Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis lingkungan hidup menuntut pemerintah tak hanya melakukan intervensi kepada masyarakat, tapi mengatasi sumber utama polusi udara di Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebenarnya pengendalian pencemaran udara di DKI, kan, harus melihat pada sumbernya, di mana sumber yang kami lihat ada sumber bergerak dan tidak bergerak," kata Public Engagement & Actions Manager Greenpeace Indonesia, Khalisa Khalid, saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu, 16 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Khalisa menjelaskan sumber bergerak polusi udara berasal dari alat tansportasi. Sementara sumber tidak bergerak salah satunya dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan industri.
Untuk sumber polusi udara bergerak, ia mengklaim masyarakat sudah mengikuti berbagai arahan pemerintah seperti beralih dari kendaraan peribadi ke transportasi publik. “Selama ini setidaknya dari beberapa hari belakangan, intervensinya (pemerintah) sebagian besar berada di kami, warga, yang itu sebenarnya sudah kami lakukan," ujarnya
Intervensi dan arahan agar warga beralih ke transportasi publik berulang-ulang disampaikan oleh Presiden RI, Gubernur DKI Jakarta, Dinas Lingkungan Hidup, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Siapa yang sebenarnya tidak menggunakan public transport? Yang tidak menggunakan itu pejabat publik, kami semua menggunakan publik transport," kata dia.
Khalisah menilai semua langkah yang pemerintah keluarkan belakangan ini tidak mampu menyentuh sumber utama polusi udara.
Greenpeace Indonesia dan sejumlah organisasi lain yang tergabung dalam koalisi IBUKOTA hari ini menggelar aksi damai di depan Balai Kota DKI Jakarta. Mereka ingin pemerintah menangani masalah polusi udara Jakarta secara sistematis setelah ada putusan pengadilan yang menyatakan pemerintah melakukan perbuatan melawan hukum dalam penanganan polusi udara.
Perbuatan melawan hukum dimaksud yaitu Presiden Jokowi dan para menterinya lalai dengan tidak menjalankan kewajiban dalam pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang mengakibatkan kualitas udara di DKI Jakarta menjadi buruk.
Hal ini menimbulkan kerugian bagi para penggugat dan masyarakat DKI Jakarta, di antaranya timbul berbagai penyakit yang berhubungan dengan buruknya kualitas udara.
"Konon katanya sudah ada tapi kami melihatnya itu langkah-langkah yang sebenarnya sporadik dan tidak sistematis dan bahkan sebenarnya seperti yang disebutkan tadi bahwa negara lebih memilih mengulur-ulur waktu, memilih banding," katanya.
Pilihan Editor: Pemprov DKI Berlakukan WFH 50 Persen 28 Agustus-7 September