Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=arial size=1 color=#ff9900>KPK</font><br />Menggoreng-goreng Pemimpin KPK

Fraksi-fraksi di DPR sudah mengantongi nama calon pemimpin KPK. Anggota koalisi bermain sendiri.

12 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTEMUAN tertutup itu bubar menjelang pukul 10 malam, setelah berlangsung sekitar dua setengah jam, Rabu pekan lalu. Digelar di kantor Sekretariat Gabungan partai koalisi pemerintah di Jalan Diponegoro 43, kawasan Menteng, rapat dipimpin oleh Syariefudin Hassan, Sekretaris Setgab, yang juga politikus Partai Demokrat serta Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Hadir pula Ketua Fraksi Demokrat Jafar Hafsah, Tjatur Sapto Edy (PAN), Mustafa Kamal (PKS), Hasrul Azwar (PPP), Nur Yasin (PKB), dan Ade Komaruddin, yang datang mewakili Golkar karena ketua fraksi Setya Novanto berhalangan.

Selain membahas kemungkinan kompromi atas angka ambang batas keterwakilan partai di parlemen (parliamentary threshold), topik yang menghabiskan waktu adalah tentang para calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Diskusi panjang pada malam itu masih jauh dari titik temu. Para anggota koalisi menahan diri untuk tak membicarakan nama-nama calon yang mereka jagokan untuk menggantikan Chandra M. Hamzah, Haryono Umar, M. Jasin, dan Bibit Samad Rianto, yang akan habis masa tugasnya pada 18 Desember mendatang.

Meski begitu, bukan berarti tak ada jagoan yang mulai dielus-elus para politikus. Ketua Partai Demokrat Bidang Pemberantasan Korupsi dan Mafia Hukum Didi Irawadi Syamsuddin, misalnya, menyebutkan calon partainya tak akan berbeda dari yang disodorkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Sesuai dengan ranking yang dibuat Panitia Seleksi, delapan nama yang diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat pada 19 Agustus lalu itu berurut berdasarkan peringkat evaluasi. Mereka adalah Bambang Widjojanto, Yunus Husein, Abdullah Hehamahua, Handoyo Sudradjat, Abraham Samad, Zulkarnain, Adnan Pandu Praja, dan Aryanto Sutadi. Empat nama pertama itulah yang akan menjadi prioritas Demokrat untuk diperjuangkan. "Mau kami tentu ke sana," kata Didi.

Dari empat nama teratas, "Yunus Husein harus jadi," ujar Didi. Anggota Komisi III ini tak memerinci alasan memilih Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan itu. Namun sejumlah sumber di Demokrat mengatakan, selama ini, Yunus dinilai bekerja baik sebagai anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum bersama Denny Indrayana dan Mas Achmad Santosa.

Sumber lain di Partai Golkar mengatakan Demokrat sudah melakukan beberapa pertemuan serta melobi anggota koalisi lain. Pilihan mengerucut pada empat nama yang akan diusung: Bambang Widjojanto, Abdullah Hehamahua, Aryanto Sutadi, dan Zulkarnain.

Dua nama terakhir dianggap sebagai "barang jadi". Aryanto, yang pensiunan inspektur jenderal, mewakili figur Polri dan Zulkarnain merepresentasikan Kejaksaan Agung. Wakil Ketua DPR dari Golkar, Priyo Budi Santoso, sejak awal mengatakan dua dari delapan nama yang diserahkan Presiden Yudhoyono sudah dapat dipastikan akan menjadi pemimpin KPK.

Menurut sumber Tempo, Bambang Widjojanto dijagokan dengan harapan mantan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ini akan memproses skandal Bank Century—kasus yang selama ini dianggap mandek di KPK. Demikian pula Abdullah, yang dianggap sebagai figur yang keras dan tanpa kompromi dalam posisinya sebagai penasihat di KPK.

Anggota Komisi Hukum dari Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo, mengakui Partai Beringin memang menjagokan Bambang dan Abdullah. "Kami akan berupaya salah satu dari keduanya bisa menjadi Ketua KPK," ujarnya.

Menurut dia, Golkar memilih mereka agar tak ada lagi pemimpin KPK yang bekerja berdasarkan pesanan penguasa. "Selama ini kan sangat terasa adanya tebang pilih itu," kata Bambang. "Kami kurang sreg dengan Yunus Husein karena dia alat pemerintah di Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum."

Ia juga memberi catatan terhadap Aryanto Sutadi—nama yang banyak digunjingkan publik. "Kalau penolak­an itu terlalu besar, Golkar tidak akan berani mengambil risiko. Kami akan mengabaikan soal komposisi polisi dan jaksa itu. Semua masih bisa berubah."

Yang juga berkeras agar ada wakil jaksa dan polisi dalam unsur pemimpin KPK adalah Fraksi PDI Perjuangan. Menurut Eva Kusuma Sundari, anggota Komisi Hukum dari partai ini, soal syarat komposisi itu sudah menjadi sikap resmi fraksinya. "Tujuannya agar terjadi sinergi di antara para penegak hukum dan tidak ada persaingan tak sehat di antara mereka." Tapi soal nama-nama lain ia belum mau banyak bercerita.

Nama Abraham Samad sempat disebut-sebut "digoreng" Partai Banteng. Aktivis antikorupsi asal Makassar ini dianggap memiliki hubungan dekat dengan para tokoh PDI Perjuangan. "Dia sudah sowan ke Puan Maharani," kata salah satu petinggi partai ini. "Melalui Pak Trimedya, Puan meminta fraksi mempertimbangkan Abraham."

Trimedya Panjaitan, anggota Komisi III dari PDI Perjuangan, tak membantah cerita ini. Ia juga mengakui tiap partai memang sudah mengantongi nama. "Tapi tak ada perintah langsung agar mendukung ini-itu," kata Trimedya. "Kalau alasannya soal kedekatan sebagai teman, mestinya saya mendukung Bambang Widjojanto sebagai sesama alumnus LBH."

Lobi-lobi memang masih cukup cair. Sebab, sesuai dengan ketentuan, DPR punya waktu 3-4 bulan sejak nama-nama calon diserahkan Presiden Yu­dhoyono. Prioritas Komisi Hukum DPR saat ini adalah memilih hakim Mahkamah Agung.

Karena itu, pembicaraan dalam rapat di Sekretariat Gabungan pada Rabu malam lalu itu tak beranjak dari urusan jumlah calon bos KPK yang disodorkan pemerintah. Partai Demokrat merasa perlu menyatukan pandangan di antara para anggota koalisi agar Presiden tak dibuat malu dan direpotkan dalam urusan ini.

"Keputusan Presiden untuk menerima delapan nama dari Panitia Seleksi dan mengirimkannya ke DPR itu sudah melalui berbagai pertimbangan hukum," kata Jafar Hafsah kepada Tempo, Kamis pekan lalu. Panitia Seleksi mengirimkan delapan nama setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan masa jabatan Busyro Muqoddas diteruskan sampai 2014.

Sebaliknya, fraksi-fraksi lain, termasuk anggota koalisi, di Komisi Hukum DPR menganggap paket calon itu mestinya berisi 10 nama sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Mereka menganggap putusan Mahkamah Konstitusi itu tak bisa berlaku surut sehingga tetap meminta Busyro dimasukkan dalam daftar calon yang diserahkan untuk kembali menjalani uji kelayakan di DPR.

"Preseden untuk hal ini ialah ketika kami memilih kembali Pak Jimly Asshid­diqie sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi," kata Trimedya. "Jadi nanti Busyro hanya akan ditanya apakah bersedia kembali memimpin KPK. Kenapa mesti takut?"

Bambang Soesatyo menjamin sebagian besar fraksi tetap akan mempertahankan Busyro. "Kami juga yang dulu memilih dia waktu diseleksi bersama Bambang Widjojanto," ujarnya. "Ini akan membuat proses lebih efisien karena pada 2014 kita tak harus repot lagi untuk memilih pengganti Busyro yang habis masa tugasnya."

Anggota Panitia Seleksi, Saldi Isra, berkukuh delapan nama itu sudah final. Guru besar hukum tata negara Universitas Andalas ini membantah argumen para politikus yang hendak mengembalikan delapan nama itu ke pemerintah. Ia menuding usul itu disampaikan mereka yang tak suka terhadap independensi KPK. "Tidak ada keharusan menyerahkan sepuluh calon. Kalau butuhnya hanya empat orang, ya, sudah benar delapan nama calon itu," katanya.

Y. Tomi Aryanto, Febriyan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus