Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Situs Gunung Putri, yang dipercayai sebagai taman Nyai Roro Kidul, tak lagi dikunjungi masyarakat.
Situs Gunung Lanang sempat akan diruntuhkan.
Makam Mbah Drajad digusur dan direlokasi ke tempat lain.
PEPOHONAN dan belukar rimbun menutupi Gunung Putri pada Rabu sore, 16 Desember lalu. Dipercayai sebagai taman milik Nyi Roro Kidul alias Ratu Pantai Selatan, situs yang berada di kawasan Bandar Udara Internasional Yogyakarta itu tak terlihat lagi. Hanya dua tiang beton bercat putih penyangga tali kerekan sumur yang tampak dari kejauhan. “Banyak peziarah dulu biasa datang dan mengambil air dari sumur itu,” kata juru kunci situs tersebut, Mas Tumenggung Muhdi, 65 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Muhdi, Gunung Putri—bentuknya seperti bukit pasir—sempat akan diratakan oleh pengelola bandara. Namun buldoser yang akan melibasnya terguling. Muhdi mendengar cerita bahwa operator alat berat itu melihat ada jurang yang dalam. Entah benar entah tidak cerita itu, pengelola bandara akhirnya tak menyentuh lagi Gunung Putri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suprihadi dan Nursyamsi, warga Desa Plumbon, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengaku saban tahun berkunjung ke Gunung Putri. Namun kini mereka hanya bisa menyaksikan samar-samar dari jarak sekitar seratus meter dari pagar kawat bandara. “Sejak ada bandara, belum pernah masuk ke sana lagi,” ujar Nursyamsi.
Di sebelah timur laut Gunung Putri, sekitar 200 meter dari gedung kedatangan penumpang, berdiri situs Gunung Lanang. Tempat ziarah itu juga nyaris diruntuhkan. Namun Muhdi memergoki petugas yang sedang memasang patok untuk membelah kawasan itu. Dia lalu mengingatkan bahwa Gunung Lanang bukan milik penduduk sekitar dan tak boleh dirobohkan.
Gunung Lanang, yang berarti “lelaki”, dipercayai sebagai petilasan Raden Rahmat, yang kelak menjadi Amangkurat II. Dia pendiri sekaligus raja pertama Kasunanan Kartasura. Situs ini berada di luar Bandara Internasional Yogyakarta. Diapit pepohonan tua, tempat ziarah itu berbentuk segi lima dan berada di atas bukit pasir. Di tengahnya berdiri tugu bermahkota kuncup bunga melati.
Peziarah yang datang harus menaiki tujuh anak tangga tanpa alas kaki. Muhdi, yang juga menjaga situs itu, mengatakan tugu tersebut dianggap sebagai pusat bumi Pulau Jawa. Konon, mereka yang tinggal di Banyuwangi, Jawa Timur, bisa melihat tugu tersebut. Menurut Muhdi, banyak pejabat, dari bupati hingga seorang wakil presiden, rutin berkunjung dan berdoa di situ sebelum bandara berdiri. Kini hanya segelintir orang datang ke Gunung Lanang.
Berbeda dengan Gunung Putri dan Lanang, makam Mbah Drajad di Desa Glagah yang dianggap keramat tergusur sudah. Makam Mbah Drajad—dianggap sebagai sesepuh di kawasan itu—lalu direlokasi ke tempat lain. Konon, seusai pemindahan kuburan itu, sejumlah pekerja proyek bandara mengalami kecelakaan, bahkan meninggal. Seorang penduduk yang pindah ke tempat relokasi Palihan dan membuka salon mengaku mendengar cerita itu dari para pekerja proyek yang datang ke salonnya.
Muhdi pernah meminta pengelola bandara mengembalikan makam itu ke tempat aslinya. Namun makam itu tetap digusur. “Makhluk gaib itu ada seperti manusia dan punya tempat tinggal. Kalau tempat rumahnya dirampas, ya, akan melawan juga,” tutur Muhdi.
General Manager PT Angkasa Pura I Bandara Internasional Adisutjipto yang sebelumnya merangkap pelaksana tugas General Manager Bandara Internasional Yogyakarta, Kolonel Penerbang Agus Pandu Purnama, mengatakan Gunung Putri tak bisa lagi disambangi karena berada di dekat landasan bandara. Dia mengklaim pengunjung lebih sering berziarah ke Gunung Lanang. “Kami berusaha merawat situs-situs itu,” kata Pandu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo