Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Berita Tempo Plus

Mengapa Flu Burung Menang?

Indonesia dianggap tertinggal dalam perang melawan flu burung. Berikut ini sepuluh sebab mengapa, sejauh ini, flu burung menang di negeri ini:

28 Agustus 2006 | 00.00 WIB

Mengapa Flu Burung Menang?
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

  1. Koordinasi yang lemah, terutama antara Departemen Pertanian dan Departemen Kesehatan, dalam perencanaan dan kontrol terhadap berjangkitnya virus flu burung.
  2. Tidak segera dibuat peta daerah yang berisiko tinggi terhadap serangan virus flu burung. Peta ini penting untuk melakukan program intervensi dan antisipasi yang terencana.
  3. Cakupan vaksinasi unggas belum mencapai 80 persen populasi, baik di peternakan besar maupun peternakan rakyat, karena persediaan vaksin terbatas. Transparansi proyek pengadaan vaksin juga perlu dipertanyakan.
  4. Kurangnya dana kompensasi untuk pemusnahan terbatas maupun pemusnahan massal. Ganti rugi yang hanya Rp 2.000 per ekor unggas membuat banyak pemilik ternak menolak pemusnahan. Saat ini angka kompensasi sudah dinaikkan menjadi Rp 12.500 per ekor.
  5. Gagalnya kampanye penyadaran dan kewaspadaan terhadap flu burung melalui media konvensional seperti poster, brosur, dan penyuluhan langsung ke masyarakat. Program kampanye kurang melibatkan tokoh kunci masyarakat seperti pemuka agama dan kepala adat.
  6. Terbatasnya kemampuan penelitian dan pengembangan untuk membongkar misteri virus flu burung. Ini juga terkait dengan keterbatasan dana dan sumber daya.
  7. Terbatasnya obat untuk menangani flu burung. Satu-satunya yang tersedia adalah oseltamivir (dengan merek Tamiflu).
  8. Kekurangan sumber pendukung penanganan flu burung, sumber daya manusia, juga sarana dan prasarana kesehatan–termasuk kesiapan rumah sakit rujukan.
  9. Lemahnya pemantauan lalu-lintas unggas antardaerah. Kita juga tidak memiliki basis data memadai tentang migrasi unggas dari dan keluar Indonesia, yang menyebabkan peluang penyebaran virus flu burung makin luas.
  10. Kualitas kesehatan lingkungan masih rendah. Kondisi permukiman yang padat, sarana kebersihan terbatas, serta sanitasi gedung dan perumahan masih jauh dari yang diharapkan. Kesadaran individu untuk menjaga kebersihan dan meraih hidup sehat juga masih rendah.

DW (dari berbagai sumber)

Lembah Kematian Bernama Cikelet

Ke Cikelet, Garut, para penakluk flu burung mengarahkan perhatian. Di empat kampung yang dikepung bukit di desa itu, flu burung datang membawa kematian.

Juni 2006. Ratusan ternak unggas (ayam, itik) mati tanpa sebab jelas. Belakangan, tim Departemen Pertanian mengidentifikasi bahwa sebagian unggas di Desa Cikelet terbukti positif flu burung.

agustus pekan kedua. Lima warga meninggal tanpa diketahui penyebabnya. Korban sudah dimakamkan sehingga petugas kesehatan tidak bisa mengambil sampel darahnya. Menyusul tiga warga lainnya dinyatakan positif mengidap flu burung, dua di antaranya kemudian meninggal. Departemen Kesehatan mendirikan posko penanggulangan flu burung di setiap kampung. Oseltamivir—satu-satunya andalan untuk melawan virus ini di duniadibagikan gratis. Warga dikuliahi pentingnya mencegah flu burung.

20 Agustus. Departemen Kesehatan menerapkan strategi pencegahan profilaksis massal untuk menekan kemungkinan kejadian flu burung. Seluruh penduduk diberi oseltamivir 75 miligram satu tablet sehari, selama 10 hari. Dosis ditingkatkan menjadi dua tablet per hari untuk warga yang diduga (suspect) terkena flu burung.

24 Agustus. Telah 20 ribu pil oseltamivir yang dibagikan gratis kepada penduduk.

Pada hari yang sama Departemen Kesehatan mengumumkan 20 warga diduga (suspect) terkena flu burung. Sementara seluruh unggas dikarantina, tidak boleh keluar dan masuk wilayah Cikelet. Sampai pekan lalu, sekitar 2.000 ternak unggas dimusnahkan.

DW, Sunariah, Rambat Eko (Garut)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus