Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ritual Lom Plai dari Dayak Wehea

Saban tahun, masyarakat adat Dayak Wehea menggelar ritual lom plai. Sebuah tradisi pasca-panen padi sebagai rasa syukur atas keberkahan sumber alam dan lingkungan.

6 Mei 2018 | 00.00 WIB

Ritual Lom Plai dari Dayak Wehea
Perbesar
Ritual Lom Plai dari Dayak Wehea

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

SUASANA Desa Nehas Liah Bing meriah menyambut ritual lom plai pada pekan ketiga April lalu. Warga bergotong-royong menghiasi desa adat suku Dayak Wehea di Kecamatan Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur, itu. Di kiri-kanan jalan desa, hiasan daun kelapa dan kayu-kayuan dengan aneka macam bentuk tampak meriah. "Lom plai merupakan tradisi tahunan pesta pasca-panen padi khas Dayak Wehea," kata Ledjie Taq, Kepala Adat Dayak Wehea.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Secara harfiah, tutur Ledjie, lom artinya pesta dan plai berarti padi. "Artinya, pesta syukur padi. Ritual ini kami lakukan rutin setiap tahun pasca-panen," ujarnya. "Saat lom plai tiba, hampir semua warga Dayak Wehea yang merantau pulang untuk menyambutnya."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut seorang warga, Siang Geah, lom plai merupakan tradisi Dayak Wehea yang tak bisa mereka lepaskan dan harus terus dilestarikan. Tradisi ini bukan hanya prosesi ritual pasca-panen. Ada pembelajaran yang bisa dipetik dari lom plai, yakni rasa syukur. "Ya, kita harus bersyukur dan menjaga sumber daya kita. Seperti membuka lahan dan berburu secukupnya," ujar Siang.

Boleh dibilang, lom plai merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat adat Dayak Wehea menjaga sumber daya alam mereka, termasuk hutan dan segala isinya. Masyarakat adat setempat meyakini ritual lom plai yang telah dilakukan turun-temurun sejak leluhur mereka itu bermula dari cerita tentang pengorbanan Ratu Dyang Yung.

Alkisah, pada zaman dulu, kemarau panjang melanda. Sumur kering; tumbuhan, binatang, dan bahkan manusia banyak yang binasa. Hingga suatu malam, Ratu Dyang Yung bermimpi kedatangan dewa. Dalam mimpi itu, sang Ratu diminta menumbalkan anak perempuan tunggalnya, Long Dyang Yung, untuk menghentikan cekikan kemarau panjang.

Setelah berkonsultasi dengan para tetua adat, Ratu pun kemudian mengorbankan anaknya. "Sebelum mengorbankan putrinya, Dyang Yung bersumpah: semua yang menikmati padi harus menyayangi padi seperti menyayangi anaknya," ujar Ledjie Taq. Berkat pengorbanan itu, suku Dayak Wehea bisa merasakan berakhirnya musim kemarau panjang dan padi tumbuh subur. "Sejak itulah tradisi ritual lom plai dilangsungkan."

Rangkaian ritual lom plai dimulai dengan ngesea egung atau memukul gong sebagai tanda upacara dimulai. Lalu dilanjutkan dengan guei neakleang atau rotan kotok yang disambung sepanjang 20-40 meter. Guei neakleang dibentangkan, di bawahnya dipasang guaq pis atau buah petete serta tangkai padi, ketupat, pisang, dan buah lain. "Tujuannya agar padi tumbuh subur. Ada ketupat dan pisang itu merupakan sedekah untuk para Dewa," ucap Ledjie.

Selanjutnya, laq pesyai, yaitu mengambil rotan kotok yang sudah dipasang untuk memakan makanan yang ada. Kemudian dilanjutkan dengan menghanyutkan sesaji menggunakan pehket heluk atau perahu di sungai. Seorang perempuan dewasa lalu mengambil air dan menyiram tokoh adat, serta dilanjutkan saling siram dengan peserta lain. Peserta lom plai juga berkeliling kampung membawa arang untuk dipoleskan ke wajah orang-orang yang ikut ritual itu. "Tidak boleh marah, ya, ini setahun sekali saja," ujar seorang warga sembari memoleskan arang di wajah sejumlah tamu yang menyaksikan lom plai.

Semua prosesi itu dilakukan di tepi Sungai Wahau. Warga tak diperkenankan masuk kampung sebelum prosesi embos min atau bersih kampung. Ibu-ibu yang mengenakan pakaian adat berkeliling atau berjalan dari hulu ke hilir kampung membawa sapu, penanda agar kampung bersih dari segala hal penyakit. Mereka berjalan bolak-balik sebanyak tujuh kali. "Makna embos min adalah membuang segala kesialan dan kejahatan yang ada di dalam kampung," kata Ledjie.

Saat embos min, di Sungai Wahau juga sedang berlangsung seksiang atau ritual perang-perangan. Para pria menggunakan kapal dan tombak yang diambil dari tanaman tepi sungai yang tak membahayakan peserta. Lalu dilanjutkan dengan tarian hudoq, yakni para penari memakai pakaian dari bahan daun pisang dan menggunakan topeng hudoq. Tarian hudoq digelar dari dalam kantor Desa Nehas Liah Bing dan puncaknya di lapangan sepak bola, letaknya tepat di depan kantor desa. Seekor anak ayam dipotong, lalu darahnya diberikan pada topeng hudoq.

"Tarian hudoq merupakan tarian jin yang dapat membantu manusia, yang berasal dari bawah air, dari atas tanah, dan dari kayangan. Tarian tersebut dipercaya dapat menyembuhkan penyakit tertentu serta mendatangkan semangat (roh) padi sehingga, pada musim tanam berikutnya, padi menjadi subur," tutur Ledjie.

Ritual lom plai tahun ini mengundang ratusan tamu dan wisatawan. Ini sejalan dengan langkah warga Desa Nehas Liah Bing yang ingin memadukan ritual ini agar dapat menjadi destinasi wisata nasional, bahkan internasional. Sebetulnya masih ada rangkaian lanjutan lom plai, tapi para tamu atau wisatawan hanya menikmati hingga tarian hudoq berakhir.

Puncak ritual lom plai disebut embos epaq plai atau membuang hampa padi. Warga menuju bagian hulu kampung pada sore hari, lalu berjalan menuju hilir kampung sembari berdoa dalam bentuk nyayian. "Dengan selesainya embos epaq plai ini, selesai juga seluruh rangkaian lom plai atau erau padi. Jadi rangkaiannya panjang, lebih dari sebulan kalau dari awal kita ikuti," ucap Ledjie.

Sapri Maulana (Kutai Timur)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus