Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEULAS senyum terbit di bibir Fauzi Bowo. Di antara pencakar langit, dengan setelan jas hitam, Wakil Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta ini menebar pesan penting: bersihkan Jakarta dari narkoba.
Fauzi, dalam 250 ribu buah poster ukuran kertas A4 yang ditempel di seantero kota itu, tentu saja serius dengan pesannya. Lewat poster yang dalam tujuh bulan terakhir mengepung lima wilayah di Jakarta itu, Bang Foke, nama panggilan Fauzi Bowo, tentu ingin namanya melekat di hati rakyat Jakarta. Itu sebabnya posternya tidak hanya muncul di pinggir jalan raya, tapi juga merasuk jauh sampai pelosok gang-gang kecil di Jakarta.
Orang tahu Fauzi Bowo menjabat Ketua Badan Narkotika Provinsi DKI Jakarta. Iklan layanan masyarakat itu jelas cocok dengan jabatannya. ”Itu salah satu tugas fungsional saya,” ujar pria 58 tahun ini kepada Tempo.
Tapi semua orang juga tahu, orang nomor dua di Provinsi DKI Jakarta ini berniat mencalonkan diri menjadi orang nomor satu di Jakarta dalam pemilihan gubernur tahun depan. ”Tapi poster itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan pencalonan itu,” ujar Widi Aswindi, Ketua Umum Perhimpunan Peduli Jakarta, organisasi yang namanya tertera di poster tadi. Organisasi itu rupanya bekerja sama dengan Badan Narkotika Provinsi DKI Jakarta untuk kampanye gerakan antinarkoba. Jadi, sambil ikut kampanye ganyang narkoba, rupanya Bang Foke ingin mulai ”dekat” dengan para calon pemilihnya.
Memang ini bukan dosa. Toh kandidat lain juga melakukan hal yang sama. Lihatlah betapa sibuknya Komisaris Besar Polisi Adang Daradjatun, calon Gubernur DKI Jakarta yang digotong Partai Keadilan Sejahtera. Bang Adang, eh, Kang Adang (karena ia lahir di Bogor) dalam beberapa pekan terakhir mendadak rajin sowan ke sejumlah tokoh masyarakat dan ulama di Jakarta. Bukan hanya itu. Lelaki 57 tahun ini juga membuat acara menarik: menggelar Adang Daradjatun Cup 2006. Itu kompetisi sepak bola, sejak Agustus lalu, yang diselenggarakan bersama Gerakan Pemuda Keadilan.
Sementara Bang Foke bermodal poster, Adang menyebar poster, stiker, dan spanduk di seluruh penjuru Jakarta: Adang Daradjatun Cup digelar 19 Agustus–17 September. Total hadiah Rp 187 juta. ”Semua hadiah berupa uang tunai,” ujar Zulfikar, Ketua Umum Adang Daradjatun Cup 2006.
Sukses. Tim yang ikut bertanding bejibun, sudah tercatat 368 tim. Masing-masing tim mewakili satu kelurahan di Jakarta. Pertandingan digelar tiap akhir pekan dan diadakan di lima wilayah di Jakarta secara serentak.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu dan Pilkada PKS Jakarta, Igo Ilham, menepis ajang pertandingan sepak bola Adang Daradjatun Cup 2006 ini sebagai salah satu bentuk sosialisasi Adang sebagai calon Gubernur DKI dari PKS. ”Kapasitasnya sebagai Wakil Kepala Polri,” ujarnya. Untuk membuktikan ucapan Igo tak bohong, boleh juga dilihat apakah tahun depan turnamen itu akan digelar lagi atau tidak.
Faisal Basri—entah kenapa ekonom 47 tahun ini tiba-tiba ingin jadi Gubernur DKI—juga tak tinggal diam. Dia yang telah mendaftarkan diri sebagai salah satu calon gubernur dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini rajin menyambangi masyarakat bawah, terutama yang berada kantong-kantong basis PDIP. ”Saya kan tidak dikenal di masyarakat akar rumput,” ujarnya merendah.
Maka, Faisal pun go public. Dalam perayaan 17 Agustus kemarin, Faisal dan keluarga serta tim suksesnya mengikuti berbagai perlombaan di beberapa tempat, antara lain di Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat; dan kawasan nelayan di Marunda, Jakarta Utara.
Seperti yang diceritakan Saeful Tavip, anggota tim sukses Faisal, salah satu anak Faisal, Anwar Ibrahim Basri, 10 tahun, ikut dalam perlombaan memindahkan belut di Taman Sari. Karena kesulitan menangkap belut, Abi, nama sapaannya, langsung memindahkan bersama ember-embernya. Kontan peserta dan ratusan penonton geli tertawa melihat tingkah Abi ini.
Nah, yang lebih seru, saat Faisal mengunjungi Marunda. Karena lapar dan seharian belum makan, Faisal menyantap lahap kepiting dan udang rebus polos yang disuguhkan nelayan. ”Sampai di rumah, kaki saya bengkak-bengkak,” ujar Faisal sambil tersenyum.
Masih ada calon lain. Dia adalah Sarwono Kusumaatmadja, yang tak mau ketinggalan kereta. Sejak April lalu, saat politisi kawakan ini mengumumkan niat maju sebagai calon DKI-1 dari PDIP, Sarwono kerap mendatangi wong cilik se-Jakarta. Tentu bukan cuma di tingkat elite pengurus pusat Partai, tapi juga ke tingkat pengurus daerah, pengurus cabang hingga ke ranting.
Demi penguatan jaringan di tingkat rakyat biasa, Sarwono mengumpulkan data 20 ribu tokoh lokal dari seluruh penjuru Jakarta. Profesinya bermacam-macam, mulai dari pengangguran, tukang sampah, tukang ojek, pemilik warung, hingga kalangan menengah atas. Bila dihitung-hitung ada sekitar setengah juta suara yang konon sudah di kantong Bang Sar—mungkin ini nama panggilannya bila kelak terpilih. Jumlah suara sebanyak itulah yang ia rebut dalam pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah DKI Jakarta. ”Jadi, paling segitu sudah di kantong,” ujar bekas Sekjen Golkar yang kini 63 tahun itu.
Salah satu yang menjadi pendukung Sarwono maju menjadi DKI-1 adalah grand master catur Utut Adiyanto. ”Dia cerdas, tegas, dan nggak jualan agama,” kata Utut kepada Tempo.
Bukti dukungan Utut kepada Sarwono bukan hanya sebatas di bibir. Pada akhir Agustus lalu, Utut menggelar simultan catur di Jakarta dengan memperebutkan Sarwono Kusumaatmadja Award. Dalam lomba catur untuk memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-61 itu, Utut melawan 44 juara catur dari semua kecamatan di Jakarta.
Selain menggelar lomba catur, Sarwono juga rela becek-becekan keluar-masuk kampung untuk menyaksikan pertandingan olahraga atau sunatan massal yang digelar pengurus cabang di pelosok Jakarta. ”Pak Sarwono mau salaman dengan kita-kita di bawah,” kata Tomas Resmol, korban perusakan kantor PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta, 27 Juli 1996.
Letnan Jenderal (Purn.) Bibit Waluyo, calon lain dari PDIP, juga bergerak di kalangan bawah. Mantan Panglima Kostrad ini aktif menyambangi cabang dan ranting PDIP di Jakarta. Bahkan, terakhir, dalam perayaan Hari Kemerdekaan RI ke-61 Bibit membuka pertandingan memancing di Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang diadakan oleh pengurus PDIP.
Beberapa hari sebelum acara dimulai, spanduk ajakan ikut lomba memancing ini sudah bertebaran di sudut-sudut jalan di Jakarta Utara. Hadiahnya? Televisi, minikompo, kipas angin, sampai piala. Tak mengherankan bila peminatnya membludak hingga 1.800 orang. Padahal undangannya hanya untuk 1.000 orang.
Bibit tak mengelak lomba ini ada kaitannya dengan pencalonannya sebagai Gubernur DKI Jakarta tahun depan. ”Kalau disebut mau curi start kampanye, ya silakan. Mau didiskualifikasi, ya silakan saja, aku bisa pulang,” ujar lelaki 57 tahun ini santai.
Di antara riuhnya gerakan terang-terangan para calon DKI-1 ini, hanya Agum Gumelar yang masih malu-malu. Sampai sekarang calon dari PDIP ini masih belum percaya diri untuk turun gelanggang. ”Saya kan belum calon resmi, nantilah kalau sudah resmi baru mulai,” ujar Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia Pusat ini.
Tak berarti Agum hanya duduk termenung. Sejak dua bulan lalu, beberapa kali pria 60 tahun ini mengundang pengurus cabang PDIP seluruh Jakarta ke rumahnya di Jalan Panglima Polim. ”Saya menyampaikan visi, misi, dan keseriusan saya untuk mencalonkan diri sebagai calon Gubernur DKI,” kata Agum.
Selain mengundang pengurus ranting dan cabang PDIP, sejak sebulan lalu Agum juga telah menyiapkan kantor untuk tim suksesnya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Meski masih terlihat kosong, di ruang tamu rumah berlantai dua itu sudah terpasang dua poster Agum berlatar biru plus Bendera Merah Putih dengan slogan: Jakarta, aman, tenteram, dan nyaman.
Slogan yang menjanjikan harapan. Tapi adakah itu cukup ampuh untuk mengalahkan kucuran dana besar dari pesaing yang lain?
Poernomo Gontha Ridho, Kurie Suditomo, Nurlis E. Meuko, Budi Setyarso
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo