Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEHADIRAN Joko Widodo di ruang VVIP Bandar Udara Abdurrahman Saleh, Malang, Jawa Timur, pada pagi 12 Maret 2014 itu mengagetkan anggota rombongan Megawati Soekarnoputri. Soalnya, nama Gubernur DKI Jakarta itu tak masuk manifes penumpang. Namanya juga tak tertera dalam daftar rombongan ziarah ke makam Bung Karno di Blitar.
Namun, begitu melihat senyum Megawati melebar ketika melihat Jokowi, anggota rombongan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menangkap isyarat. Apalagi Megawati kemudian meminta Jokowi duduk di baris belakang mobilnya. Menurut Bambang Wuryanto, Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDIP, Jokowi sengaja "disembunyikan" demi menghindari spekulasi. Dua hari kemudian, Megawati baru menandatangani surat mandat pencalonan Jokowi.
Menurut Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo, ziarah ke makam proklamator itu merupakan bagian dari prosesi menyiapkan Jokowi. Tujuannya adalah menguji apakah Jokowi lulus secara ideologis. "Ini berhubungan dengan keinginan Ibu Megawati agar ada momentum regenerasi ideologis pada 2014," katanya.
Selain itu, Megawati membentuk tim setelah Rapat Kerja Nasional PDIP di Ancol, September tahun lalu. Tugasnya menyiapkan calon presiden. Mereka bekerja secara rahasia, termasuk dari kebanyakan pengurus partai itu. Hanya segelintir elite banteng yang tahu. Mereka berkomunikasi langsung dengan Megawati.
Di luar tim itu, Megawati menugasi beberapa politikus senior PDIP menguji Jokowi dari berbagai segi. Bukan hanya sisi ideologis, melainkan juga hal-hal yang lebih praktis. Mereka juga membuat simulasi untuk memastikan peningkatan popularitas Jokowi bukan sementara. Demi menguji loyalitas, ia disodori informasi "rahasia". Jika bocor, gagallah Jokowi melewati ujian ini. Ternyata ia lolos.
Megawati sebenarnya sempat ragu terhadap Jokowi. Ia dikenalkan dengan pengusaha mebel dari Solo ini oleh F.X. Hadi Rudyatmo, pemimpin PDIP di kota itu. Rudy mengajak Jokowi ke rumah Megawati di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, pada suatu hari di tahun 2005. Saat itu, Rudy sedang meminta rekomendasi pencalonannya sebagai Wakil Wali Kota Solo. Rudy menyebut Jokowi sebagai calon wali kotanya.
Jokowi yang pendiam, dengan gaya bicara halus dan tubuh kurus, tak meyakinkan Megawati. Apalagi Jokowi baru kali itu terjun ke dunia politik. Lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada itu dianggap tak cukup berwibawa mendampingi Rudy guna memenangi pemilihan. Rudy sempat diminta mencari calon lain. "Saya menolak, dan akhirnya terbukti kami menang," ujar Rudy.
Lima tahun bersama Rudy, komunikasi politik Jokowi dengan Megawati kian membaik. Setiap ada acara di Solo, Jokowi mendampingi Rudy menjamu Megawati. Kinerja baik Jokowi sebagai Wali Kota Solo pun masuk catatan Megawati. Hal itu membuat mulus keluarnya surat rekomendasi pencalonan Jokowi-Rudy untuk pemilihan periode kedua.
Pada 2012, ketika popularitasnya semakin meningkat, Jokowi diminta Megawati mengikuti pemilihan Gubernur Jakarta. Jokowi dinilai bisa menandingi Fauzi Bowo, calon inkumben yang sempat mengantongi dukungan dari sejumlah pengurus PDIP.
Megawati mengklaim telah memantau Jokowi sejak ia memimpin Solo. Terutama setelah lelaki 53 tahun itu mengubah kultur pemerintahan menjadi lebih pro-rakyat kecil. Juga ketika gaya kepemimpinan itu diterapkan di Jakarta. "Jokowi populer bukan karena keinginan mencari popularitas, tapi karena gaya kepemimpinan dan hasil kerja kerasnya. Wajar jika kemudian ia menjadi contoh di berbagai daerah," kata Megawati.
Sebenarnya bukan hanya Jokowi. Sejumlah kader PDIP yang menjadi kepala daerah juga masuk pemantauan Megawati. Ketika dibandingkan guna menentukan calon presiden, Jokowi menempati peringkat tertinggi. "Yang dicari bukan sekadar presiden, tapi pemimpin. Sosok yang punya mata hati, mengayomi, adil, dan jujur. Itu figur yang saya cari," ujar Megawati.
Sadar dengan jam terbang Jokowi yang masih hijau, Megawati meminta Jokowi banyak terlibat dalam berbagai forum diskusi. Pembicaraan informal beragam topik digelar tiap saat. Semula digelar di kediaman Megawati, pada jam-jam makan. Waktunya tak tentu. Bisa pagi, siang, atau malam. Pesertanya dari akademikus hingga para diplomat. Belakangan, diskusi digelar di tempat yang lain.
Jokowi mengatakan Megawati menyiapkan regenerasi kepemimpinan dengan damai. Ia menganggap Megawati "guru besar politik"-nya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo