Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tangerang - Ratusan nelayan dari Kampung Dadap, Kosambi, Kabupaten Tangerang dan Kamal Muara, Jakarta Utara menggelar aksi protes terhadap penangkapan dan penahanan dua nelayan Dadap oleh Polda Metro Jaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Aksi protes ini kami gelar hari ini di dua lokasi, Muara Dadap dan Polda Metro Jaya," ujar Koordinator aksi Sujak Supriyadi, Rabu, 20 November 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sujak mengatakan aksi akan dikuti oleh ratusan masyarakat nelayan Dadap dan Kamal untuk menuntut agar rekan mereka Muhammad Alwi dan Ade yang kini ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polda Metro Jaya dibebaskan. "Salah satu tuntutan kami pak Alwi dan pak Ade dibebaskan tanpa syarat," kata dia.
Sujak yang merupakan Koordinator Front Perjuangan Rakyat dan Pimpinan Serikat Buruh Indonesia mengaku mendampingi dan mengadvokasi para nelayan yang dianggap telah dikriminalisasi itu. "Ini skema kriminalisasi agar ketua, pelopor masyarakat yang aktif mengkampanyekan lingkungan dan laut menjadi tersangka," ujarnya.
Sebab, kata Sujak, sejak 2017 lalu sudah ada empat nelayan yang ditetapkan sebagai tersangka atas laporan PT Kukuh Mandiri Lestari, anak perusahaan Agung Sedayu.
Sujak menilai banyak kejanggalan dalam penahanan kedua rekan mereka itu. Menurut dia, Alwi dan Ade dituduh melakukan perusakan kapal milik PT Kukuh pada aksi 2017. "Pasal 335 KUHP dengan ancaman satu tahun, kenapa ada penahanan, kalau ancaman hukuman diatas lima tahunkan baru ada penahanan," kata dia.
Menurut Sujak, ada unsur tendensius dan kriminalisasi nelayan dalam kasus ini. "Polisi tercoreng namanya karena menangani laporan PT Kukuh ancaman satu tahun kok ditahan. Aneh sekali," ujarnya.
Penangkapan Alwi dan Ade, kata Sujak, adalah dampak dari gejolak yang terjadi di kampung nelayan Dadap dan Kosambi sejak proyek reklamasi bergulir pada 2015 lalu. Menurut dia, luapan emosi masyarakat nelayan terbakar karena saat itu kapal kapal reklamasi menghancurkan bagan-bagan nelayan yang terpasang di laut. "Para nelayan lapor ke polisi tapi tidak ada tindaklanjut," kata dia.
Hingga 2017, aksi nelayan kembali dilakukan yang berujung pada pengrusakan kapal milik PT Kukuh. "Karena pada aksi 2017 lalu perusahaan mengerahkan militer dan senjata api. Kemarahan masyarakat tersulut dan terjadi pengrusakan kapal," kata Sujak.
Alwi dan Ade, kata Sujak, memang saat itu sebagai pimpinan aksi. "Tapi saat pengrusakan terjadi Alwi dan Ade tidak ada di kapal, ini bisa dibuktikan lewat foto ataupun video," ujarnya.
Pada 13 November 2019 lalu, Alwi dan Ade memenuhi panggilan sebagai saksi di Polda Metro Jaya atas laporan PT Kukuh. "Tapi mereka langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan," kata Sujak.