Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Sapu Sang Jenderal

Pembenahan internal jadi prioritas kegiatan Kapolri Jenderal Sutanto. Divisi Profesi dan Pengamanan adalah garda terdepan.

28 Agustus 2006 | 00.00 WIB

Sapu Sang Jenderal
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUMPUKAN map di atas meja kerja Inspektur Jenderal Gordon Mogot tak pernah menipis. Isi-nya seragam: laporan mengenai akti-vitas polisi yang nakal. Setiap hari, satu demi satu laporan dibaca de-ngan teliti oleh Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri itu. Sejak pagi hingga larut malam, bahkan harus dite-ruskan di rumah. ”Saya ha-rus memisahkan antara yang fitnah dan mana yang harus diproses lebih lanjut,” ujarnya kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Kertas-kertas itu semacam perpanjangan mata bagi Gordon untuk menjalankan fungsi sebagai sapu pembersih. Dari situ, ia bisa membaca berbagai penyimpangan yang dilakukan petugas polisi, mulai dari pelanggaran kode etik, narkoba, keterlibatan dalam pemba-lakan liar, hingga korupsi. Laporan serupa yang jumlahnya tak terhitung juga ia terima melalui telepon genggamnya.

Cara Drs Alexius Gordon Mogot me-libatkan kalangan polisi maupun pihak luar untuk aktif melaporkan ber-bagai penyelewengan ini terbukti efektif. Polisi berusia 56 tahun ini sudah mempraktekkannya saat ia menjabat Kepala Polda Sulawesi Utara mulai Desember 2005. Dan sejak ia menjabat Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Ka-div Propam) dua bulan lalu, seratus peng-aduan tertulis diterima lulusan terbaik Lemhannas 2002 ini tiap harinya.

Dari sini, sapunya mulai bekerja. Sejumlah polisi yang diduga ”bandel” kemudian ditindak. Salah satu yang menjadi ”korbannya” adalah sejumlah perwira tinggi, yaitu bekas Kepala Po-l-da Sulawesi Tenggara Brigadir Jenderal Edhi Susilo, yang diduga telah melakukan pelecehan seksual terhadap bawah-annya, dan Kepala Polda Kalimantan Timur Inspektur Jenderal Djosua PM Sitompul. Ia disalahkan karena tidak menahan tersangka pembalakan liar.

Keempat perwira ini, Sutanto, Gordon, Edhi, dan Djosua, sebenarnya pu-nya ikat-an: mereka datang dari satu angkat-an, 1973. Apa boleh buat, ”Biar teman, kalau memang salah, ya, harus ditindak dan dilaporkan ke Kapolri,” kata Gordon. Ayah dua anak ini dikenal tak pandang bulu. Saat menjabat Kepada Polda Sulawesi Utara, ia pernah menangkap 42 anggotanya yang terlibat dalam pembalakan liar.

Tindakannya bisa diibaratkan seperti jeruk makan jeruk. Tak mengherankan bila berbagai ancaman dan se-rang-an kerap diterima Gordon. ”Tapi saya jalan terus, sesuai de-ngan amanat yang diberikan Kapolri kepada saya,” ujarnya. Pesan dari Jenderal Sutanto jelas, bekerja maksimal sesuai dengan tugasnya. Gordon pun memprioritaskan kasus yang menjadi sorot-an Kapolri. Anta-ra lain, narkoba, kejahatan dengan keke-rasan, transnasional, korupsi, judi, premanisme, dan pemba-lakan.

Agar sapu bisa bekerja dengan bersih, Divisi Propam haruslah bekerja sama dengan Inspektorat Pengawasan Umum. Inspekturnya saat ini adalah Komisaris Jenderal Jusuf Manggabarani, bekas Kepala Divisi Propam yang terkenal gahar. Saat ia menjadi Kepala Divisi Propam, ia menyeret mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Suyitno Landung, menjadi tersangka kasus pembobolan Bank BNI dan ditahan di Mabes Polri.

Dua sapu sejoli ini kemudian membentuk tim gabungan guna melakukan pembersihan internal di tubuh Polri. Inspektorat yang melakukan pengawasan dan koreksi, dite-ruskan oleh Propam. ”Karena yang bisa menindak hanya Propam,” ujar Komisaris Jenderal Jusuf Manggabarani.

Di tangan Gordon dan Jusuf inilah Kapolri menaruh harapan untuk memperbaiki citra polisi dengan membersihkan rumahnya. Ini langkah berikut Jenderal Sutanto setelah di awal masa jabatannya ia mem-bentuk Tim Kajian Per-kembang-an Re-forma-si Polri-. Se-bagai ke-tua-nya, Sutanto memilih orang andalannya, Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Inspektur -Jenderal Farouk -Muhammad. ”Kini kerja- tim ini sudah selesai,” ka-ta Farouk Muhammad.

Nama Farouk mencuat ketika pada tahun 2004 di depan Dewan Perwakilan Rakyat dengan terbuka ia membeberkan bahwa kepolisian telah dijangkiti penyakit korupsi, kolusi, dan ne-potisme yang kronis. Ini didukung oleh penelitian pada November-Desember 2003 yang dilakukan oleh 147 perwira muda Polri yang tengah ku-liah di PTIK.

Untuk membersihkan polisi dari pelbagai penyakit kronis ini, Jenderal Sutanto memang memilih orang-orang yang ia yakini bisa menjalankan fungsi tersebut. Ia agaknya percaya pada pepatah, penegak hu-kum harus bersih bila benar-benar ingin mem-bersihkan.

Poernomo Gontha Ridho, Erwin Dariyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus