Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KABAR Kepolisian Daerah Jawa Timur menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) melegakan Tri Rismaharini. Ketika menjadi pembicara dalam kuliah umum berjudul Penguatan Ekonomi Metropolis di Kampus Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Selasa pekan lalu, mantan Wali Kota Surabaya ini sempat berseloroh mengenai status tersangka yang sempat disandangnya. "Saya khawatir, karena tersangka, enggak jadi diundang," katanya.
Perempuan berkerudung ini baru saja menyelesaikan lima tahun pemerintahan sebagai Wali Kota Surabaya. Kini Risma merupakan calon wali kota berpasangan dengan Whisnu Sakti Buana. Mereka akan mengikuti pemilihan kepala daerah yang diselenggarakan serentak pada 9 Desember nanti. Risma-Whisnu, yang diusung PDI Perjuangan, bersaing dengan Rasiyo-Lucy Kurniasari, yang diajukan oleh Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional. Dua pasangan ini bertanding untuk meraih posisi kepala daerah Kota Surabaya periode 2015-2020.
Sepanjang menjadi pembicara di kampus UIN Sunan Ampel, Risma tampak santai. Sehari sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Timur mengeluarkan SP3 untuk tersangka Risma. Surat ini ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Sebelumnya, pada 21 Mei lalu, Risma dilaporkan oleh PT Gala Bumi Perkasa melakukan tindak pidana penyalahgunaan wewenang.
Sebagai pejabat, Risma dituduh menggunakan kekuasaan, memaksa seseorang melakukan atau membiarkan suatu bangunan dengan membangun tempat penampungan sementara buat eks pedagang Pasar Turi korban kebakaran. Pada Senin pagi pekan lalu, Manajer Gala Bumi Perkasa, Adhy Samsetyo, yang menjadi pelapor, datang ke Kepolisian Daerah Jawa Timur untuk mencabut pengaduannya.
Gala Bumi Perkasa, yang dimiliki pengusaha Henry J. Gunawan, mencabut laporan dengan alasan tak ingin dimanfaatkan pihak yang hendak menjatuhkan pasangan Risma-Whisnu dalam pemilihan kepala daerah. "Kami tidak mau ditunggangi pihak tertentu," kata Adhy.
Menjelang pemilihan wali kota, Surabaya sempat kembali gempar setelah pada Jumat dua pekan lalu juru bicara Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Romy Arizyanto, mengumumkan adanya surat perintah dimulainya penyidikan yang menetapkan Risma sebagai tersangka untuk kasus penyalahgunaan wewenang. Romy menyatakan kejaksaan telah menerima surat ini pada 30 September lalu.
Belakangan Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Polisi Wibowo mengatakan kasus itu telah dihentikan sejak 25 September lalu. Alasannya, tidak cukup bukti untuk meneruskan kasus ini. Wibowo menyampaikan ini dalam Jumat dua pekan lalu. Ketika itu surat perintah penghentian penyidikan belum dibuat. Kepolisian Daerah Jawa Timur selanjutnya mengumumkan terbitnya SP3 kasus Risma ini melalui Kepala Bidang Hubungan Kemasyarakatan Argo Yuwono, Senin pekan lalu.
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur telah mengkonfirmasi adanya SP3 ini. Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Andik M. Taufik mengatakan instansinya telah menerima SP3 dari Kepolisian Daerah Jawa Timur. SP3 tersebut sudah diteliti oleh jaksa peneliti Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Dari penelitian tersebut, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyatakan sependapat dengan polisi bahwa kasus Risma dihentikan. "Kami tidak akan mengajukan praperadilan," kata Andik.
Sengketa antara Pemerintah Kota Surabaya dan Gala Bumi Perkasa bermula dari kebakaran Pasar Turi pada Juli 2007. Pemerintah Kota Surabaya lantas membangun kembali pasar tradisional dengan menggandeng investor Gala Bumi Perkasa mulai 2009. Pemerintah mengajukan perubahan perjanjian karena proyek pembangunan Pasar Turi senilai Rp 1,4 triliun itu melenceng dari perencanaan.
Tarik-ulur antara Pemerintah Kota Surabaya dan Gala Bumi Perkasa juga terjadi dalam soal hak atas bangunan di Pasar Turi. Perjanjian antara pengembang dan pedagang menyebutkan Gala Bumi Perkasa memiliki hak pakai stan. Belakangan, perusahaan ini ingin haknya di Pasar Turi ditingkatkan menjadi hak kepemilikan bersama (strata title). Risma menolak keinginan itu karena tanah Pasar Turi milik pemerintah kota.
Ada jejak La Nyalla Mattalitti pada Gala Bumi Perkasa. La Nyalla mengatakan pengusaha properti Henry J. Gunawan menariknya masuk ke perusahaan itu pada 2012. La Nyalla diberi kedudukan direktur utama, sedangkan Henry wakil direktur utama. Menurut La Nyalla, ia ditarik masuk ke Gala Bumi Perkasa setelah ada konflik dalam proyek Pasar Turi. "Tugas saya memperlancar penyelesaian konflik," katanya Kamis pekan lalu.
Sejumlah orang di Surabaya yang tahu sepak terjang La Nyalla mengatakan Risma menjadi tersangka karena peran La Nyalla. "La Nyalla ingin menjegal Risma dalam pemilihan Wali Kota Surabaya," kata seorang di antara mereka. Menjawab tudingan ini, La Nyalla mengatakan ia tidak lagi punya urusan dengan Gala Bumi Perkasa karena telah mundur dari perusahaan ini pada Oktober 2014. "Saya keluar untuk mengurus sepak bola," ujar Nyalla. Kini La Nyalla menjabat Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia.
Nyalla menyatakan tidak tahu-menahu alasan dilaporkannya Risma ke Kepolisian Daerah Jawa Timur. Namun La Nyalla menganggap Risma memang bersalah karena melarang Gala Bumi Perkasa memindahkan tempat penampungan sementara pedagang Pasar Turi. Menurut Nyalla, sebagai wali kota, Risma seharusnya memperlancar proses pembangunan. Risma, kata dia, memiliki wewenang untuk merelokasi kios yang mengganggu Pasar Turi. Di mata La Nyalla, Risma memiliki banyak kasus pidana. "Nanti saya beri tahu datanya, satu-satu bisa dibongkar," kata Nyalla.
Henry J. Gunawan menyatakan tidak punya masalah pribadi dengan Risma. Ia juga menyatakan tidak ingin berpolemik. "Kami cuma ingin pedagang cepat bisa berdagang," kata Henry.
Risma menyatakan yakin tidak bersalah. Dia justru merasa tambah bersemangat karena banjir dukungan dari warga Surabaya. "Mereka bilang sudah tahu siapa orang di balik ini semua," tuturnya. Risma tidak mau menanggapi pernyataan La Nyalla tentang kasus hukum yang bakal menghadangnya lagi. "Saya diam bukan berarti tidak tahu," ujarnya.
Respons Jakarta cukup keras terhadap penetapan tersangka Risma. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan telah menelepon kepolisian dan kejaksaan agar menghentikan kegaduhan di Surabaya. "Sudah selesai, jangan dibesar-besarkan," kata Luhut. Kepala Kepolisian RI Badroddin Haiti juga ikut turun tangan. "Dari gelar perkara, kami memutuskan perkara tersebut tidak memenuhi unsur pidana," katanya.
Sunudyantoro, Larissa Huda (Jakarta), Siti Jihan Syahfauziah, Edwin Fajerial, Artika Rachmi Farmita (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo