Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tahun 2007 adalah tahun film horor. Tapi, alhamdulillah, ada seseorang bernama Deddy Mizwar yang menyelamatkan film Indonesia dari kebodohan. Jika majalah ini memilih Nagabonar Jadi 2 sebagai Film Terbaik 2007, tentu ini bukan sebuah ekspresi kejengkelan terhadap euforia film horor yang mengejek intelektualitas penonton, tetapi karena memang film ini memang tampil sebagai film terbaik tahun ini.
Film ini kami pilih di antara lima film lainnya (Kala, 3 Hari untuk Selamanya, the Photograph, Get Married, Maaf Saya Menghamili Istri Anda) karena memenuhi segala persyaratan sebuah film dengan tema menarik (persoalan generasi dan nasionalisme); memberi pernyataan yang jelas; menyajikan karakter yang berkembang; dan menampilkan dialog yang menyentuh sekaligus jenaka.
Selain kelebihannya dari sisi kualitas, film Nagabonar Jadi 2 berhasil meraih 1,4 juta penonton. Film Nagabonar Jadi 2 membuktikan bahwa film berkualitas dan serius juga berhasil menarik penonton. Bioskop Planet Hollywood 21, umpamanya, memutar Nagabonar Jadi 2 selama 76 hari, lebih lama dibandingkan pemutaran oleh sinepleks lain yang rata-rata berkisar 60-65 hari. "Jadi, tak benar kalau film yang sarat pesan itu pasti tak laku di pasar. Terbukti Nagabonar Jadi 2 bisa menggabungkan dua faktor tersebut," ujar produser Mira Lesmana.
Di era penonton ADD (attention deficit disorder)-ini istilah kami bagi penonton yang ogah mikir dengan kemampuan memberi atensi yang minim-tentu saja film-film yang serius seperti The Photograph atau Kala dianggap rada berabe bagi kantong produser. Tetapi film-film itu harus tetap diproduksi untuk mengimbangi euforia film-film horor. Dan juga karena pada akhirnya harus diingat: film adalah sebuah medium untuk bercerita, bukan hanya untuk mencari duit.
Syahdan, tahun ini, Deddy Mizwar, melalui Nagabonar Jadi 2, yang kami anggap berhasil bercerita dengan sederhana. Dan itu sebuah keahlian yang tampaknya masih harus dipelajari para sineas Indonesia secara umum.
Lahir di Jakarta pada 5 Maret 1955, di antara deretan aktor/sutradara yang tersisa, Deddy Mizwar adalah yang paling produktif di televisi dan layar lebar. Penghargaan juga bukan sesuatu yang baru baginya. Sejak 1982, Deddy sudah tampil dalam 25 buah film, tiga di antaranya yang disutradarainya sendiri.
Dalam rentang waktu seperempat abad itu, Deddy sudah meraih lima piala citra FFI (Festival Film Indonesia) baik sebagai Aktor Terbaik maupun sebagai Aktor Pendukung Terbaik. Ini belum termasuk berbagai penghargaan di berbagai festival film lain.
Penghargaan sebagai Aktor Terbaik 2007 tentu saja bukan sesuatu yang baru bagi Deddy. Yang membedakannya adalah dirinya dan film Nagabonar Jadi 2 terpilih di saat warga film masih belum selesai dengan ribut-ributnya sejak setahun silam.
Sekadar mengingatkan, pada saat ramai-ramai pengembalian Piala Citra Januari tahun ini yang dimotori MFI (Masyarakat Film Indonesia) menyusul terpilihnya Ekskul sebagai Film Terbaik FFI 2006, Deddy termasuk yang mengembalikan Piala Citra. Kini saat sejumlah motor MFI kembali bersuara lantang menganjurkan pemboikotan FFI 2007, Deddy dianggap berada di pihak yang berseberangan. Apa kata dunia jika Nagabonar tak lagi konsisten dengan tindakannya?
"Saya ikut mengembalikan Citra bukan sebagai anggota MFI, tapi sebagai anggota BP2N (Badan Pertimbangan Perfilman Nasional) yang setuju dengan niat MFI untuk menyempurnakan sistem perfilman nasional," katanya kepada Tempo.
Dengan diangkatnya Deddy Mizwar sebagai Ketua BP2N-badan tertinggi perfilman Indonesia-Deddy disembur kritik oleh para sineas muda karena dianggap tidak konsisten. Bagi Deddy, "Fokus saat itu adalah mengkritik salah satu keputusan FFI yang mencoreng wajah perfilman nasional." "Namun, saya tak setuju jika untuk meratakan tanah kita harus membakar hutan dan mengubah semua ekosistem di sekeliling tanah itu," ujarnya bertamsil tentang tuntutan MFI untuk membubarkan BP2N dan Lembaga Sensor Film.
Bagi Deddy, FFI bukan harga mati yang harus diikuti semua warga perfilman. Pilihan untuk tidak ikut serta dalam FFI itu ia terima. "Saya menghormati Mira (Lesmana) dan Nia (Dinata) sebagai produser yang memilih untuk tidak ikut (FFI)," katanya. "Alasan mereka jelas."
Terlepas dari segala riuh rendah itu, tampaknya tak ada yang menyangkal sinar Deddy Mizwar tahun ini. Festival Film Bandung memahkotainya penghargaan sebagai Sutradara Terpuji; Jakarta International Film Festival memberi anugerah Best Director untuk National Movie Competition. MTV Indonesia Movie Awards 2007 memberinya status Lifetime Achievement kepada Deddy. Adapun Festival Film Jakarta mengganjarnya sebagai Pemeran Utama Pria Terpilih tahun ini.
Ada satu benang merah Deddy di dalam karya-karyanya yang menjadi karakter khas sang sutradara: menggunakan medium film sebagai syiar tanpa harus menjadi khotbah. Tokoh-tokoh Deddy dalam sinetron Kiamat Sudah Dekat, Para Pencari Tuhan, maupun Nagabonar Jadi 2 adalah tokoh-tokoh yang mencari jalan Tuhan. Namun, Deddy tak akan pernah meletakkan Tuhan sebagai sesuatu yang menakutkan umat; melainkan menyejukkan. Mungkin ini satu hal yang membuat film-film dan serial televisi milik Deddy bisa diterima oleh berbagai kelas. Menurut Deddy, "Saya membuat film dan sinetron untuk mendapatkan ridha Allah dan supaya penonton juga senang. Bukan cuma untuk kesenangan sendiri."
Untuk 2008, Deddy sang Naga sudah menyiapkan dua produksi. Satu film berjudul Bukan Tanah Air yang akan disutradarai Putu Wijaya. Yang kedua adalah sebuah drama politik berjudul Sang Presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo