Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Harga telur yang jeblok bukan satu-satunya sumber krisis di tubuh peternakan ayam petelur mandiri.
Hasil audiensi Presiden dan peternak tak terealisasi di lapangan.
Data pemerintah tentang stok jagung untuk kebutuhan pakan tak sinkron.
SUROTO mencoreti satu per satu unggas peliharaannya menggunakan spidol. Ayam-ayam yang menghasilkan telur kurang dari empat butir, apalagi yang tidak ngendog sama sekali, diberi tanda. Ayam yang terseleksi itu akan segera dilepas. "Dijual murah ke pedagang sebagai ayam afkir," ujar Suroto, Jumat, 22 Oktober lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peternak ayam layer alias petelur asal Desa Suruhwadang, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, itu berniat terus mengurangi jumlah ayam di kandangnya yang saat ini masih 4.000-an ekor. Tujuannya: memangkas kerugian, cut loss. Harga telur yang anjlok empat bulan terakhir membuat peternak rakyat tak mampu membeli pakan dalam jumlah banyak. Apalagi harga pakan ayam tengah melambung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Jumat sore itu, harga telur di tingkat peternak di Blitar hanya Rp 14.200-14.500 per kilogram. Harga ini sebenarnya sudah lebih tinggi ketimbang sebelumnya yang cuma berkisar Rp 13 ribu. Masalahnya, nilai tersebut jauh di bawah ketentuan. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen mengatur harga telur ayam ras di tingkat peternak semestinya Rp 19-21 ribu per kilogram.
Adapun harga jagung—bahan utama pakan ternak—yang biasanya Rp 4.500 per kilogram melonjak menjadi hampir Rp 6.000. Walhasil, biaya produksi telur meroket mencapai Rp 20-21 ribu per kilogram. "Kalau telur kami hanya laku Rp 13 ribu, artinya kami merugi Rp 7.000-8.000 per kilogram," kata Yesi Yuni, peternak ayam layer lain yang juga dari Blitar. "Uang hasil penjualan telur enggak cukup untuk beli pakan."
Presiden Joko Widodo menerima perwakilan peternak ayam di Istana Negara, Jakarta, pada 15 September 2021. presidenri.go.id
Dua masalah utama itulah yang mendorong para peternak ayam petelur dari berbagai sentra produksi di Indonesia menggelar serentetan unjuk rasa di Jakarta pada 11 Oktober lalu. Diboyong 20 unit bus, mereka mendatangi Istana Negara, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Sosial, Dewan Perwakilan Rakyat, juga kantor pusat dua perusahaan unggas terintegrasi terbesar di Indonesia, yakni PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. "Para peternak door to door, mengetuk pintu satu per satu, karena penyelesaian dari pemerintah tidak terintegrasi," tutur Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia Singgih Januratmoko.
Menurut Yesi, yang juga pengurus Paguyuban Peternak Rakyat Nasional, dalam demonstrasi 11 Oktober lalu, para peternak mempertanyakan ketersediaan jagung yang seolah-olah hilang dari pasar. Padahal Kementerian Pertanian menyatakan produksi tahun ini surplus hingga 2,3 juta ton.
Mereka juga meminta bantuan pemerintah agar telur ayam dari peternakan rakyat terserap, misalnya untuk bantuan sosial atau Program Keluarga Harapan. Charoen dan Japfa juga diminta berkontribusi mengambil telur peternak mandiri agar harga bahan pangan strategis ini tak terus jeblok.
Tingkat konsumsi telur memang merosot tajam selama masa pandemi Covid-19. Asosiasi Peternak Layer Nasional mencatat permintaan telur ayam ras susut hingga 40 persen sejak pemerintah memberlakukan kebijakan pembatasan sosial yang melumpuhkan hampir semua sektor usaha.
Peternak ayam petelur hanya mengandalkan konsumsi rumah tangga, juga usaha rumahan seperti katering dan pembuatan kue, yang porsinya relatif kecil. Pengguna terbesar, dari restoran, kafe, hingga warung tegal, belum menggeliat. Padahal jumlah produksi telur nasional mencapai 12 ribu ton per hari. "Selama penggeraknya hanya konsumsi rumah tangga, harga telur akan tetap seperti ini," ucap Ketua Umum Asosiasi Peternak Layer Nasional Ki Musbar Mesdi.
•••
STOK jagung peternak rakyat semestinya aman. Sebab, pemerintah telah berkomitmen memberikan suplai sebanyak 30 ribu ton khusus buat tiga sentra utama telur, yakni Blitar, Kendal, dan Lampung Selatan. Presiden Joko Widodo melontarkan janji itu saat menggelar audiensi dengan 15 perwakilan peternak dari berbagai daerah di Indonesia. Suroto salah satu yang diundang ke Istana Negara di Jakarta, 15 September lalu.
Audiensi ini adalah buah dari kenekatan Suroto sepekan sebelumnya. Dia membentangkan karton putih dan berteriak memanggil nama Jokowi yang tengah melintas di Jalan Mohammad Hatta, Kota Blitar, 7 September lalu.
Pada sore itu, Jokowi baru saja meninjau pelaksanaan vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat di Pusat Informasi Pariwisata dan Perdagangan. "Pak Jokowi, bantu peternak beli jagung dengan harga wajar!" begitu isi poster yang dibentangkan Suroto. Kebetulan Jokowi sedang membuka kaca jendela belakang mobilnya untuk menyapa warga yang berada di pinggir jalan.
Para peternak ayam petelur saat melukakan audiensi dengan Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementrian Pertanian, Bambang Pamuji, pada 21 Okt 2021. Dok. Paguyuban Peternak Ayam Petelur
Suroto nekat lantaran para peternak telah menyampaikan masalah harga pakan ini ke berbagai instansi pemerintah di daerah hingga pusat. Tapi masalah yang menggencet peternak seiring dengan amblesnya harga telur ayam beberapa bulan terakhir itu tak kunjung redam.
Undangan ke Jakarta datang beberapa hari kemudian. Seseorang memasukkan nomor telepon Suroto ke grup aplikasi pesan instan WhatsApp “Audiensi dengan Presiden”. Grup yang semula berisi delapan akun bertambah menjadi 15 menjelang keberangkatan. Selain Suroto, Ketua Koperasi Putera Blitar Sukarman dan Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara Rofi Yasifun diundang untuk mewakili peternak ayam mandiri dari Jawa Timur. Mereka bergabung dengan perwakilan peternak rakyat dari daerah lain, seperti Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Barat.
Suroto bercerita, dalam pertemuan 15 September lalu, Presiden didampingi Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, yang sekaligus menjadi moderator. “Di situ Pak Jokowi nanya, ‘Peternak maunya apa?’” kata Suroto. "Saya bilang, ‘Tolong (kendalikan) harga jagung supaya peternak bisa membeli (pakan) dengan harga wajar’.”
Harga wajar yang dimaksud Suroto adalah sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020. "Berarti Rp 4.500 per kilogram, ya?" tutur Suroto menirukan pertanyaan Jokowi. Mendadak sontak para peternak menjawab kompak: "Iya kalau bisa."
Tanpa berdiskusi dengan kedua menteri yang mendampingi, Jokowi langsung menebar janji. "Ini saya sediakan 30 ribu ton. Tolong Pak Menteri, ini dikerjakan. Pak Lutfi, ya, Pak Yasin, tolong, ya."
Menurut Suroto, Menteri Syahrul Yasin Limpo saat itu langsung menyanggupi perintah Jokowi. Dia bahkan membeberkan data Kementerian Pertanian yang mencatat stok jagung tahun ini surplus 2,3 juta ton. Mendengar hal itu, para peternak lega, yakin masalah harga pakan segera berakhir. "Tersedia di gudang 884 ribu ton. Kalau diambil 30 ribu saja kan enteng sekali. Masih sisa banyak," ujar Suroto.
Adapun Kementerian Perdagangan akan menanggung selisih harga sekitar Rp 1.500 per kilogram. Dengan begitu, peternak bisa membeli jagung tetap di harga acuan Rp 4.500 per kilogram. Menteri Lutfi menyiapkan anggaran Rp 45 miliar untuk subsidi, yang akan dialokasikan dari dana cadangan stabilitas harga pangan yang tersedia Rp 1,5 triliun.
Para peternak membawa pulang janji itu ke daerah masing-masing. Mereka pikir instruksi Presiden kepada menterinya bakal cespleng mengatasi masalah peternak ayam mandiri. Perkiraan mereka ternyata meleset.
•••
TENSI pertemuan peternak ayam layer dan pejabat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian di Jakarta, Kamis, 21 Oktober lalu, meninggi. Pada siang itu, para peternak mendapat undangan dari Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi untuk membahas masalah jagung pakan ternak.
Beberapa hari sebelumnya, mereka menggelar demonstrasi di kantor Badan Urusan Logistik Tulungagung, Jawa Timur, untuk menagih janji pemerintah menyediakan jagung dengan harga wajar. "Kami butuh jagung segera" demikian tulisan pada spanduk yang mereka bawa saat itu. Unjuk rasa dengan tuntutan serupa digelar peternak layer Kendal, Jawa Tengah, di kantor Bulog setempat.
Setiba di Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, para peternak diterima Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Bambang Pamuji. Dialog yang semula adem berubah menjadi panas. Para peternak marah. "Ada pertanyaan yang bikin kami tersinggung. Kami ditanya, kemarin demo 11 Oktober suruhan siapa?" kata Yesi Yuni, yang hadir dalam pertemuan itu. Ada peternak yang sampai menggebrak meja. "Tidak ada yang menyuruh kami. Hati nurani kami yang menggerakkan."
Sebenarnya, menurut Yesi, kedatangan peternak ke kantor Kementerian Pertanian sekaligus bertujuan menagih 30 ribu ton jagung yang dijanjikan Presiden Joko Widodo dalam pertemuan 15 September lalu. Dari jumlah itu, Blitar bakal kebagian separuhnya, yakni 15 ribu ton, sesuai dengan hasil rapat antara Bulog, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian. Rencananya, pasokan ini didistribusikan dalam tiga tahap selama tiga bulan. Artinya, akan ada suplai 5.000 ton per bulan ke Blitar saja.
Tapi, sebulan lebih berlalu sejak peternak diundang ke Istana pada 15 September, para peternak di Blitar baru menerima 900 ton, Malang 50 ton, dan Tulungagung 50 ton. Totalnya, Jawa Timur hanya mendapat tambahan pasokan 1.000 ton. Sedangkan dua daerah lain, yakni Jawa Tengah lewat Koperasi Kendal dan Lampung Selatan mendapat total 1.500 ton. Dengan begitu, secara keseluruhan, pengiriman tahap pertama hanya membawa 2.500 ton. Realisasi tahap berikutnya pun tak jelas kapan dimulai. Inilah yang dipertanyakan para peternak.
Menurut Suroto, di Blitar, jagung dibagikan kepada peternak anggota koperasi. Yang menjadi prioritas adalah peternak dengan populasi ayam 20 ribu ekor ke bawah. "Ini kelompok peternak yang bener-bener sudah bangkrut. Ayamnya habis dijual untuk menekan ongkos pakan."
Kementerian Pertanian, dalam pertemuan, Kamis, 21 Oktober lalu, berusaha meyakinkan peternak bahwa jagung tersedia. Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Bambang Pamuji, menurut Yesi, menelepon Dinas Pertanian Grobogan, Jawa Tengah, yang menyatakan jagung ada. Yesi pun bertanya-tanya. "Sebelum berangkat ke Jakarta, kami ke Grobogan dulu. Di sana jagung tidak ada. Tapi mereka mengklaim ada," tuturnya.
Menurut Yesi, stok memang masih tersedia di daerah sentra produksi jagung, tapi jumlahnya tidak banyak. "Itu pun sudah diserap habis. Jadi sudah punya orang. Untuk kami sudah enggak ada," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Lutfi juga dicecar masalah jagung pakan ternak ketika mengikuti rapat kerja dengan Komisi Pertanian DPR, 21 September lalu. Lutfi blakblakan menyatakan barang memang tidak ada. "Jangan ngomong jutaan, 7.000 (ton) aja enggak ada buat kebutuhan satu bulan di Blitar," kata Lutfi menjawab anggota Komisi Pertanian, Mufti Anam.
Menurut Lutfi, jika stok jagung memang ada, tidak mungkin harga bisa meroket seperti sekarang. "Saya tidak mau menunjuk-nunjuk. Tapi kalau benar kita punya 2 juta ton, apa mungkin harga (yang dibatasi) Rp 4.500 bisa menjadi Rp 6.100?” ucapnya.
Lutfi menyatakan, sehari setelah audiensi Presiden dengan peternak pada 15 September lalu, Kementerian Perdagangan menulis surat kepada Kementerian Pertanian. "Tunjukkan di mana barangnya, kami tanggung jawab anggaran subsidinya. Di mana pun barangnya, mau lokal, mau impor," tutur Lutfi memaparkan kembali komitmennya.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi tak merespons permintaan konfirmasi Tempo. Demikian pula Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Bambang Pamuji. Adapun Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasrullah menjawab singkat. "Peternakan tidak ada masalah, produksi cukup. Soal jagung bisa ditanyakan ke Ditjen Tanaman Pangan," ujarnya, Rabu, 20 Oktober lalu.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebelumnya mengungkapkan tiga langkah strategis untuk memenuhi kebutuhan jagung pakan ternak. Pertama, produktivitas perlu ditingkatkan hingga melampaui target saat ini. Kedua, kegiatan pascapanen perlu dikelola sampai proses pengemasan. Ketiga, akses pasar lokal dan nasional dibuka. "Ketiga strategi itu arahan langsung dari Presiden. Kementerian Pertanian siap melaksanakan," ucapnya dalam keterangan kepada media seusai rapat terbatas dengan Presiden, 6 Oktober lalu.
Ke depan, pemerintah berencana mengembangkan industri telur ayam untuk mengantisipasi peningkatan produksi. Pemerintah juga berniat membangun sentra produksi jagung besar-besaran di Blitar, Kendal, dan Lampung Selatan sebagai basis utama peternakan mandiri.
Sementara itu, dialog para peternak dan Bambang Pamuji tadi tak mencapai titik temu. Kedua pihak hanya meneken pernyataan bersama di atas kertas bermeterai bahwa Direktorat Jenderal Tanaman Pangan akan memberikan data ketersediaan jagung untuk memenuhi kekurangan pasokan sebanyak 27.500 ton—dari total yang dijanjikan Presiden Jokowi 30 ribu ton. Peternak memberi waktu 7 x 24 jam atau hingga 28 Oktober 2021, Kamis pekan ini.
Adapun masalah anjloknya harga telur akan diurai dengan penyerapan oleh berbagai instansi. Rapat koordinasi teknis tingkat eselon I di Kementerian Koordinator Perekonomian, 11 Oktober lalu, memutuskan aksi solidaritas pembelian telur ayam ras digelar dengan melibatkan semua kementerian dan lembaga untuk mendongkrak harga. Sejauh ini, Dinas Perdagangan telah bergerak membeli telur peternak rakyat. "Kecil. Bansos di lingkup internal Kemendag," kata Menteri Lutfi.
Pemerintah memerintahkan perusahaan negara, PT Berdikari (Persero), menyerap telur peternak rakyat. Kementerian Perdagangan pun meminta Charoen dan Japfa melakukan hal serupa. Japfa, menurut Direktur Corporate Affairs Rachmat Indrajaya, akan menyerap produk telur ayam peternak di wilayah operasional perusahaan, yakni di Sragen, Grobogan, Sidoarjo, Lampung Selatan, Makassar, Cirebon, Tangerang, Banjarmasin, Medan, dan Padang.
Ketua Koperasi Unggas Sejahtera Kendal Suwardi mengungkapkan, penyerapan oleh perusahaan pelat merah dan swasta telah dimulai. Charoen, dia mencontohkan, telah menyerap 5 ton telur ayam. Adapun serapan Berdikari 5 ton dan PT Sido Agung 5 ton.
Di Blitar, menurut Yesi, Berdikari dan Charoen juga menyerap masing-masing satu rit atau 5 ton. Berdikari mengambil sebagian telur dari peternakan Yesi. "Kuota sedikit. Dibagi ramai-ramai. Saya kebagian 570 kilogram," ujarnya. Bantuan penyerapan telur ayam ini diperkirakan masih jauh dari produksi nasional yang mencapai 12 ribu ton. Lagi-lagi hanya solusi jangka pendek yang tersedia.
Terdapat perubahan pada paragraf 9 artikel ini. Sebelumnya disebutkan produksi telur ayam nasional mencapai 12 ribu ton setahun, yang benar per hari.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo