Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BOGOR - Sekitar 500 bangunan bakal digusur akibat proyek kereta double track jalur Bogor-Sukabumi. Bangunan-bangunan itu terdapat di lahan PT Kereta Api Indonesia sepanjang jalur dari Stasiun Cigombong, Kabupaten Bogor, hingga Stasiun Cicurug, Kabupaten Sukabumi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Camat Cigombong, Kabupaten Bogor, Basrowi, mengatakan bahwa dalam waktu dekat instansinya melakukan sosialisasi penertiban lahan PT KAI tersebut berikut pemberian uang kerahiman kepada warga. "Besaran uang kerahiman akan dirapatkan lagi oleh tim terpadu," katanya, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bangunan yang akan digusur terletak di dua kecamatan, yakni Cigombong dan Cicurug. Lahan di Cigombong berada di kawasan Desa Cigombong dan Desa Wates Jaya. Sedangkan di Cicurug terdapat di Kelurahan Cicurug, Desa Benda, serta Desa Tenjo Ayu, Kecamatan Cicurug.
Basrowi menyatakan optimistis tim bakal cepat mengurus pembebasan lahan. Sebab, para penghuni sudah menyadari bahwa lahan tersebut milik PT KAI. Tim terpadu berisi perwakilan dari sejumlah instansi, yakni KAI, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kabupaten Bogor, serta Pemerintah Kabupaten Sukabumi.
Proyek kereta Cicurug-Cigombong bagian dari proyek jalur kereta double track Bogor–Sukabumi yang masuk Proyek Strategis Nasional dan digencarkan pengerjaannya oleh Presiden Joko Widodo. Menurut Basrowi, proyek kereta double track Cicurug-Cigombong ditargetkan kelar pada semester pertama 2019.
Tempo menyaksikan pembuatan double track sedang berlangsung di sekitar Stasiun Cigombong, kemarin. Pekerja menggarap jembatan baru tepat di samping jembatan lama. Berdasar informasi yang dihimpun, pengerjaan dimulai sejak sebelum Ramadan lalu.
Rini Kristiani, 43 tahun, warga Kecamatan Cigombong yang bakal kena gusuran, mengatakan belum tahu kapan penggusuran dilaksanakan. Dia mengetahui dari para pekerja proyek bahwa rumahnya salah satu yang akan ditertibkan.
"Warga sini setuju aja (digusur), tapi jangan dadakan," ujarnya kepada Tempo di rumahnya, kemarin. Dia mengaku menempati lahan tersebut sejak 1980-an dan tiap tahun warga membayar pajak Rp 200-300 ribu. "Saya enggak minta (uang kerahiman) lebih, yang penting punya tempat tinggal lagi." ADE RIDWAN YANDWIPUTRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo