Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Pemisahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menimbulkan kegamangan dalam 100 hari kabinet Prabowo Subianto.
Struktur organisasi Kementerian Lingkungan Hidup belum sepenuhnya terbentuk membuat izin perdagangan karbon macet.
Militerisasi pengelolaan hutan melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025.
ANGIN segar dibukanya keran perdagangan karbon berembus ketika Jepang menyatakan komitmen membangun kerja sama dengan pemerintah dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa Ke-29 (COP29) di Baku, Azerbaijan, pada November 2024. Sejak saat itu, para pengusaha di sektor kredit karbon berbondong-bondong mengurus perizinan. “Komitmen Jepang itu sebuah petunjuk bagi kami agar tak ragu berinvestasi kredit karbon,” kata seorang pengusaha kepada Tempo pada Rabu, 29 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Persoalannya, perikatan bisnis yang dibangun Indonesia dan Jepang ternyata tidak berbanding lurus dengan kesiapan kementerian. Lebih-lebih ketika Presiden Prabowo Subianto mengawali pemerintahannya dengan memisahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan. Buntutnya adalah segala perizinan karbon yang sedang diurus para pengusaha jalan di tempat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengusaha yang tak ingin disebutkan namanya itu sebetulnya sudah berupaya mencari jalan keluar. Dia mengirim surat ke Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Pengusaha konsultan pengembangan proyek karbon itu bahkan menemui sejumlah pejabat tinggi pada saat acara persiapan peluncuran Bursa Karbon Indonesia atau IDXCarbon di Pullman Hotel, Jakarta, Kamis, 16 Januari 2025.
“Niat kami adalah menanyakan kenapa proses perizinan kami macet di kementerian,” ucapnya sembari menunjukkan progres dokumen rencana aksi mitigasi yang masih tersendat pada tahap validasi. Ketertundaan ini terjadi akibat Kementerian Lingkungan Hidup tak kunjung memverifikasi beberapa permohonan izin yang dia ajukan. Sialnya, sejumlah pejabat yang ditemui justru berpangku tangan dengan menyebutkan bahwa struktur organisasi kementerian belum sepenuhnya terbentuk—meski sudah lebih dari 100 hari kabinet Prabowo bekerja.
Urusan perdagangan karbon menjadi tanggung jawab Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon yang kini masuk nomenklatur Kementerian Lingkungan Hidup. Jabatan tersebut diemban Ary Sudijanto yang sebelumnya menjabat Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK. “Bahkan dia mengaku kepada saya belum memiliki sekretaris sehingga surat-menyurat banyak tak jelas rimbanya.”
Permintaan konfirmasi dilayangkan kepada Ary Sudijanto, tapi dia belum merespons hingga laporan ini diterbitkan. Beberapa waktu belakangan, Ary sedang menyiapkan peluncuran IDXCarbon sektor energi dari pembangkit listrik tenaga uap pada Senin, 20 Januari 2025. “Dengan otorisasi yang telah disepakati di COP29, Indonesia memperkuat posisinya di pasar karbon global,” ujar Ary beberapa hari sebelum peluncuran.
Adapun Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyebutkan pemerintah tengah menyiapkan lima proyek strategis di sektor energi untuk menyokong perdagangan karbon internasional. Proyek-proyek tersebut diprediksi akan menghasilkan sertifikasi 1,78 juta ton setara karbon dioksida (CO2e). Namun dia tak menjelaskan ihwal rencana perdagangan karbon di sektor kehutanan.
Proyek yang dimaksud Hanif antara lain rencana perdagangan karbon Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Priok Blok 4 sebesar 595 ribu ton CO2e. Kemudian konversi pembangkit single cycle menjadi combined cycle PLTGU Grati Blok 2 sebesar 400 ribu ton CO2e, Pembangkit Listrik Tenaga Air Minihidro Gunung Wugul sebesar 5.000 ton CO2e, PLTGU PT Pembangkit Jawa-Bali Muara Karang Blok 3 sebesar 750 ribu ton CO2e, dan beberapa proyek lain.
Di luar pasar karbon sektor energi, sebetulnya perdagangan kredit karbon kehutanan menjadi sektor yang paling ditunggu pasar karena telah dihentikan pada Mei 2021. Saat itu ada kekhawatiran sertifikasi karbon yang diperjualbelikan mengalami penghitungan ganda dengan area penghitungan pemerintah dalam upaya menurunkan emisi atau target Kontribusi yang Ditentukan secara Nasional (NDC). Sejumlah izin restorasi ekosistem dicabut dan semua penjualan karbon yang diverifikasi dan divalidasi oleh Verra Carbon—lembaga sertifikasi karbon sukarela terbesar di dunia—dihentikan pemerintah.
Prabowo sebelumnya digadang-gadang membentuk badan yang mengelola mekanisme perdagangan karbon. Namun sistem yang dirancang ternyata tak bisa dieksekusi sehingga pengurusan tata kelola tersebut dialihkan ke Kementerian Lingkungan Hidup. Seorang pejabat yang berada di lingkaran Prabowo Subianto mengatakan, akibat kebuntuan membangun sistem, pemerintah akhirnya menunda pembukaan keran perdagangan kredit karbon dari sektor pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan (FOLU).
Manajer Advokasi Kebijakan Perkumpulan HuMa Indonesia Nora Hidayati melihat kebuntuan perdagangan karbon hanya satu dari setumpuk masalah akibat keruwetan pemisahan kementerian. Tiga bulan belakangan, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup masih sibuk membangun struktur. “Yang saya tahu di dalam belum clear, seperti mekanismenya bagaimana, siapa orangnya, bangunan internalnya seperti apa, belum jelas,” kata Nora pada Selasa, 21 Januari 2025.
Guru besar Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor atau IPB University, Bambang Hero Saharjo, juga melihat kesemrawutan 100 hari pertama pemerintahan Prabowo, khususnya di sektor kehutanan. Dia menduga hal itu disebabkan oleh ketiadaan detail gagasan Asta Cita yang didengungkan Prabowo. “Ujungnya, seolah-olah tiap kementerian disuruh menafsirkan sendiri,” ucapnya.
Seorang pejabat eselon III di Kementerian Kehutanan tak memungkiri kabar mengenai adanya kekosongan detail struktur atau susunan organisasi dan tata kerja kementerian, terutama pada jabatan eselon III ke bawah. Akibatnya, para pegawai masih kebingungan mengenai program-program prioritas pemerintah. “Apalagi direktorat-direktorat yang baru dibentuk otomatis lumpuh tanpa kerja di tingkat bawah,” tuturnya.
Keruwetan struktur organisasi ini turut terlihat di Direktorat Perhutanan Sosial ketika memproses permohonan hak atas hutan adat bagi masyarakat. Para pejabat dikabarkan masih menunggu perintah untuk menerapkan kebijakan corrective action ketika ada permohonan hak. Padahal sebelumnya kementerian dapat cepat mengoreksi bila permohonan beririsan dengan hutan lindung atau berkonflik dengan pemegang konsesi.
Tempo berupaya meminta penjelasan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni ihwal sengkarut tata kelola organisasi selepas pemisahan KLHK. Permintaan konfirmasi dilayangkan satu pekan belakangan melalui surat resmi kepadanya. Permohonan wawancara juga diajukan melalui nomor telepon selulernya, tapi Antoni tak kunjung memberi penjelasan.
Pada Kamis, 23 Januari 2025, Antoni memaparkan rencananya di hadapan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi kehutanan ihwal implementasi perdagangan karbon untuk pasar sukarela kehutanan. Dia menyebutkan masih menyusun mekanisme dan regulasi agar pasar karbon segera bisa dibuka. “Perdagangan karbon sukarela nanti bisa dilakukan oleh swasta, koperasi, atau masyarakat adat yang selama ini melakukan konservasi hutan. Kami berhati-hati dalam menjalankan ini,” ujarnya.
•••
MASALAH sampah sepertinya hal yang paling banyak diperhatikan dalam 100 hari kerja Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq. Sekitar sepekan setelah dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto, dia aktif menggelar inspeksi mendadak dan menutup tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah yang dianggap ilegal. Belakangan, ia merancang penutupan 306 TPA yang masih menggunakan mekanisme open dumping atau pembuangan terbuka.
“Permasalahan TPA open dumping ini bisa menjadi bom waktu jika tidak segera diselesaikan,” kata Hanif dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengelolaan Sampah 2024 pada Kamis, 12 Desember 2024. Dia menyebutnya sebagai masalah yang berlarut-larut hampir di semua daerah. Kebijakan Hanif ini merujuk pada mandat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Direktur Eksekutif Ecological Observation and Wetland Conservation Daru Setyorini justru melihat Hanif tengah menghindari persoalan utama sampah, yaitu menagih tanggung jawab produsen. Dalam Undang-Undang Pengelolaan Sampah disebutkan tanggung jawab perusahaan meliputi membatasi timbulan sampah, mendaur ulang sampah, memanfaatkan kembali sampah, menarik kembali sampah, serta menjamin pembuangan kemasan dan produk yang tidak dapat dikomposkan atau sulit dikomposkan.
Tempo menemui sejumlah sumber, dari pejabat di kementerian hingga praktisi kebijakan di lingkaran Presiden Prabowo. Mereka sepakat menilai kebijakan Hanif tersebut mengerdilkan Kementerian Lingkungan Hidup seolah-olah hanya mengurus persoalan sampah. “Makanya pemisahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjadi langkah mundur. Padahal kementerian ini memiliki tanggung jawab besar dalam tata lingkungan dan sumber daya alam, khususnya di kawasan hutan,” ucap seorang sumber yang dihubungi pada Rabu, 29 Januari 2025.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq (kiri) dan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Iman Rachman saat peluncuran perdagangan karbon internasional di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 20 Januari 2025. Antara/Muhammad Ramdan
Pejabat yang lama bertugas di KLHK itu menjelaskan, semestinya Hanif berfokus pada hal-hal besar untuk menjamin tata kelola perlindungan lingkungan hidup berkelanjutan. Misalnya memastikan para pemegang konsesi mematuhi aturan pembuatan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) berbasis kajian kelayakan. Persoalannya, hal itu muskil terjadi lantaran sebelumnya pemerintahan Presiden Joko Widodo telah mereduksi kewajiban penyusunan dokumen amdal sebatas prosedur.
Sumber lain menyebutkan Hanif berkutat pada urusan sampah karena kehilangan kewenangan pengawasan di kawasan hutan. Di satu sisi, Hanif belum paham dalam menjalankan mekanisme perdagangan karbon sektor kehutanan yang menjadi tanggung jawabnya. Sialnya, Presiden Prabowo juga tak memiliki target khusus untuk Hanif. Padahal pasar internasional sudah menunggu sikap Indonesia untuk segera membuka keran penjualan.
Hanif tak berbicara banyak ketika dimintai penjelasan ihwal kritik yang ditujukan kepadanya lantaran ia sebatas menangani masalah sampah. Dia mengirim sejumlah video dan potongan gambar penanganan sampah di Kepulauan Seribu, Jakarta, dan beberapa daerah lain hingga masalah tambang ilegal di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. “Sebisanya kami bekerja. Bismillah, semoga bisa dimengerti oleh masyarakat,” tutur Hanif pada Rabu, 29 Januari 2025.
Sengkarut kelembagaan di pemerintahan Prabowo di sektor lingkungan juga terjadi pada Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). Badan ad hoc itu disebutkan bakal dibubarkan lantaran dinilai tak memenuhi target pemulihan gambut dan mangrove nasional. “Kabar pembubaran ini sejak November 2024 terus terdengar, misalnya karena pegawai banyak yang diminta bekerja dari rumah atau telah dipindahkan ke kementerian teknis lain,” kata Advocacy and Campaign Manager Pantau Gambut Wahyu Perdana.
Wahyu mendengar kabar bahwa niat Prabowo adalah mengembalikan fungsi restorasi ke Kementerian Kehutanan atau Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sebetulnya niat tersebut memicu kecemasan karena bisa menjadi tanda rezim Prabowo tak berfokus pada isu pemulihan lingkungan hidup, khususnya gambut kritis. Hanya, isu pembubaran tak terlalu buruk, mengingat kinerja buruk BRGM yang hanya mampu merestorasi kawasan mangrove seluas 150 ribu hektare dari target 600 ribu hektare.
Seorang pejabat BRGM yang enggan disebutkan identitasnya menepis kabar pengembalian pegawai dilakukan karena isu pembubaran. Dia memaparkan, sebagian besar pegawai badan itu adalah aparatur sipil negara yang berasal dari Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Mereka mendapat penugasan dari instansi induk dengan batas waktu. “Jadi kembali dulu, lalu nanti ditugasi kembali,” ucapnya.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menjelaskan, masa tugas BRGM memang berakhir pada 31 Desember 2024 sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2020. Antoni memastikan Presiden Prabowo telah memperpanjangnya, tapi hanya sampai April 2025, dengan catatan dapat diperpanjang bila dibutuhkan. “Posisi kami melihat BRGM sangat penting. Pekerjaan kami di sektor kehutanan sangat banyak sehingga dengan adanya BRGM sebetulnya efektif dan efisien melakukan restorasi.”
Kepala BRGM Hartono Prawiraatmadja belum bisa dimintai konfirmasi ihwal isu pembubaran lembaganya. Hartono hanya terlihat membaca pesan yang dikirim Tempo tanpa membalasnya. Sebelumnya, Hartono bercerita, pada Agustus 2024, ia meminta kejelasan kepada Presiden Joko Widodo melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar untuk mengusulkan perpanjangan masa jabatan BRGM. Usulan perpanjangan disertai perluasan rehabilitasi mangrove 777,6 ribu hektare.
•••
SEORANG tangan kanan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menjelaskan kegusaran Kementerian Kehutanan atas masuknya militer di tengah organisasi Kementerian yang belum ajek. Militerisasi pengelolaan hutan terlihat karena Prabowo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. “Militerisme itu terbukti dengan adanya peraturan presiden ini,” kata seorang pejabat Kementerian yang ditemui pada Selasa, 28 Januari 2025.
Skema tentara masuk hutan ini dimaksudkan untuk menangani masalah pencaplokan kawasan hutan tanpa izin. Untuk keperluan tersebut, dibentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan yang dipimpin Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, yang merupakan karib Presiden. Kewenangan organisasi ini adalah memulihkan aset hutan melalui mekanisme pidana, perdata, atau denda administrasi.
Cara ini sebenarnya sudah dilakukan Presiden Joko Widodo dengan wajah yang berbeda. Saat itu Jokowi menunjuk Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Ketua Pengarah Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara. Tugas satgas itu adalah menangani kasus lahan sawit di kawasan hutan melalui skema Pasal 110A dan 110B Undang-Undang Cipta Kerja.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni (kiri) berbincang dengan Dirjen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan Dyah Murtiningsih di kawasan mangrove Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali, 16 Januari 2025. Antara/Fikri Yusuf
Raja Juli Antoni dicecar anggota Dewan dalam rapat dengar pendapat pada Kamis, 23 Januari 2025, menyangkut aturan pembentukan tim baru tersebut. Dia menjawab pembentukan satuan tugas merupakan upaya mengakhiri kemelut sawit dalam kawasan hutan. “Karena Pak Presiden memiliki political will terkait dengan sawit di kawasan hutan secara ilegal ini untuk diselesaikan agar tidak menjadi bom waktu di kemudian hari,” ujar Antoni.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Julius Ibrani justru melihat pembentukan satuan tugas ini bertentangan dengan upaya pengusutan dugaan korupsi dalam tata kelola sawit nasional. Dia menerangkan, semestinya pemerintah tak bermain di air keruh, mengingat penegak hukum sedang menyelidiki dugaan korupsi atas kinerja satuan tugas di masa lalu yang menangani kasus lahan sawit di kawasan hutan. ●
Yohanes Paskalis, Irsyan Hasyim, dan Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Karut-Marut Setelah Berpisah