Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Satu jam sebelum bersanding

Menjelang perayaan akad nikah edi panio dan inati di sidoarjo, muncul keributan yang membatalkan pernikahan tersebut. masrifah, istri panio yang lama beserta 2 anaknya dan dua polisi melabrak panio.

25 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WANITA memang (masih) makhluk yang lemah. Setidaknya terhadap lelaki. Setidaknya menimpa Masrifah. Suaminya, Edi Panio, sering pulang malam tanpa alasan yang jelas. "Sikapnya juga mulai berubah. Ia sering marah-marah tanpa sebab," kata ibu dua anak yang tinggal di Desa Wadungasri, Sidoarjo, Jawa Timur itu. Dalam kebingungannya, Masrifah, 29 tahun, tak tahu harus mengadu pada siapa. Daripada stres di rumah, iseng-iseng ia bertandang ke rumah temannya, Tuti. Eh, kok, malah stres. Di atas meja tamu temannya itu, Masrifah menemukan undangan pernikahan. Menikah putra-putri kami: Inati Muslikah dan di Panio. "Lho, ini kan suami saya, ucap Masrifah dengan mata melotot. Tuti, yang semula diam saja, akhirnya membenarkan, Edi Panio memang akan menikah. Kendati segala sesuatunya sudah jelas. Masrifah masih bisa mengendalikan diri. Sehari-hari karyawati PT Kedawung itu tetap melayani suaminya, seperti tak terjadi apa-apa. Padahal, di balik sikap manisnya itu, Masrifah sudah punya rencana matang. Tepat pada hari pernikahan sesuai dengan undangan, Desember lalu, Edi Panio pamit meninggalkan istri dan kedua anaknya. Tujuannya tentu saja ke Desa Simo Angin-angin, Wonoayu, Sidoarjo. Di situlah ia ditunggu Inati, lengkap dengan baju pengantin. Kenduri pernikahan sudah di persiapkan matang. Tamu pun sudah pada berdatangan, termasuk Pak Penghulu. Namun, satu jam sebelum akad nikah, mendadak terjadi keributan. Dua petugas dari Polsek Waru bersama Masrifah dan anak bungsunya menyatroni rumah Inati. Mereka langsung ke sasaran. "Inilah Edi Panio itu, Pak Polisi. Ia suami saya yang mau kawin diam-diam," teriak Masrifah, dengan sedikit histeris, agar menarik perhatian. Edi kontan mati kutu. Calon pengantin yang gagal itu hanya bisa menundukkan kepala ketika digiring polisi. Inati, yang tak tahu apa-apa, menangis sejadi-jadinya. Pak Penghulu bengong. Suasana perhelatan kacau balau. Kehadiran tamu yang tak tercantum dalam daftar undangan itu mengagetkan semua pihak. Apalagi setelah tahu duduk persoalan yang sebenarnya. Edi, yang urung duduk di kursi pengantin itu, Senin pekan lalu duduk di kuri terdakwa di Pengadilan Negeri Sidoarjo. Karyawan sebuah perusahaan swasta itu dituduh telah memalsukan surat pengantar untuk menikah. Memang itulah yang dilakukan Edi, 31 tahun. Lewat seorang temannya, dia berhasil memperoleh surat-surat palsu. Karena itu, Pak Hakim mengganjar 3 bulan penjara. Edi cuma berbicara singkat, "Sudahlah, jangan diramaikan lagi. Semuanya sudah berlalu." Zed Abidien dan Wahyu Muryadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus