Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sampah Presto dari Tangerang

Aroma sampah olahan seperti kopi robusta.

8 Oktober 2016 | 00.00 WIB

sampah
Perbesar
sampah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Di Tangerang, 3,15 juta penduduknya menghasilkan 1.800 ton sampah setiap hari. Hanya 800 ton yang bisa diangkut ke tempat pembuangan. Sisanya teronggok di mana-mana. "Padahal petugas sudah mengangkutnya setiap hari tanpa libur," kata Bupati Ahmed Zaki Iskandar, kemarin.

Tempat pembuangan sampah akhir Jatiwaringin milik pemerintah luasnya 20 hektare. Zaki memperkirakan, dalam lima tahun, tempat itu tak lagi bisa menampung sampah yang dihasilkan orang Tangerang yang kian bertambah. "Bayangkan, kita akan dikepung sampah," kata Zaki.

Ia mengaku sudah berkeliling ke banyak tempat untuk mencari teknologi pengolahan sampah yang tepat untuk kabupatennya. Dan, ia menemukannya justru di daerah yang ia pimpin: kawasan Summarecon Serpong di Kampung Carang Pulang, Kecamatan Pagedangan.

Pengembang properti itu membuat pengolahan sampah presto dengan menggandeng PT Shinko Teknik Indonesia pada 2014. Bermodal Rp 25 miliar, mereka membuat satu pengolah sampah berkapasitas 25 ton per hari. Hasil pengolahannya berupa biomasa padat, seperti batu bara dengan nilai kalori setara dengan 5.000 kilokalori per kilogram, tanpa limbah hasil pengolahan sedikit pun.

Menurut Direktur PT Shinko Bayu Indrawan, biomasa itu merupakan bahan bakar terbarukan yang bisa dipakai untuk menghasilkan listrik. PT Shinko memanfaatkannya untuk kembali mengolah sampah. "Sekitar 30-40 persen kembali digunakan untuk mengolah sampah, sisanya bisa dijual," kata Bayu.

Sejauh ini, sisa biomasa yang dihasilkan pengolah sampah masih dikonsumsi oleh PT Summarecon untuk bahan bakar di perumahan. "Masih untuk kepentingan sendiri," kata Direktur Eksekutif Summarecon Serpong, Magdalena Juliani.

Teknik pengolahan sampah ini sederhana. Semua jenis sampah dimasukkan ke dalam "reaktor" itu untuk digiling. Hasilnya, yang berupa bubur, kemudian dikeringkan menjadi serpihan palet. Menurut Bayu, semua sampah diolah tanpa ditimbun lebih dulu, sehingga tak memerlukan tempat penampungan.

Bupati Ahmed Zaki saat datang menengok dua hari lalu tercengang karena tak ada bau dari tempat penggilingan sampah itu. "Aromanya malah seperti kopi robusta," kata dia. Ia tertarik mengembangkan mesin serupa untuk mengolah sampah di Tangerang memakai teknologi hidrotermal ini. Menurut dia, pengolah sampah dengan teknologi ini baru ada satu di Indonesia, yakni di Summarecon.

PT Shinko, kata Bayu, sedang mengembangkan pengolah sampah itu dengan meningkatkan kapasitasnya agar bisa dipakai untuk pembangkit listrik. Dalam hitungan awal, energi listrik 1 megawatt dihasilkan oleh 100 ton sampah.

Pengolah sampah yang sudah dipakai saat ini bisa memproduksi 7-8 ton sampah per 1,5 jam. Dengan demikian, untuk mengolah 25 ton sampah per hari, mesin mesti menyala selama delapan jam. Ada 18 orang pekerja yang mengoperasikan mesin itu di area pengolahan sampah seluas 1.500 meter persegi dengan luas lahan 5.000 meter persegi.

Sampah-sampah yang digiling di sini berasal dari perumahan Summarecon, mal, dan fasilitas umum. Sampah langsung diolah di mesin begitu truk sampah tiba. Setelah digiling selama setengah jam, palet yang keluar akan dikeringkan selama dua hari di rumah kaca agar kadar airnya di bawah 20 persen.

Ahmed Zaki akan mengupayakan penggunaan mesin ini dalam pengolahan runtah di kabupaten, juga di wilayah sekitarnya. Apalagi Kota Tangerang ditunjuk pemerintah pusat sebagai satu di antara tujuh kota yang masuk program percepatan pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah. Kota lainnya adalah Jakarta, Bandung, Makassar, Surabaya, Surakarta, dan Semarang. L


Bakar Vs Uap

Presiden Joko Widodo pernah meminta para ahli segera mencari solusi untuk mengolah sampah. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi pada Februari lalu menyatakan solusi tercepat adalah membakarnya. Masalahnya, tungku pembakar melepaskan gas berbahaya jika suhunya di bawah 1.000 derajat Celsius. Dan, biayanya mahal. Untuk membakar 1.000 ton sampah, biaya membangun tungkunya Rp 1,3 triliun.

Selain itu, belum ada batas emisi dari pembakaran sampah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan baru menetapkan kadar gas beracun maksimal untuk insinerator rumah sakit atau limbah B3. Karena itu, menurut Direktur PT Shinko Indonesia Bayu Indrawan, hidrotermal jauh lebih cocok. "Sampah di Indonesia itu mengandung 70 persen air, sehingga jika dibakar suhunya kurang dari 1.000 derajat," kata dia.

Dengan hidrotermal, tidak ada pembakaran langsung. Yang dipakai adalah uap. "Biaya juga jauh lebih murah," kata dia.

Mengolah sampah dengan uap:
Sampah dimasukkan ke dalam reaktor uap bertekanan tinggi dengan suhu 200-250 derajat Celsius selama 30-60 menit.
Pisau mesin akan mencacah seluruh sampah selama 10-30 menit. Tujuannya, sampah tercampur dan menyatu.
Mesin hidrotermal mengekstraksi uap dengan kadar air kurang-lebih sama dengan bahan baku yang dibuang.
Sampah dikeringkan secara alami menggunakan udara selama 1-3 hari.
Produk yang dihasilkan mesin ini berupa bahan bakar padat seperti batu bara, pupuk padat dan cair, serta pakan ternak.

Bahan baku:

Sampah perkotaan

Endapan kotoran

Residu makanan

Kotoran hewan

Sampah organik

Penguapan

Pupuk cair/padat

Pakan ternak

Mesin uap

PengembunanSumber: wawancara Bayu Indrawan | Ayu Cipta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus