Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENJADI pesakitan Komisi Pemberantasan Korupsi, Gatot Pujo Nugroho harus menghabiskan hari-harinya di Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur. Gubernur Sumatera Utara ini ditahan sejak 3 Agustus lalu, setelah resmi menyandang status tersangka sepekan sebelumnya.
Gatot Pujo dan istrinya, Evy Susanti, menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan. Status ini diberikan setelah penyidik KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap hakim PTUN dan M. Yagari Bhastara, pengacara dari kantor O.C. Kaligis.
Lelaki kelahiran Magelang, Jawa Tengah, 11 Juni 1962 ini mengaku menjadi korban politik. Dia menyebut ada yang ingin mengincar posisinya sebagai gubernur. "Saya hanya berusaha mengamankan jabatan," katanya kepada Muhamad Rizki dari Tempo, dalam dua kali wawancara sepanjang dua pekan lalu.
Bagaimana mulanya Anda terlilit kasus ini?
Saya sebenarnya sudah capek, dimintai uang oleh ini dan itu, hanya untuk mengamankan posisi saya sebagai gubernur. Banyak rangkaian peristiwa yang ketika disatukan itu bisa menunjukkan bahwa saya korban politik. Bahkan, saya tahu, kondisinya sudah terasa tiga bulan sejak dilantik.
Siapa yang mengincar posisi Anda?
Saya tahu karena mendapat informasi dari bawahan dan juga sejumlah anggota DPRD. Mereka menyebut orang-orang nomor 2 (Wakil Gubernur Tengku Erry Nuradi) berencana menangkap saya lewat kejaksaan tinggi dan menjebloskan saya ke rumah tahanan. Jadi Erry yang membiayai demonstrasi, melaporkan saya ke polisi dan kejaksaan, serta melakukan banyak hal lain. Saya sulit menjalankan pemerintahan dalam kondisi seperti itu.
(Kepada Tempo, Tengku Erry menyangkal tudingan ingin menggulingkan Gatot.)
Anda punya bukti?
Terbukti kasus bansos itu masuk ranah hukum. Bawahan saya juga dipanggil untuk diperiksa. Mana mungkin saya bisa tenang menjalankan pemerintahan? Apalagi dalam surat panggilan yang pertama itu nama saya tercantum sebagai tersangka.
Lalu Anda melakukan apa?
Lantaran komunikasi saya dengan partai (PKS) tidak baik, perlu ada upaya dari saya sendiri untuk mencari jalan keluar, yaitu islah.
Benarkah dalam rangka islah, Anda bertemu dengan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh?
Islah itu benar terjadi di kantor NasDem. Saya duduk bersama O.C. Kaligis, di seberang ada Wakil Gubernur, lalu di pinggir di antara kami ada Surya Paloh. Wagub cerita lama sekali ini-itu, mengadukan saya. Saya cuma minta solusi, lalu dinasihatilah kami. Begitu saja.
Lalu mengapa tetap ada upaya penyuapan terhadap hakim PTUN?
Sejak awal saya tidak menginginkan adanya gugatan ke PTUN.
Apa benar kasus Anda terkait dengan sejumlah proyek besar di Sumatera Utara?
Saya tidak bisa memastikan, tapi mendengar ada motif itu. Pernah ada pengusaha yang ingin membangun proyek monorel di Sumatera Utara, tapi proposalnya saya tolak. Sebab, saya ingin ada sistem transportasi terpadu yang menghubungkan Medan-Binjai-Deli Serdang dan Karo. Nah, belakangan, saya dengar-dengar perusahaan yang berminat itu di-takeover Surya Paloh.
(Surya Paloh membantah berencana membangun proyek monorel di Sumatera Utara.)
Selain proyek monorel itu, adakah proyek lain?
Pengambilalihan lahan sawit Register 40, Padang Lawas, yang sebelumnya dikuasai D.L. Sitorus. Perkebunan itu sebentar lagi akan dieksekusi Kejaksaan Agung, lalu dikembalikan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Banyak yang berminat.
Selanjutnya, apa yang akan Anda lakukan?
Saya akan kooperatif dengan KPK dengan membuka semua informasi yang saya lihat dan dengar sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo