KONTRAKTOR makan nangka, murid sekolah kena getahnya. Sekitar 825 siswa beserta 66 guru dan karyawan SMEA Negeri Bantul, 10 km di selatan Yogyakarta, akhir April silam, ternganga menyaksikan raibnya 19 daun pintu sekolah yang baru saja mereka tempati. Kepala sekolah, Suhartono, B.Sc., lalu mengadu ke Kepolisian Sektor Sewon Bantul. Sesaat sebelum polisi datang, eh, muncul sekelompok lelaki yang mengaku telah membongkar pintu-pintu tersebut. Bahkan mereka bilang akan melanjutkannya lagi. Ketika polisi tiba, mereka tampak tenang. ''Mengapa takut, barang kami sendiri kok,'' ujar Zar'an, 38 tahun, juru bicara kelompok itu. Menurut Zar'an, mereka bertindak karena kontraktor belum melunasi sisa tagihan Rp 78 juta. Sebagai pemasok bahan bangunan sekolah tersebut, menurut perjanjian, jika terlambat melunasi maka kontraktor didenda 0,25% dari jumlah tagihan tiap harinya. Total jenderal tagihan itu Rp 102 juta lebih. Mereka tahu Departemen P dan K sudah melunasi kontraktor bulan Desember yang lewat. Dananya dari DIP (Daftar Isian Proyek) Pusat dan Asian Development Bank sebesar Rp 838 juta. Namun hampir 5 bulan ini sisa tagihan tak ada kabarnya. ''Enam kali kami temui bosnya di Jakarta, tapi selalu menghindar. Malah dibilang ia tidak tahu-menahu. Katanya, yang tahu adalah anak buahnya,'' Zar'an sewot. Akan halnya tindakan main bongkar sendiri ini, menurut Zar'an dan kawan-kawan, tulen didorong rasa jengkel. Mereka tidak lewat jalur hukum karena menganggap urusan bisa berketiak ular alias berkepanjangan. ''Pimpinan proyek di Departemen P dan K Daerah Istimewa Yogyakarta acuh tak acuh saja,'' kata Zar'an kepada Marcelino Ximenes-Magno dari TEMPO. ''Jadi, inilah cara yang tepat, agar jeritan kami didengar,'' katanya. Sentana jeritan pertama ini belum ditanggapi, Zar'an dkk. berencana membongkar lagi milik mereka lainnya, genteng, ubin, dan sebagainya. Hampir semua bahan bangunan gedung itu belum dilunasi. ''Kalau terpaksa, kami akan mencopotnya semua,'' kata Zar'an. Copotnya pintu-pintu ini bertepatan dengan ujian akhir siswa kelas III. Namun Zar'an bilang tidak bermaksud mengganggu sekolah. Jadi yang dicopot baru pintu yang tidak dipergunakan. ''Sedangkan pintu untuk melindungi barang berharga, atau perlu untuk ujian, cukup ditulisi nama pemasoknya,'' katanya. Lain risaunya para pemasok, lain pula versi risau Komandan Rayon Militer Sewon Bantul, Kapten Y.A. Slamet. ''Saya diperintahkan Pak Dandim mengamankan. Jika ditunggangi pihak ketiga bisa membahayakan sendi-sendi bangsa. Bisa mengarah ke bahaya subversif,'' katanya. Dan lain pula gaya risau Pak Kepala Sekolah seraya menghibur siswanya. ''Anak-anakku, biar saja pintu dan jendela terbang, toh malah nyaman,'' kata Suhartono dalam suatu apel pagi. ''Inilah romantika kehidupan. Bapakmu ini dulunya belajar di bawah pohon, toh masih bisa mikir. Masa kamu yang disediakan fasilitas lengkap, tidak bisa,'' ujar Suhartono. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini