Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Misi Penting Nakhoda Tempur

Yudo Margono kerap memimpin operasi yang menyita perhatian publik. Sempat terganjal tragedi Nanggala-402.

27 November 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TENGGELAMNYA Kapal Perang Republik Indonesia Nanggala-402 di perairan utara Pulau Bali pada 21 April 2021 membuat Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono menghabiskan waktu di dua pos komando. Kedua pos tersebut adalah Pangkalan TNI Angkatan Udara I Gusti Ngurah Rai di Bali dan Pangkalan TNI AL di Banyuwangi, Jawa Timur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hari-hari itu personel Angkatan Laut berfokus mencari keberadaan kapal selam yang telah berusia 44 tahun tersebut. Di dalamnya terdapat 53 personel Korps Baju Putih—sebutan untuk Angkatan Laut. Kepada anak buahnya yang mencari KRI Nanggala-402, Yudo kerap menegaskan sikapnya. “Saya yang bertanggung jawab,” ujar Yudo seperti diceritakan Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama Julius Widjono, Jumat, 25 November lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah kapal selam buatan Jerman itu ditemukan terbelah tiga di kedalaman 838 meter, Yudo menemui sejumlah keluarga awak “monster laut”—julukan Nanggala-402—dan memberikan santunan. Anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hasanuddin, juga beberapa kali berkomunikasi dengan Yudo setelah Nanggala tenggelam. “Dia memberikan informasi terbaru,” kata purnawirawan mayor jenderal ini.

Operasi penyelamatan Nanggala berakhir pada 2 Juni 2021. Kapal itu tak bisa diangkat ke darat. Yudo Margono saat upacara tabur bunga bersama keluarga awak Nanggala menyebut peristiwa itu sebagai catatan kelam TNI Angkatan Laut.

Tragedi Nanggala-402 juga disebut-sebut menipiskan kans Yudo menjadi Panglima TNI, November tahun lalu. Presiden Joko Widodo akhirnya menunjuk Kepala Staf Angkatan Darat saat itu, Jenderal Andika Perkasa, menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto. Padahal Yudo sempat digadang-gadang menjadi Panglima pertama dari Angkatan Laut di pemerintahan Jokowi.

Kepala Staf TNI Angkatan Laut periode 2014-2018, Laksamana (Purnawirawan) Ade Supandi, ikut membela Yudo dalam tragedi Nanggala. Ia menilai tenggelamnya Nanggala merupakan force majeure karena terjadi di dalam laut. Ade juga menganggap Yudo, mantan anak buahnya, mampu menangani peristiwa itu secara terbuka dan transparan kepada publik.

Ia pun menyatakan alumnus Akademi Angkatan Laut tahun 1988 itu tak melepas tanggung jawabnya sebagai pucuk pemimpin Korps Jalasena. “Padahal peristiwa itu bisa menimpa siapa pun yang bertugas,” ujar Ade saat dihubungi Tempo, Jumat, 25 November lalu.

Ketika Ade menjabat Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur, Yudo menjadi Komandan Satuan Kapal Eskorta yang berada di bawahnya. Ade berpangkat laksamana muda, sedangkan Yudo masih kolonel laut. Ade menilai Yudo selalu menyelesaikan tugas secara cepat dan berani mengambil risiko dalam berbagai operasi di bawah kendali Armada Timur.

Karier Yudo di Angkatan Laut tergolong moncer. Saat Ade menjabat Kepala Staf, Yudo menyandang satu bintang di pundaknya dengan menjadi Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut I Belawan. Dua tahun kemudian, jumlah bintangnya bertambah. Berpangkat laksamana muda, Yudo menjabat Panglima Komando Lintas Laut Militer.

Ia sempat menjadi Perwira Pembantu Operasi dan Latihan Staf Operasi Markas Besar Angkatan Laut sebelum ditugasi sebagai Panglima Armada Barat—kini berubah nama menjadi Armada I—pada 2018. Saat itulah Yudo terlibat dalam berbagai misi penting dan menyita perhatian publik.

Yudo memimpin misi pencarian pesawat Lion Air JT 160 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, pada akhir Oktober 2018. Sebanyak 189 orang tewas di pesawat yang bertolak dari Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, menuju Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, itu. Yudo memberikan hadiah kepada personel marinir yang menemukan kotak hitam pesawat itu.

Saat menjabat Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto membentuk jabatan baru, yaitu Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I, II, dan III. Pengampunya adalah jenderal bintang tiga. Kepala Staf TNI Angkatan Laut periode 2018-2020, Laksamana (Purnawirawan) Siwi Sukma Adji, bercerita, ia mengusulkan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I dijabat personel Angkatan Laut.

Menurut Siwi, personel Angkatan Laut layak mengemban posisi itu karena akan menangani keamanan maritim di Laut Natuna, Laut Cina Selatan, dan Selat Malaka. Yudo Margono pun ditunjuk sebagai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I. “Beliau pernah menjabat Panglima Armada Barat, jadi sangat paham persoalan pertahanan di wilayah itu,” ujar Siwi, Jumat, 25 November lalu.

Menjabat laksamana madya, Yudo terlibat dalam berbagai penanganan pandemi Covid-19. Ia mengurus karantina bagi warga Indonesia yang pulang dari Wuhan, Cina, tempat asal virus corona. Mereka ditempatkan di Natuna, Kepulauan Riau. Yudo juga mendirikan rumah sakit darurat di Pulau Galang. Selain itu, ia mendirikan Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat. Pada Mei 2020, Yudo ditunjuk oleh Presiden Jokowi sebagai Kepala Staf Angkatan Laut.

Di mata seniornya, Yudo dianggap sukses memimpin Angkatan Laut. Kepala Staf TNI AL periode 2002-2005, Laksamana (Purnawirawan) Bernard Kent Sondakh, mengatakan leadership Yudo telah teruji karena kerap menakhodai kapal tempur dan memimpin pangkalan Angkatan Laut. “Kami para senior melihat Yudo sebagai rising star,” kata Kent pada Kamis, 24 November lalu.

Yudo pun dinilai penuh perhatian terhadap para seniornya. Ia kerap mengundang para pendahulunya untuk mendiskusikan berbagai hal mengenai Angkatan Laut. Hampir saban tahun Kent Sondakh menerima kunjungan Yudo di rumahnya saat perayaan Natal.

Kent bertemu dengan Yudo pada saat peresmian Gereja Katolik Santo Yosafat di Surabaya, 24 Oktober lalu. Dalam persamuhan itu, Yudo menceritakan keinginannya membangun organisasi Angkatan Laut, terutama di bidang kesehatan. Menurut Kent, Yudo berniat merekrut tenaga kesehatan melalui jalur bintara.

Mendukung gagasan tersebut, Kent menyarankan Yudo merekrut kembali dokter Angkatan Laut yang telah pensiun. Mereka bisa ditugasi sebagai tenaga fungsional di rumah sakit Angkatan Laut. “Daripada mereka ke rumah swasta, apalagi pandemi Covid masih belum selesai,” ujar Kent.

Di luar urusan militer, Yudo sangat menyukai wayang. Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies, Khairul Fahmi, bercerita, Yudo menggelar tontonan wayang kulit di rumahnya di Desa Baron, Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Sabtu, 22 Oktober lalu. “Acara itu kumpul-kumpul sekaligus perayaan ulang tahun pernikahan beliau,” katanya.

Yudo Margono menikahi Veronica Yulis Prihayati pada 21 Oktober 1991. Veronica berpangkat ajun komisaris besar polisi dan bertugas di Badan Pemeliharaan Keamanan Kepolisian RI. Di hadapan tetamunya, Yudo menceritakan ia kerap menonton wayang kulit sejak kecil. Calon Panglima TNI itu selalu duduk paling depan, berselimut sarung, dan memakan camilan siter.

HUSSEIN ABRI DONGORAN

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Hussein Abri Dongoran

Hussein Abri Dongoran

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, lulusan Universitas Pasundan, Bandung, ini banyak meliput isu politik dan keamanan. Reportasenya ke kamp pengungsian dan tahanan ISIS di Irak dan Suriah pada 2019 dimuat sebagai laporan utama majalah Tempo bertajuk Para Pengejar Mimpi ISIS.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus