Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Buruh Pabrik Tahu di Palmerah

Ketua Komisi Hukum Herman Hery meniti karier politik sejak bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pada 1999. Dua kali dilaporkan ke polisi.

23 Januari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Herman Hery usai diperiksa KPK sebagai saksi terkait kasus pengadaan dan pemasangan SHS Solar Home System di Kementrian ESDM. , Jakarta, (31 Agustus 2012)./ANTARA/Reno Esnir

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Semasa masih jadi pengusaha, Herman Hery mengenal PDI Perjuangan lewat Theo Syafei.

  • Ia pernah dua kali tersangkut persoalan hukum, terkait minuman keras ilegal dan penganiayaan

  • Lewat grup perusahaannya Dwi Mukti, Herman menghimpun harta kekayaan senilai Rp 418 miliar pada 2019.

MENGENAKAN kemeja bergaris biru dan celana denim, Herman Hery Adranacus keluar dari mobil Toyota Alphard berkelir hitam di lobi gedung Tempo di Jalan Palmerah Barat, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 16 Januari lalu. Sebelum menjelaskan duduk perkara korupsi bantuan sosial di Kementerian Sosial yang menyeret namanya, Herman menceritakan perjalanan hidupnya sebagai pengusaha.

Herman mengaku pernah mengalami masa-masa getir semasa muda. Hidup dalam kemiskinan, pada usia 17 tahun, sulung dari sepuluh bersaudara itu merantau dari tanah kelahirannya di Ende, Nusa Tenggara Timur, ke Jakarta. Di Ibu Kota, pertama-tama ia bekerja sebagai buruh pabrik tahu di Palmerah. “Manggul kedelai, cuci kedelai,” ujar pria 58 tahun ini.

Dua tahun berselang, ia keluar. “Karena sudah tahu Jakarta,” ujarnya. Selanjutnya ia bekerja sebagai tenaga penjualan yang menjual barang apa saja. Kepada pemilik barang, ia mengaku tak meminta gaji, melainkan komisi. “Saya angkut barang pakai mobil, tawarin dari rumah ke rumah,” katanya. “Itulah keahlian saya sebagai marketing.”

Bisnis Herman berkembang pesat setelah menggarap proyek telekomunikasi di Timor Timur—kini Timor Leste. Ia mendapatkan proyek itu karena kedekatannya dengan Theo Syafei. Kala itu Theo menjabat Panglima Komando Pelaksana Operasi Tentara Nasional Indonesia di sana. 

Ia memiliki imperium bisnis di bawah bendera Grup Dwimukti. Perusahaan yang dirintis pada 1995 itu membawahkan sejumlah lini usaha, dari hotel hingga makanan dan minuman. Menurut situs Komisi Pemberantasan Korupsi, harta kekayaannya mencapai Rp 418 miliar pada 2019. “Latar belakang saya itu 100 persen pengusaha,” ujarnya.

Perkenalan dengan Theo jugalah yang mengantarkan Herman mengenal dunia politik pada 1999. Theo, yang setelah pensiun bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, mengajak Herman masuk partai banteng. Pada 2004, Herman melenggang ke Senayan mewakili daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur II. Karier politik pria bernama asli Heri Tjiap ini menanjak setelah menjabat Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat pada 2019.

Setelah menjadi anggota DPR, nama Herman kerap dikaitkan dengan sejumlah peristiwa hukum. Ia dituduh mengintimidasi Kepala Subdirektorat II Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur Ajun Komisaris Besar Albert Neno pada 2015. Peristiwa ini terjadi setelah Polda Nusa Tenggara Timur menggelar Operasi Penyakit Masyarakat menjelang perayaan Natal dan tahun baru.

Polisi menyasar minuman keras ilegal di Kupang. Mereka menemukan puluhan botol minuman keras tak berizin di berbagai restoran dan kafe, termasuk milik Herman. Beberapa hari kemudian, orang yang diduga sebagai Herman menelepon dan menantang Albert berduel. Albert melaporkan Herman ke Polda NTT.

Kepala Polda NTT saat itu, Brigadir Jenderal Endang Sunjaya, membela Albert. Menurut dia, penyitaan dilakukan sesuai dengan aturan Kementerian Dalam Negeri yang melarang peredaran minuman keras tak berizin di luar kawasan wisata. Pada akhir tahun itu, Brigadir Jenderal Endang Sunjaya dimutasi ke Markas Besar Kepolisian RI.

Herman lolos dari jerat hukum setelah dia dan Albert sepakat berdamai. Salah satu alasannya, Albert ternyata dekat dengan orang tua Herman. Herman memang besar dan lahir di Ende. “Kasusnya sudah dihentikan karena bukan klien saya yang menelepon,” ujar Petrus Selestinus, pengacara Herman, Jumat, 22 Januari lalu.

Tiga tahun kemudian, nama Herman kembali mencuat di media massa. Ia dituduh menganiaya pengendara mobil di Jalan Arteri Pondok Indah, Jakarta Selatan. Kejadian ini bermula dari saling serempet mobil yang ditumpangi Herman dan mobil milik Ronny Kosasih Yuniarto. Ronny melaporkan penganiayaan itu kepada polisi pada 10 Juni 2018.

Herman balik melaporkan Ronny dengan tuduhan pencemaran nama. Ia mengaku tak berada di lokasi kejadian. Menurut dia, saat itu Ronny berhadapan dengan Yudi Adranacus, adiknya. Kasus ini juga berujung pada perdamaian. “Kami sama-sama mencabut laporan,” tutur Petrus.

Jauh sebelumnya, ia pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Komisi antikorupsi meminta kesaksiannya pada 2012 dalam proyek pengadaan solar home system di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang merugikan negara Rp 144,8 miliar. Kasus ini menjerat bekas Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, Jacobus Purwono.

Kini, KPK tengah mendalami dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi paket bantuan sosial. Petugas menggeledah sejumlah perusahaan yang diduga terafiliasi dengan Herman pada awal tahun ini. “Pemanggilan sebagai saksi tentu akan kami lakukan guna kepentingan penyidikan,” ujar juru bicara KPK, Ali Fikri.


RIKY FERDIANTO, THERESIA BUDIARTI UTAMI PUTRI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Riky Ferdianto

Riky Ferdianto

Alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2006. Banyak meliput isu hukum, politik, dan kriminalitas. Aktif di Aliansi Jurnalis Independen.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus