Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA — Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah membubarkan fungsi Balai Pengamatan Antariksa dan Atmosfer (BPAA) di Pasuruan, Jawa Timur. Aset yang sebelumnya dikelola oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) itu dikabarkan bakal masuk dalam nomenklatur tipe Kawasan Kemitraan Eksternal (KKE) yang bisa dikerjasamakan dengan pihak swasta.
Dalam dokumen yang diperoleh Tempo, BRIN menerbitkan Nota Dinas Nomor B-4193/II.2.5/RT.06.00/12/2022 yang diteken oleh Kepala Biro Komunikasi Publik, Umum, dan Kesekretariatan, Driszal Fryantoni, pada 30 Desember 2022. Isinya berupa alih fungsi kawasan Watukosek menjadi KKE di bawah naungan Direktorat Pengelolaan Laboratorium, Fasilitas Riset, dan Kawasan Sains Teknologi atau di bawah Deputi Bidang Infrastruktur Riset dan Inovasi.
Dalam nota dinas tersebut juga terdapat imbauan agar seluruh sivitas yang bekerja di Watukosek angkat kaki dan pindah ke tipe Kawasan Kerja Bersama (KKB) terdekat. Teknis pemindahan dilakukan paling lambat 30 hari sejak surat itu diterbitkan. Driszal menuliskan, aturan ini merujuk pada arahan Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, dalam apel pagi pada 26 Desember 2022 dan rapat pimpinan mengenai pembagian kawasan area BRIN.
Seorang peneliti BRIN menceritakan bahwa nanti kawasan Watukosek dipindah kelola ke KKE. Kawasan ini menjadi bagian unit yang memberi ruang kerja sama pengelolaan aset-aset BRIN dengan swasta. “Tujuannya agar pengelolaan lebih optimal bila diserahkan secara profesional ke swasta,” ucap sumber tersebut.
KKE dibentuk ketika lima lembaga riset dan penelitian dilebur menjadi BRIN. Ketentuan tersebut diatur dalam Surat Keputusan Kepala BRIN Nomor 313/I/HK/2022 tentang Penetapan Lokasi Kerja di Lingkungan BRIN. Di dalamnya mengatur delapan tipe kawasan, yaitu Kawasan Administrasi (KA), Kawasan Sains dan Teknologi (KST), Kawasan Sains (KS), Kawasan Sains dan Pendidikan (KSP), Kawasan Konservasi Ilmiah (KKI), Kawasan Stasiun Lapangan (KSL), KKB, serta KKE.
Tanaman anggrek terbengkalai yang ditinggal peneliti akibat perubahan sistem dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Kebun Raya Bogor, Bogor, Jawa Barat, 16 Januari 2023. TEMPO/Vindry Florentin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di dalam KKE mencakup 46 aset yang dikelola oleh BRIN. Aset-aset tersebut berupa gedung-gedung, seperti kawasan Watukosek; Wisma Dago Pojok, Bandung; Pos Pengamatan Meteorologi Gempa Mikro, Jepara; Wisma Teknologi, Bogor; Bitung Tanduk Rusa, Kota Bitung; dan berbagai aset lain. Sumber yang sama menduga aset-aset tersebut akan dikerjasamakan dengan swasta. Namun ia belum melihat mekanisme kerja sama yang bakal dijalankan BRIN.
Aturan tipe kawasan ini sempat dirombak oleh Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, dengan tidak mencantumkan KKE dalam Surat Keputusan Kepala BRIN Nomor 337/I/HK/2022 tentang Penetapan Lokasi Kerja di Lingkungan BRIN. Aturan yang diteken pada 22 Desember 2022 itu mencabut ketentuan pada Surat Keputusan Nomor 313. Isinya merombak tipe kawasan dengan mencoret KSP dan KKE dari daftar Penetapan Lokasi Kerja di Lingkungan BRIN.
Menurut Handoko, ketentuan penetapan lokasi kerja hanya mengatur unit dan pegawai, tidak mencakup surat keputusan penetapan jenis kawasan. “Karena itu, kawasan lain, seperti Kawasan Kemitraan Eksternal dan Kawasan Perumahan Pegawai, tidak dicantumkan karena memang tidak relevan,” ucap Handoko ketika dimintai konfirmasi, kemarin.
Namun Handoko tidak menjelaskan secara rinci ihwal mekanisme pengelolaan kawasan Watukosek setelah dipindahkan ke KKE. Dia juga tak merinci apakah kawasan ini bakal diserahkan pengelolaannya ke pihak swasta, termasuk puluhan aset lain yang masuk ke dalam KKE.
Handoko sebelumnya sempat menjelaskan bahwa pihaknya berencana mengintegrasikan delapan kawasan tersebut. Integrasi itu meliputi 121 lokasi aset BRIN yang tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, KST bakal dipusatkan di empat lokasi dengan fasilitas yang lengkap. “Setiap kawasan akan diberi nama kepala instansi terdahulu (yang sudah mangkat),” ucap Handoko pada 22 Desember 2022. “Begitu juga dengan nama gedungnya dan akan kita tetapkan secepatnya.”
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Disorot BPK
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ikut menyoroti rencana swastanisasi pengelolaan aset yang dilakukan oleh BRIN. Lembaga pemeriksa keuangan tersebut menemukan setumpuk masalah dalam rencana program kerja sama yang dibuat BRIN dengan swasta. Hal itu tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) 2022. “Kerja sama yang dilakukan BRIN belum memiliki payung hukum,” kata seorang auditor di BPK.
BPK menemukan kerja sama yang dilakukan dengan PT MNR dalam pengelolaan kebun raya tidak sesuai dengan Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 155/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dokumen kerja sama disinyalir tidak sah karena dibuat tanpa pedoman perundang-undangan. Kerja sama ini juga belum mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan.
Masalah serupa ditemukan dalam kerja sama pengelolaan Iradiator GAMMA Merah Putih (IGMP) antara BRIN dan PT STA. BRIN disinyalir tidak memiliki pedoman dalam menunjuk mitra kerja. Sebab, PT STA tidak memiliki kompetensi yang diharapkan. Temuan lain, kerja sama penggunaan lapangan utama dan dua gedung pada KST Serpong, Deputi Infrastruktur BRIN, juga dinilai tidak sesuai dengan ketentuan. BRIN berpotensi tidak menerima imbalan terbaik dari perjanjian yang dilakukan dengan sebuah klub sepak bola.
Masalah kerja sama juga ditemukan pada program pembuatan produk kit radiofarmaka dan senyawa bertanda dengan PT KF. BRIN dinilai terlambat menagih penjualan produk radiofarmaka dan tidak menerbitkan penagihan sesuai dengan waktu perjanjian. Kerja sama BRIN dengan PT OFI dalam mitra fasilitas pengalengan pangan juga tidak mendapat persetujuan Kementerian Keuangan. Proses kerja sama dilakukan dengan cara penunjukan langsung. Masalahnya, BRIN berpotensi tidak menerima pendapatan secara maksimal dalam kerja sama tersebut.
Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan, Achsanul Qosasih, belum bersedia menjelaskan secara detail ihwal berbagai temuan janggal dalam kerja sama yang dilakukan BRIN dengan swasta. Namun dia menyebutkan program kerja sama harus memiliki payung hukum. “Kerja sama untuk riset dengan swasta, itu tidak bisa dilakukan,” katanya. “Biarkan negara saja. Kecuali dia pengadaan bangun gedung baru, baru tunjuk kontraktor.”
Kerja sama pengelolaan aset juga harus dilakukan dengan membentuk kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) atau badan layanan umum (BLU). Hal ini untuk menjamin negara tidak mengalami kerugian dalam proses kerja sama. Di dalamnya juga mengatur mekanisme pengembalian investasi yang sebelumnya sudah dilakukan oleh negara. “Kalau mau bikin kerja sama, bikin saja BLU atau KPBU. Nah, ini belum dilakukan oleh BRIN.”
Laksana Tri Handoko sempat menjelaskan bahwa BPK belum memiliki temuan terhadap berbagai kerja sama yang diduga bermasalah tersebut. Dia mengatakan LHP belum diterbitkan oleh BPK. “Mekanisme KPBU dan BLU itu mekanisme yang sama sekali berbeda dari sekian banyak jenis kemitraan yang ada,” kata Handoko. “Kemitraan yang saat ini dilakukan di kebun raya dan lain-lain itu berbasis pada Peraturan Pemerintah tentang PNBP yang diatur dalam PMK tersendiri.”
Handoko menyebutkan BRIN juga memiliki skema kerja sama berbasis KPBU. Di antaranya investasi dan pengelolaan kapal riset baru. Bahkan teranyar, terdapat skema KPBU berupa investasi dan pengelolaan konstelasi satelit pengindraan jauh.
Peneliti senior dari BRIN, Poltak Partogi Nainggolan, menilai pelbagai bentuk kerja sama yang dilakukan BRIN dengan swasta tiba-tiba muncul. Dampaknya, hal itu menjauhkan periset dari alat-alat riset atau lokasi penelitian. “Misalnya, kerja sama kebun raya dengan swasta, saat ini bahkan terus dibuka hingga malam hari. Padahal di sana ada beragam penelitian yang berpotensi terganggu bila dicampur aduk dengan entertainment,” ucap Partogi.
BRIN juga dinilai mengejar pendapatan melalui PNBP dengan mengabaikan fungsi sebagai lembaga riset dan penelitian. Menurut Partogi, swastanisasi secara otomatis menyerahkan aset-aset negara ke tangan swasta. Dalam jangka panjang, hal ini bakal memicu hilangnya aset negara bila alat-alat itu diserahkan ke swasta.
AVIT HIDAYAT
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo