Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Siapa Sebenarnya Panji Gumilang?

Sebelum mendirikan Pondok Pesantren Al-Zaytun, Panji Gumilang aktif dalam gerakan mahasiswa Islam. Memiliki banyak nama samaran.

9 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang, di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, 23 Juni 2023/Tempo/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Panji Gumilang pernah menjadi guru madrasah aliyah di Banten.

  • Aktif di organisasi kemahasiswaan Islam.

  • Pernah dipenjara dalam kasus pemalsuan surat tanah.

SEKRETARIS Umum Majelis Ulama Indonesia Jawa Barat Rafani Akhyar mengenal Panji Gumilang sejak duduk di bangku Madrasah Aliyah Mathla'ul Anwar di Menes, Pandeglang, Banten, pada 1970. Rafani adalah murid Panji Gumilang, pemimpin Pondok Pesantren Al-Zaytun di Indramayu, Jawa Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rafani pernah mengagumi Panji Gumilang lantaran menguasai bahasa Arab dan Inggris dengan fasih. Saat mengajar, penjelasan Panji mudah dicerna. “Dia juga mengenalkan terobosan dan inovasi ketika mengajar,” ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Panji Gumilang lahir di Desa Dukun, Sembunganyar, Gresik, Jawa Timur, 76 tahun silam. Ayahnya memberikannya nama Abdul Salam. Abdul kecil menamatkan Sekolah Rakyat pada 1958 dan melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Gontor pada 1961. Kelar mengenyam ilmu di Gontor, dia meneruskan studi di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia aktif di berbagai kegiatan kampus, salah satunya Himpunan Mahasiswa Islam.

Saat menjadi guru, Panji menerapkan metode belajar yang unik. Ia sering mengajak siswa ke luar ruangan. Sambil berteduh di bawah pohon, Panji Gumilang menjelaskan ayat Al-Quran. Kala itu ia masih menggunakan nama Abdul Salam. "Kami disuruh memandang ke langit, kemudian dia kemukakan ayat Al-Quran yang berkaitan dengan alam semesta," Rafani mengenang.

Rafani kembali bersua dengan Abdul Salam dalam aksi demonstrasi menolak pemberlakuan Undang-Undang Pernikahan di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat pada pertengahan 1970-an. Saat berdemonstrasi, mantan gurunya itu terlihat mencengkeram bendera Gerakan Pemuda Islam Indonesia. “Dia memiliki retorika yang baik. Ketua MPR waktu itu, Adam Malik, keteteran berdebat dengan dia,” katanya.

Rafani mengaku tak lagi berinteraksi dengan Panji Gumilang setelah aksi demonstrasi itu. Ketika menempuh studi doktoral di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, ia kembali mendengar nama Panji. Pada 1978, Pelaksana Khusus Daerah Bandung dikabarkan memenjarakan Panji karena dianggap terlibat dalam organisasi Pemuda Islam Indonesia (PII). Di masa Orde Baru, PII dicap sebagai organisasi terlarang lantaran menolak Pancasila sebagai dasar negara.

Panji menghirup udara bebas setelah delapan bulan dalam bui. Ia sempat menghilang ke Malaysia dan kembali ke Indonesia dengan mimpi baru mendirikan pesantren. “Awalnya dia mau mendirikan pesantren di Cilacap, bukan di Indramayu," ucap Rafani.

Panji mendirikan Pondok Pesantren Al-Zaytun, pesantren yang diklaim berstandar internasional, di Desa Mekarjaya, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, pada 1996. Di pesantren itu ia mengubah namanya menjadi Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang.

Saat mengelola Pesantren Al-Zaytun, Panji pernah terseret skandal pemalsuan dokumen Yayasan Pesantren Indonesia yang menaungi Al-Zaytun. Ia dihukum bui selama sepuluh bulan.

Belakangan, Al-Zaytun disebut sebagai lokasi kaderisasi Negara Islam Indonesia. Di kalangan NII, Panji terkenal sebagai pemimpin Komandemen Wilayah IX yang membawahkan Jakarta, Bekasi, Tangerang, Jawa Barat, dan Banten. Ia juga punya nama samaran Syamsul Alam alias Abu Toto.

Panji selalu membantah dugaan keterlibatannya dengan NII. Ia bahkan menganggap NII sudah mati. Pernyataan ini kembali disampaikannya selepas diperiksa atas kasus penistaan agama di Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI pada Senin, 3 Juli lalu. “Sudah tidak ada,” tuturnya.

Bekas Menteri NII dan tangan kanan Panji, Imam Supriyanto, mengatakan pendirian lembaga pendidikan formal merupakan salah satu strategi yang ditempuh NII di masa kepemimpinan Abdul Karim Asad. Pesantren diyakini sebagai instrumen yang paling efektif untuk tujuan kaderisasi. “Tulang punggung gerakan adalah dukungan pendanaan simpatisan NII lewat kaderisasi,” katanya.

Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Abdullah Mahmud Hendropriyono, menguatkan informasi itu. Keterangan itu pertama kali ia peroleh dari Abdul Fatah Wirananggapati, salah seorang mantan Panglima Darul Islam/Tentara Islam Indonesia yang dibentuk Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo yang hendak mendirikan Negara Islam Indonesia.

Hendropriyono mendapat informasi bahwa Panji Gumilang juga merangkap Panglima Teritorial NII. Tugasnya antara lain merekrut kader baru. Namun Panji selalu menyangkal tudingan menjadi bagian dari NII. BIN akhirnya menggandengnya untuk menghambat pergerakan NII. “Yang penting saat itu dia tidak menjadi bagian NII lagi,” ujar Hendropriyono pada Kamis, 6 Juli lalu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Panglima dengan Banyak Nama"

Ihsan Reliubun

Ihsan Reliubun

Menjadi wartawan Tempo sejak 2022. Meliput isu seni dan budaya hingga kriminalitas. Lulusan jurnalistik di Institut Agama Islam Negeri Ambon. Alumni pers mahasiswa "Lintas"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus