Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Taring Celeng di Kandang Banteng

Pengurus PDIP di daerah terbelah mendukung Ganjar Pranowo dan Puan Maharani. Para pendukung saling serang di media sosial.

23 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Bambang Wuryanto menyebut pendukung Ganjar Pranowo sebagai “celeng”.

  • Pengurus PDIP terpecah antara mendukung Puan Maharani dan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden 2024.

  • Pendukung Puan dan Ganjar bentrok di media sosial.

BERKUNJUNG ke Sukoharjo, Jawa Tengah, pada Sabtu, 9 Oktober lalu, Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Bambang Wuryanto mengungkapkan kejengkelannya terhadap pendukung Ganjar Pranowo. Soalnya, mereka terus mendorong Gubernur Jawa Tengah itu menjadi calon presiden dalam pemilihan presiden 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di PDI Perjuangan yang terpusat pada Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum itu belum memutuskan calon presiden yang akan berlaga dalam pemilihan presiden 2024 dari partainya. Bambang pun menyampaikan kejengkelannya kepada para jurnalis dengan menyebut pendukung Ganjar itu sebagai celeng. “Itu adagium di PDIP, yang di luar barisan bukan banteng, tapi celeng,” ujar Bambang kepada Tempo, Kamis, 21 Oktober lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bambang menyatakan ia hanya mengutip pernyataan mantan Ketua Umum Partai Nasional Indonesia (PNI), Sidik Djojosukarto, yang melontarkan istilah yang sama pada 1950-an. Waktu itu, Sidik mengkritik para pencari jabatan dengan sebutan serupa. Bambang pun mengibaratkan binatang bertaring itu sebagai hewan soliter yang mencari makan sendiri.

Baca: Manuver Kubu Puan Menekan Ganjar

Menurut Bambang, celeng bertolak belakang dengan banteng, lambang PNI dan PDI Perjuangan. Banteng, kata dia, hidup dalam barisan yang sama dan taat kepada pemimpinnya. “Mereka yang paham sejarah pasti tahu bahwa sebutan celeng bukan hinaan,” ucapnya. Bambang mengatakan di partainya ada aturan yang harus ditaati, yakni titah ketua umum.

Ucapan Bambang terlontar setelah pengurus cabang PDI Perjuangan mendeklarasikan Ganjar sebagai calon presiden 2024. Pada 25 September lalu, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Cabang PDIP Purworejo Albertus Sumbogo ikut meramaikannya dengan deklarasi di sebuah rumah makan. Ia menjadi Ketua Sekretariat Nasional Ganjar Indonesia Purworejo. “Saya mendukung Pak Ganjar sebagai pribadi, bukan partai. Ganjar harus kami perjuangkan agar bisa menjadi pengganti Presiden Joko Widodo,” kata Sumbogo kala itu.

Buntut pernyataannya itu, ia dipanggil oleh Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan Bidang Kehormatan Komaruddin Watubun pada Jumat, 15 Oktober lalu. Sumbogo menyatakan siap menerima sanksi, bahkan dipecat, jika dukungan kepada Ganjar tersebut dianggap pelanggaran. Adapun Bambang Wuryanto mengaku melaporkan acara di Purworejo itu kepada Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.

Kisruh di PDIP soal calon presiden yang akan diajukan bukan kali ini saja terjadi. Menjelang akhir Mei lalu, terjadi perseteruan antara pendukung Puan Maharani dan Ganjar Pranowo. Saat itu, Bambang Wuryanto, yang juga menjabat Ketua Dewan Pengurus Daerah PDIP Jawa Tengah, tidak mengundang Ganjar ke rapat konsolidasi yang dihadiri anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah dan kepala daerah.

Bambang menyatakan usulan tidak mengundang Ganjar diajukan oleh para pengurus PDIP provinsi itu. “Ketika saya serahkan ke peserta, mereka sepakat tak mengundang Ganjar,” ujar Bambang. “Jadi bukan saya yang mengatur.” Belakangan, Bambang mengatakan Ganjar tidak diundang karena terlalu sibuk mempersiapkan pencalonan presiden.

Baca: Panas-Dingin Hubungan Puan Maharani-Ganjar Pranowo

Setelah kegaduhan itu, pada 11 Agustus lalu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengeluarkan instruksi. Isinya, melarang semua pengurus partai dari tingkat pusat hingga bawah, anggota Dewan, dan para kepala daerah memberikan tanggapan soal calon presiden dan wakil presiden dari partainya. PDIP akan menjatuhkan sanksi kepada siapa saja yang melanggar instruksi itu.

Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Program Pemerintahan PDIP Arief Wibowo mengatakan instruksi itu terbit karena kesolidan partai terganggu. Di sisi lain, PDIP berambisi memenangi pemilihan umum tiga kali berturut-turut. “Situasi di lapangan tidak menguntungkan kami,” kata Arief. “Konflik akan melemahkan konsolidasi.”

Menurut dia, semua kader seharusnya mafhum bahwa keputusan soal calon presiden ada di tangan Megawati. Arief belum bisa memastikan kapan Megawati memilih calon presiden. Ia pun tak mengetahui apakah rapat kerja nasional partai mendatang akan membahas soal persiapan 2024. Dengan perolehan suara 18,95 persen dalam Pemilu 2019, PDIP menjadi satu-satunya partai yang bisa mengajukan calon presiden sendiri, tanpa harus berkoalisi dengan partai lain.

Dua pengurus pusat PDIP bercerita bahwa terjadi perpecahan di kalangan pengurus partai dalam dukung-dukung calon presiden ini. Sebagian pengurus mendukung Ganjar Pranowo meski tidak terang-terangan. Faktor elektabilitas Ganjar yang paling tinggi di antara kader PDIP membuat mereka lebih menjagokan Ketua Umum Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada itu.

Ada pula yang menjagokan Puan Maharani, anak Megawati yang kini menjabat Ketua DPR. Apalagi Puan adalah cucu presiden pertama Sukarno, magnet suara PDIP. Namun Arief Wibowo membantah kabar tersebut. Ia mengklaim pengurus partai tetap solid. “Kami menunggu keputusan Ketua Umum,” ucapnya.

Instruksi Megawati nyatanya diabaikan oleh mereka yang berada di luar partai. Secara terbuka, pendukung Ganjar dan Puan makin gencar menyatakan dukungan kepada jagoan masing-masing. Pada Jumat, 22 Oktober lalu, misalnya, pengurus Gema Perjuangan Maharani Nusantara (GPMN) Jawa Timur mengukuhkan organ relawan Puan itu di Kabupaten Jember.

Pengurus Srikandi GPMN, Sarinah GPMN, dan Garda GPMN, sayap organisasi GPMN, hadir dalam pertemuan tersebut. “Kami berkonsolidasi,” kata Ketua GPMN Jawa Timur Marsiswo Dirgantoro. Marsiswo mengakui rivalitas dengan kubu Ganjar makin terasa sejak ramai isu banteng—yang merepresentasikan Puan—melawan celeng, kelompok pendukung Ganjar.

Baca: Gerakan Sukarelawan Pendukung Puan Maharani yang Didukung Keluarga Taufiq Kiemas

Dalam enam bulan terakhir, GPMN gencar mengkampanyekan Puan secara langsung ataupun melalui media sosial. Menurut Marsiswo, pengurus GPMN kian pede mengawal pencalonan Puan setelah 38 pengurus cabang PDIP Jawa Timur bulat mengusulkannya sebagai calon presiden dalam rapat kerja daerah pada 21 Juni lalu.

Sekretaris PDIP Jawa Timur Sri Untari Bisowarno tak mempersoalkan elektabilitas Puan masih rendah. Sejumlah hasil survei menempatkan tingkat keterpilihan mantan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan itu tak sampai 3 persen. “Elektabilitas Eri Cahyadi saat menjadi calon Wali Kota Surabaya juga rendah awalnya, tapi akhirnya menang,” tutur Untari.

Baca Opini Tempo: Hikmah Persaingan Puan dan Ganjar

Di media sosial, benturan antara pendukung Puan dan Ganjar pun terjadi. Pendiri Drone Emprit, situs pemantau media sosial, Ismail Fahmi, mengatakan dua kubu saling serang dalam isu tertentu, seperti tidak diundangnya Ganjar dalam rapat konsolidasi PDIP Jawa Tengah. “Memang keduanya saling menyerang,” ujar Fahmi.

Menurut dia, pendukung Puan dan Ganjar terbilang solid. Mayoritas pendukung Ganjar adalah pendukung Presiden Joko Widodo. Khusus untuk Puan, kata Fahmi, para pendukungnya lebih sering membagikan catatan positif tentang Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu.

Sekretaris Fraksi PDIP Bambang Wuryanto membantah kabar bahwa Puan Maharani memiliki tim media sosial. “Itu hanya relawan kecil-kecilan,” ucapnya. Sedangkan Ketua Fraksi PDIP Utut Adianto mengatakan Puan sama sekali tidak berkampanye. “Mbak Puan lebih memilih bekerja dalam diam,” ujarnya.

DEVY ERNIS, RAYMUNDUS RIKANG, KUKUH S. WIBOWO (SURABAYA)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Stefanus Pramono

Stefanus Pramono

Bekerja di Tempo sejak November 2005, alumni IISIP Jakarta ini menjadi Redaktur Pelaksana Politik dan Hukum. Pernah meliput perang di Suriah dan terlibat dalam sejumlah investigasi lintas negara seperti perdagangan manusia dan Panama Papers. Meraih Kate Webb Prize 2013, penghargaan untuk jurnalis di daerah konflik, serta Adinegoro 2016 dan 2019.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus