Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anda dianggap melanggar etik dengan menemani kolega mendaftar ke PTUN. Apa penjelasan Anda?
Bu Evi Novida Ginting—yang diberhentikan dari posisi Komisioner KPU—sudah mendaftarkan gugatan lewat online sekitar pukul 07.30. Saya baru bertemu pukul 11.00.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apakah tindakan itu pantas secara etik?
Dalam persidangan, ahli yang saya datangkan mengatakan bahwa kehadiran itu bentuk duty of care seorang pemimpin. Saya juga tak melakukan apa-apa atau bertemu dengan siapa pun di PTUN. Hanya menemani Bu Evi. Tapi putusan DKPP dilebarkan, saya dianggap tampil dalam berbagai kesempatan dan melakukan perlawanan. Saya tidak melakukan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DKPP menganggap Anda melampaui kewenangan karena mengeluarkan surat pengaktifan kembali Evi Novida.
Itu surat pengantar biasa, bukan surat keputusan yang mengaktifkan Bu Evi sebagai komisioner. Surat pengantar itu diparaf oleh semua komisioner, termasuk sekretaris jenderal. Tidak ada surat yang dibuat oleh saya sendiri.
Mengapa Anda mencantumkan permintaan agar Evi segera aktif menjalankan tugas?
Saat itu tahapan pilkada sedang padat. Jika terjadi kekosongan jabatan, pekerjaan itu dirangkap oleh komisioner lain. Karena itu, saya meminta dia segera aktif, bukan mengaktifkan posisinya.
•••
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Muhammad:
Kami Konsisten pada Fakta Persidangan
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Muhammad. dkpp.go.id
PUTUSAN Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan Arief Budiman sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum menuai polemik. Ketua DKPP Muhammad mengklaim putusan itu sudah melalui proses verifikasi ketat. Berikut ini petikan wawancara dengan Muhammad yang dilakukan secara tertulis pada Kamis dan Jumat, 21 dan 22 Januari lalu.
Apa alasan DKPP mempersoalkan surat Arief Budiman yang isinya cuma meneruskan surat keputusan presiden?
Surat Keputusan Presiden Nomor 83/P Tahun 2020 tentang pencabutan penghentian Komisioner KPU Evi Novida Ginting sudah tepat. Presiden tak menjalankan seluruh amar putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 82/G/2020/PTUN-JKT, terutama amar keempat dan kelima. Amar putusan keempat dan kelima adalah kewenangan DKPP.
(Amar keempat putusan PTUN mewajibkan Presiden merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan Evi yang sempat diberhentikan secara tidak hormat sebagai Komisioner KPU. Adapun amar kelima terkait dengan pembayaran biaya perkara.)
Sejumlah pihak menilai putusan DKPP bias dan berat sebelah. Apa tanggapan Anda?
Setiap laporan masyarakat yang masuk ke kami melalui proses verifikasi formil dan materiil yang ketat agar dapat dinyatakan layak disidang.
Legal standing penggugat dipertanyakan karena tak berhubungan langsung dengan tindakan Arief.
Kami tak punya pretensi dalam memutus perkara dan konsisten pada fakta persidangan. Putusan pleno soal pemberhentian kepada Pak Arief diambil dengan musyawarah suara mayoritas.
DKPP juga dianggap mengabaikan penjelasan Arief dan pakar di persidangan. Bagaimana menurut Anda?
Pak Arief dan ahli yang diajukan sudah didengar keterangannya. Seluruh keterangan pengadu, teradu, ahli, serta alat bukti yang ada juga telah dipertimbangkan dan dinilai oleh majelis.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo