang belasan tahun tertindas fisik dan psikis?gemeletukan. Mereka bisa menerima alasan administrasi, kata Sutopo, "Tetapi mengapa kami diperlakukan layaknya penjahat?" Ia juga telah menemui bupati, kepala polres, para lurah dan camat di Magetan, serta Kepolisian Wilayah Madiun.
Polwil Madiun berdalih, pembubaran itu karena surat pemberitahuan tak lengkap. Panitia memang sudah mengirim surat pemberitahuan ke Markas Besar Polri. Tapi, tanpa ada rekomendasi dari Polres Magetan, Polwil Madiun, dan Polda Jawa timur, Markas Besar Polri tak akan menerbitkan surat tanda terima pemberitahuan, semacam surat izin polisi. "Pembubaran itu murni administrasi," kata Ajun Komisaris Polisi Thodi, yang memimpin pembubaran.
Darmawan Sepriyossa, Rian Suryalibrata, Kelik M. Nugroho, dan Tempo News Room
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini