Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Restu Mantan untuk Sang Calon

Berbagai cara dilakukan Mega untuk menguji Jokowi, yang popularitasnya tak terbendung. Ketua Umum PDI Perjuangan itu memberi sinyal tak akan maju lagi: peluang pencalonan sang Gubernur menguat.

1 Agustus 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUDUK diapit Megawati Soekarnoputri dan Jusuf Kalla, Joko Widodo serius menyaksikan anggota Satuan Tugas Cakra Buana PDI Perjuangan mementaskan debus. Sesekali wajah Gubernur Jakarta itu meringis melihat pemain debus memukuli tubuhnya dengan palu atau menguliti butiran kelapa dengan gigi.

Hanya perlu lima menit, pemain debus membuat sebutir kelapa plontos. Lalu tangannya diayun, batok kelapa terbelah. Airnya muncrat, dan dari dalamnya terlihat gulungan kain putih. Gamelan terus mengalun. Pemain debus menyerahkan kain kepada Megawati di kursi utama acara peringatan Hari Pancasila, 1 Juni 2013, itu.

Alih-alih membukanya, Ketua Umum PDI Perjuangan itu menyorongkan kain kepada Jokowi. Mantan Wali Kota Solo itu segera merentangkannya. Tertulis di situ: "Megawati Presiden 2014-2019". Ia membacanya keras-keras. Megawati tertawa. Mantan wakil presiden Jusuf Kalla terbahak dan bertepuk tangan. Undangan yang hadir pada acara di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, itu berdiri dan bertepuk tangan.

"Prediksi magis" pemain debus pagi itu rupanya tak seiring dengan persepsi banyak orang, setidaknya menurut hasil jajak pendapat hampir semua lembaga survei sepanjang tahun ini. Bukan oleh Megawati, posisi teratas berbagai hasil sigi justru ditempati oleh Joko Widodo.

Sejak Jokowi memimpin Jakarta pada pertengahan Oktober 2012, popularitasnya terus melambung. Tingkat keterpilihannya—jika pemilihan digelar pada saat jajak pendapat—selalu di atas 20 persen. Angka itu jauh melampaui perolehan politikus yang telah lebih dulu memacakkan diri sebagai "calon presiden", seperti Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa, dan Ketua Umum Partai Hanura Wiranto.

Tingkat kemungkinan terpilih Jokowi jauh di atas Megawati. Lompatan politik Gubernur Jakarta itu mengubah peta di rumah Partai Banteng. Sebab, selama setahun terakhir, elite mereka masih menjajaki kemungkinan mengajukan duet Megawati-Jusuf Kalla.

Kepada Tempo, Januari lalu, Jusuf Kalla membenarkan adanya tawaran dari PDI Perjuangan. Namun, menurut politikus Partai Golkar ini, pembicaraan belum mendetail karena waktu pemilihan masih lama. "Dalam politik, semua mungkin," ujarnya ketika itu.

Jusuf Kalla benar: semua mungkin dalam politik. Termasuk fakta bahwa sejak awal tahun Jokowi konsisten merajai hasil survei. Hasil sigi Center for Strategic and International Studies bahkan menyebutkan suara PDI Perjuangan akan terkerek jika sejak awal mengumumkan pencalonan Jokowi.

Toh, menurut sekretaris jenderalnya, Tjahjo Kumolo, PDI Perjuangan tidak akan buru-buru. Menurut dia, penentuan calon presiden untuk 2014 mutlak di tangan Megawati. Hal itu sesuai dengan keputusan kongres di Bali, April 2010, dan dua kali rapat kerja nasional tahun-tahun setelahnya. "Partai menunggu Bu Mega menunjuk siapa pun calon presiden atau calon wakil presidennya," kata Tjahjo.

Menurut pengurus inti partai itu, Megawati telah mempertimbangkan tidak mencalonkan diri lagi. Ia banyak berdiskusi dengan orang-orang dekatnya. Beberapa kali, ujar pengurus itu, Mega melontarkan pernyataan retorik: "Apa iya nenek-nenek seperti saya masih pantas maju nyapres?"

Megawati mengingatkan pengalamannya tiga kali kalah dalam pemilihan presiden. Pada 1999, ketika presiden masih dipilih Majelis Permusyawaratan Rakyat, Mega dikalahkan Abdurrahman Wahid, yang disorongkan Poros Tengah—kelompok politik yang dimotori Amien Rais. Dalam dua kali pemilihan langsung, 2004 dan 2009, Mega ditaklukkan Susilo Bambang Yudhoyono.

Dalam sejumlah diskusi terbatas, Megawati mengingatkan efek psikologis kekalahan beruntun itu. "Saya ini sudah sepuh dan tiga kali kalah dalam pemilihan," ujarnya, seperti ditirukan orang-orang dekatnya. Mega bahkan menanyakan apakah kader partai tidak akan rontok jika ia kalah lagi tahun depan. "Kalau sanggup menghadapi malu dan kekecewaan kader, silakan," ia menambahkan.

Secara terbuka, Megawati juga berbicara tentang regenerasi kepemimpinan. Ketika berpidato di Solo dalam kampanye untuk calon Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, Mei lalu, Mega menantang kadernya menjadi pemimpin. "Ayolah, ketua umummu ini sampun sepuh. Kalian yang muda, ayo maju," kata Mega.

Di kampung kelahiran Jokowi itu, Megawati emosional. Berkali-kali presiden 2001-2004 itu berbahasa Jawa. "Kalian, kader Banteng yang muda, ajukan presidenmu. Sopo wae, sak karepmu," ujarnya.

Orang-orang dekatnya mengklaim, Megawati telah lama memantau Jokowi, terutama setelah Jokowi dinilai sukses memimpin Solo pada 2005-2011. Keputusan mengajukan Jokowi dalam pemilihan gubernur tahun lalu, menurut seorang pengurus inti, tetap diambil walau sebelumnya Megawati setuju menyokong Fauzi Bowo, Gubernur DKI 2007-2012.

Jokowi, yang berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama, semakin moncer di Ibu Kota. Keduanya rajin turun ke lapangan. April lalu, di depan ribuan kader PDI Perjuangan di Muara Angke, Jakarta Utara, Megawati membanggakan Jokowi. Ia mengatakan DKI punya wajah baru di bawah gubernur baru. Jakarta bisa membaik bila dipimpin orang baik, jujur, berdedikasi, dan punya keinginan menolong rakyat. "Semua kemampuan itu dimiliki Jokowi," ujarnya.

Megawati juga mengandalkan pengusaha mebel itu untuk berkampanye dalam pemilihan kepala daerah. Sejauh ini, Jokowi telah dikirim untuk mendulang suara pada pemilihan gubernur di Jawa Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bali, Jawa Tengah, Kalimantan, dan Papua. Ia juga turun berkampanye buat Bambang D.H., yang diajukan PDI Perjuangan dalam pemilihan Gubernur Jawa Timur, akhir bulan ini.

Jokowi dan Megawati kini rajin bertemu, biasanya pada jam-jam makan, baik sarapan, makan siang, maupun makan malam. "Jika mereka bertemu dan berdiskusi, tak ada yang berani mengganggu," kata orang dekat Mega.

Kepada Tempo, Kamis pekan lalu, Jokowi membenarkan sering bertemu dengan Megawati. Namun ia menolak menjelaskan isi pembicaraan. "Mbak Mega selalu mengajak makan supaya saya gemuk," ujarnya, terkekeh, seperti biasa. "Jadi omongannya, ya, soal makan."

Menurut sumber lain, Megawati juga menguji loyalitas Jokowi. Caranya, ia mengirim beberapa politikus senior menemui sang Gubernur. Melalui mereka, ia menyampaikan "informasi rahasia" untuk Jokowi. Tujuannya untuk mengetahui apakah informasi itu bocor atau tidak. Ujian ini bisa dilewati Jokowi.

Megawati juga meminta Jokowi lebih banyak bergaul dengan diplomat negara lain. Semua dilakukan sejak awal tahun, dan semakin intensif mulai Maret lalu. Sepanjang Juni-Juli, Mega kembali mengirim politikus senior PDI Perjuangan berbicara personal dengan Jokowi. "Pada intinya, meminta Jokowi bersiap untuk 2014," ujar sumber tadi.

Pengurus lain mendapat peran lain. Sejumlah pengurus diminta menggelar survei internal. Beberapa pertanyaan tentang calon presiden, termasuk calon wakilnya, dititipkan pada jajak pendapat untuk pemilihan gubernur di pelbagai daerah. Survei ini telah dilakukan di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, yang ber­akhir pekan lalu.

Pada survei pendapat 3-15 Mei lalu, yang melibatkan 1.500 responden, antara lain dijajaki kemungkinan pasangan Megawati-Jusuf Kalla. Hasilnya, pasangan ini kalah oleh skenario pasangan Prabowo-Hatta Rajasa. Survei juga menyimpulkan suara Jokowi tidak terlalu tinggi jika hanya diajukan sebagai calon wakil presiden. Skenario Megawati-Jokowi, misalnya, memperoleh 29,9 persen, di bawah angka skenario Prabowo-Hatta, 33,4 persen.

Secara internal, Megawati mematok perolehan 20 persen suara pemilihan anggota badan legislatif. Target tingginya 25 persen suara, agar tiket pencalonan presiden dalam genggaman. Jika peraturan tidak berubah dari pemilihan 2009, syarat pencalonan adalah partai atau gabungan partai dengan minimal 20 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau 25 persen perolehan suara.

Pintu koalisi dengan Gerindra, seperti pada 2009, rupanya hampir tertutup. Kontrak kerja sama kedua partai yang diteken pada 2009, ketika Megawati berduet dengan Prabowo, sudah masuk kotak. "Mbak Mega minta PDIP memikirkan masa depan," kata seorang politikus di lingkaran dalam. "Prabowo dianggap masa lalu."

Meski Jokowi berada di ujung jari, Megawati belum mau segera mengumumkannya. Alasannya, ia khawatir lawan-lawan politiknya "menggergaji"-nya sejak awal.

Sekretaris Jenderal Tjahjo Kumolo membenarkan partainya mempertimbangkan mengusung Jokowi. "Kami cermati step by step, sampai titik PDIP menentukan keputusan. Jokowi kami pantau terus," tuturnya.

Karena belum ada keputusan, dukungan daerah masih terbagi untuk Jokowi dan Megawati. Di Jawa Timur, dukungan buat Jokowi datang dari pengurus Blitar, Kediri, Malang, Nganjuk, dan Madiun. "Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Mbak Mega, sebaiknya beliau jangan maju. Beri kesempatan bagi Jokowi, yang masih muda," ujar Sa­manhudi Anwar, Ketua PDI Perjuangan Blitar.

Dengan mengusung Jokowi, kata Samanhudi, PDI Perjuangan tak perlu banyak tim dan dana. Alasannya, banyak orang akan berduyun-duyun menjadi relawan. "Ibu Mega bisa mengontrol pemerintahan Jokowi jika melenceng dari koridor," tuturnya.

Menurut Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu Tubagus Hasanuddin, Megawati tak akan sendirian mengambil keputusan, tapi melalui rapat kerja nasional. "Ibu Mega akan mendengarkan suara kader," katanya. Tubagus yakin Mega tidak akan mengambil keputusan dalam waktu dekat. "Apa pun pilihan Mbak Mega, kami akan mengamankan."

Politikus PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo, menyebutkan pilihan Megawati selalu diambil penuh misteri. "Kerap membuat kami terkaget-kaget," ujar Gubernur Jawa Tengah terpilih itu. Ia yakin Mega punya kartu rahasia untuk pemilihan 2014.

Megawati menolak berbicara banyak tentang popularitas Jokowi dan peluang pencalonannya. "Urusan 2014 itu urusan nanti," katanya. "Lihat nanti saja." Ia tidak perlu memanggil lagi pemain debus untuk menentukan pilihan.

Widiarsi Agustina, Indra Wijaya, Aryani Kristanti, Ishomuddin, Hari Tri Wasono, Ahmad Rafiq, Anwar Siswadi, Eko Widianto


Belum-Sudah Jokowi di Jakarta

PROBLEM utama Jakarta adalah macet dan banjir. Sebagai gubernur, Jokowi kelimpungan bekerja sendiri karena urusan banjir banyak menjadi tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum. Misalnya penanganan 13 sungai yang mengaliri Ibu Kota dan menjadi sumber luapan air. Macet saat hari kerja karena Jakarta disesaki 5 juta orang yang datang dari pelbagai kota di sekitarnya juga menjadi urusan Kementerian Perhubungan. Namun, dalam setahun, ada beberapa hal yang perlu dicatat dari program-program Jokowi. Berikut ini beberapa proyek besar yang sudah dan sedang dikerjakan Jokowi di Jakarta.

Keterangan

  • Berhasil
  • Berjalan sesuai dengan rencana
  • Tertunda
  • Gagal

    Mass rapid transit
    Pemerintah pusat dan Jakarta telah sepakat berbagi pembiayaan Rp 15,7 triliun dengan komposisi 60 : 40. Kontrak pembangunan MRT bawah tanah sudah diteken untuk proyek tahap pertama Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia.

    Asuransi pendidikan
    Berupa Kartu Jakarta Pintar untuk siswa dari keluarga miskin. Sejak diluncurkan April lalu, kartu ini telah dibagikan kepada 265.327 siswa SD-SMA dari total 332.465 siswa. Besar subsidi pendidikan ini Rp 180 ribu per bulan per siswa SD, Rp 210 per bulan per siswa SMP, dan Rp 240 ribu per bulan per siswa SMA.

    Asuransi kesehatan
    Berupa Kartu Jakarta Sehat untuk semua warga Jakarta. Syaratnya menunjukkan kartu tanda penduduk Jakarta. Hampir semua rumah sakit di Jakarta diwajibkan menerima pasien pemegang Kartu Jakarta Sehat.

    Permukiman kumuh
    Beberapa kawasan kumuh di sepanjang kali dibersihkan dan warga yang menghuninya dipindahkan ke rumah susun di Marunda. Program ini masih berjalan karena pemerintah Jakarta kesulitan memperoleh tanah untuk mendirikan rumah susun.

    Monorel
    Digagas pada era Gubernur Sutiyoso, pembangunan monorel tak dilanjutkan oleh penggantinya, Fauzi Bowo. Di zaman Jokowi, proyek monorel dilanjutkan dengan menunjuk konsorsium yang akan meneruskan pembangunannya mulai tahun ini. Proyek ini diperkirakan selesai dalam waktu tiga tahun. Selain melanjutkan kebijakan soal monorel, Jokowi menambah unit bus Transjakarta.

    Enam ruas jalan tol
    Setelah proyeknya tertunda dan terkatung-katung, Jokowi setuju melanjutkan pembangunan jalan tol yang dikerjakan Kementerian Pekerjaan Umum. Meliputi jalur Duri Pulo-Kampung Melayu-Kemayoran dan Pasar Minggu-Casablanca, proyek yang selesai sekitar 2020 ini masih menunggu persetujuan analisis dampak lingkungan.

    Normalisasi Ciliwung
    Tujuannya untuk mencegah banjir karena Ciliwung sungai terbesar yang melintasi Jakarta dari Bogor. Proyeknya dikebut dengan konsekuensi relokasi sejumlah permukiman di sekitar bantaran kali. Pemerintah masih kesulitan mencari lahan untuk penampungan relokasi. Biayanya diperkirakan Rp 5 triliun. Untuk urusan banjir, pemerintah Jakarta juga mengeruk Waduk Pluit sebagai penampung limpasan air Jakarta dan merelokasi warga yang tinggal di sekitarnya ke rumah susun, selain membuat waduk baru di empat titik.

    Lelang camat dan lurah
    Meski hanya menjaring 20 persen camat dan lurah yang layak memimpin, program pemerintahan terbuka ini merupakan yang pertama dan satu-satunya yang memilih pejabat dengan cara lelang dan melibatkan perusahaan penilai independen.

    Pajak Online
    Dalam sistem layanan satu atap, pembayaran pajak di Jakarta memakai sistem online.

    Deep tunnel
    Terowongan raksasa di dalam tanah yang serbaguna ini diperkirakan menelan biaya Rp 31 triliun. Belum ­diminati investor, sementara Jokowi tak mau mengambil alih dengan mengambil biaya dari APBD.

    Pelat nomor ganjil-genap
    Ini program untuk mengurangi kemacetan lalu lintas pada jam sibuk, tapi belum bisa direalisasi karena tak kompatibel dengan angkutan massal.


    Menatap Istana dari Balai Kota

    SEJAK awal tahun ini, survei-survei menempatkan Gubernur Jakarta Joko Widodo sebagai calon presiden paling populer. Keterkenalannya mengalahkan tokoh lain yang lebih dulu mendeklarasikan diri menjadi calon presiden, seperti Prabowo Subianto dan Aburizal Bakrie. Kemunculannya dinilai para pengamat politik sebagai alternatif karena para responden bosan dengan calon yang "itu-itu saja". Sebab, belum ada yang bisa jadi ukuran keberhasilan Jokowi—bersama Basuki Tjahaja Purnama, ia belum setahun memimpin Jakarta.

    Berkibar dalam Survei

    Lembaga Survei Jakarta, 19 Februari 2013

  • Joko Widodo: 18,1 persen
  • Prabowo Subianto: 10,9 persen
  • Wiranto: 9,8 persen
  • Jusuf Kalla: 8,9 persen
  • Aburizal Bakrie: 8,7 persen

    Lingkaran Survei Indonesia, 1-8 Maret 2013

  • Joko Widodo: 35,2 persen
  • Jusuf Kalla: 21,2 persen
  • Hatta Rajasa: 17,1 persen
  • Mahfud Md.: 15,1 persen

    Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 10-31 Mei 2013

  • Joko Widodo: 22,6 persen
  • Prabowo Subianto: 14,2 persen
  • Aburizal Bakrie: 9,4 persen
  • Megawati Soekarnoputri: 9,3 persen
  • Jusuf Kalla: 4,2 persen

    Pusat Data Bersatu, 11-18 Juni 2013

  • Joko Widodo: 29,57 persen
  • Prabowo Subianto: 19,1 persen
  • Megawati Soekarnoputri: 13,08 persen
  • Aburizal Bakrie: 11,2 persen
  • Jusuf Kalla: 5,47 persen

    Indonesia Research Center, 8-11 Juli 2013

  • Joko Widodo: 32 persen
  • Prabowo Subianto: 8,2 persen
  • Wiranto: 6,2 persen
  • Megawati Soekarnoputri: 6,1 persen
  • Aburizal Bakrie: 3,3 persen

    CSIS, April 2013

  • Joko Widodo: 28,6 persen
  • Prabowo Subianto: 15,6 persen
  • Aburizal Bakrie: 7 persen
  • Megawati Soekarnoputri: 5,4 persen
  • Jusuf Kalla: 3,7 persen

    Keterangan:

    • Lembaga Survei Jakarta (LSJ), 19 Februari 2013
    • Lingkaran Survei Indonesia (LSI), 1-8 Maret 2013
    • Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), 10-31 Mei 2013
    • Pusat Data Bersatu (PDB), 11-18 Juni 2013
    • Indonesia Research Center (IRC), 8-11 Juli 2013
    • CSIS, April 2013
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus