Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemilihan Presiden 2014 menjadi ajang pembuktian bagi Dyah Kartika Rini Djoemadi, Koordinator Jokowi Advanced Social Media Volunteers (Jasmev), dalam mengurus media sosial. Ogah bekerja setengah-setengah, pendiri PT Spindoctors Indonesia—perusahaan yang bergerak di bidang strategi politik dan konsultan kebijakan publik—ini memilih cuti tiga bulan untuk mengurus Jasmev. Tak aneh, hingga pemilihan presiden berlangsung pada 9 Juli lalu, DeeDee—begitu panggilan akrab Kartika—selalu ada di war room Jasmev di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat.
Di war room, saban hari DeeDee mengkoordinasi 150 relawan yang terbagi dalam tiga shift. Tiap relawan mengoperasikan satu laptop atau komputer desktop untuk berperang di media sosial bagi kemenangan Joko Widodo sebagai presiden. "Saya harus pantau war room setiap hari. Kalau jadi sambilan, enggak bisa," kata perempuan 34 tahun ini kepada Tempo di Warung Solo, Kemang, Jakarta, Selasa petang dua pekan lalu. Lebih dari dua jam, DeeDee bercerita tentang keterlibatannya di Jasmev.
Bisa diceritakan ihwal ketertarikan Anda di dunia media sosial?
Studi saya di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, lalu berlanjut di Pascasarjana Ilmu Komunikasi Fisip UI. Saat kuliah komunikasi itu saya masuk ke digital marketing, dan di sana ada soal media sosial. Pekerjaan saya juga berhubungan dengan media sosial, yakni perusahaan konsultan kebijakan publik. Jadi ini sebetulnya dunia sehari-hari saya.
Saat mengelola Jasmev, Anda pernah merasa pusing karena hasil polling Jokowi turun?
Iya, pernah. Sebelum konser "Salam 2 Jari" di Gelora Bung Karno, saya ngobrol dengan sesama pemimpin relawan, yakni ProJo dan Seknas Jokowi. "Aduh, ini kita hampir kalah. Gimana, nih?" Kebetulan waktu itu isu SARA makin masif disebar. Akhirnya teman-teman relawan darat bikin tabloid Rahmatan Lil 'Alamin, Jokowi-JK Adalah Kita. Tim socmed bantu menyebarkan, dan isi tabloid menjadi materi untuk ngetweet.
Anda pernah panas-dingin lantaran di-bully di media sosial?
Iya, bikin panas. Saya pernah sampai menangis karena dihina untuk hal-hal yang tak substansial. Saya pernah dianggap melacurkan diri untuk Jokowi. "Emang dibayar berapa, pernah dipake, ya, sama Jokowi?" Itu enggak substansial, cuma kalau dibaca kan ngenes juga. Ya ampun, kok, sampai gini banget. Kita kan bantuin orang baik, kok, malah gini?
Bagaimana Anda bertahan menghadapi bullying tersebut?
Ini berkaitan dengan masalah konsistensi. Kalau saya berhenti, ya, teman-teman akan berhenti. Menurut saya, kalau tak siap di-bully, jangan pernah masuk ke media sosial. Dari hal yang paling sepele sampai yang dalam banget, lama-lama biasa. Awalnya ngenes banget, tapi sekarang biasa. Saya dikatakan sebagai agen Vatikan-lah atau kalau enggak aktif ditanya, "Bayarannya dari Jokowi sudah habis, ya?" Hal seperti itu sekarang sudah biasa. Kita diam saja di-bully, apalagi aktif. Sebab, orang mengira Jasmev dibayar Jokowi.
Sampai kapan Anda mengalami bullying?
Sampai pelantikan Presiden Jokowi pada 20 Oktober 2014.
Setelah Jokowi terpilih, Anda masih sering berkomunikasi dengannya?
Masih. Relawan online yang paling sering dikontak. Pak Jokowi sering minta tolong tim relawan online untuk bikin video conference.
Bagaimana posisi Jasmev sekarang?
Jasmev sudah kami nonaktifkan sejak pelantikan Pak Jokowi sebagai presiden. Namun, secara individual, kami masih aktif di media sosial. Selain menjawab pertanyaan orang, relawan aktif mengkampanyekan program-program Jokowi.
Ada tudingan bahwa Jasmev mendapat bayaran bulanan dari Jokowi. Tanggapan Anda?
Tidak benar itu. Jasmev tidak menerima uang dari Pak Jokowi. Untuk keperluan Jasmev, saya keluar duit Rp 500-an juta. Antara lain, untuk makan relawan, sewa laptop, dan uang transportasi saat mereka pulang malam.
Kalau begitu, apa untungnya Anda mengelola Jasmev?
Prinsip saya, kalau kita menolong orang baik, rezekinya akan berlipat ganda. Jokowi itu orang baik.
Omong-omong, apakah Jasmev akan dihidupkan lagi?
Iya, pada 2019. Syaratnya, prestasi Pak Jokowi harus bagus. Kalau tidak, ya, bye-bye....
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo