Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Saya Sakit Hati, Saya Mundur Saja

22 Februari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUNGGUH jauh dari bayangan Amiruddin Zakaria bahwa Mahkamah Agung, benteng terakhir keadilan, bakal membebaskan Akbar Tandjung. Itu sebabnya lelaki 55 tahun ini amat terpukul begitu majelis kasasi pada Kamis pekan lalu menyatakan terdakwa penyalahgunaan dana nonbujeter Bulog Rp 40 miliar tersebut tidak bersalah. Bahkan ketika ditemui TEMPO di Jakarta, sehari sesudah putusan, kekesalan Amiruddin masih terbayang di wajahnya. "Saya sakit hati, saya mundur saja (dari hakim)," ujarnya dengan lantang dan meledak-ledak.

Orang Aceh yang kini menjadi hakim di Pengadilan Tinggi Kendari itu memang masih terlibat secara emosional dengan perkara Akbar. Dialah yang memimpin majelis hakim saat perkara ini disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dua tahun silam. Anggota majelis hakim yang lain adalah Andi Samsan Nganro, I Ketut Gde, Herry Swantoro, dan Pramodana Kusuma. Bersama rekan-rekannya, Amiruddin akhirnya menyatakan Akbar bersalah dan menghukumnya tiga tahun penjara, setahun lebih rendah dari tuntutan jaksa.

Amiruddin merasa dilukai hatinya karena dulu ia pernah diperiksa oleh Mahkamah Agung gara-gara menangguhkan penahanan Akbar Tandjung. Bagi dia, sikap Mahkamah sungguh tidak masuk akal karena sekarang sang terdakwa justru dibebaskan. "Jika waktu itu penahanannya tidak saya tangguhkan dan dia ditahan sampai perkaranya diproses di Mahkamah Agung lalu dibebaskan, apa jadinya?" katanya dengan nada tinggi kepada wartawan TEMPO Endri Kurniawati. Berikut penuturan Amiruddin selengkapnya:

"Dulu putusan menghukum Akbar Tandjung sudah kami pertimbangkan dengan banyak bukti. Meski Akbar mendapat perintah dari Presiden Habibie, apakah boleh perintah itu dilaksanakan dengan sesuka hati? Bolehkah melaksanakannya hanya dengan melempar uang itu? Seharusnya sebagai bawahan harus menjalankan perintah dengan itikad baik. Ternyata kemudian pengadilan tinggi juga mendukung dan melengkapi putusan kami.

Sekarang saya kecewa dengan putusan Mahkamah Agung. MA ngerjain saya. Sekitar sebulan setelah menangguhkan penahanan Akbar, mereka memanggil saya. Saya diperiksa dan ditanya tentang alasan menangguhkan penahanan Akbar. Memang tidak cuma saya yang dipanggil, beberapa teman juga diperiksa. Tapi saya kan ketua majelisnya, saya yang paling bertanggung jawab dalam tim itu.

Saya enggak mengerti apa maksudnya memanggil saya. Sebagai bawahan, saya tidak bertanya apa salah saya. Saya tentu punya alasan mengapa menangguhkan penahanannya. Memangnya dia akan lari ke mana? Kampungnya di Sibolga (Sumatera Utara) dan semua orang mengenal dia. Proses hukum pun tidak terganggu meski kami bersidang dua kali seminggu.

Dengan memeriksa saya, artinya MA tidak setuju dengan sikap saya menangguhkan Akbar. Tapi sekarang, kenapa MA malah membebaskan Akbar? Menurut saya ini tidak masuk akal. Sakit hati saya (suaranya pelan) Saya mundur saja, pusing saya. Sudah jenuh, pekerjaan saya tidak dihargai. Kalau saja saya diperiksa karena menangguhkan penahanan tapi Akbar dihukum, masih tidak apa-apa. Saya sakit hati karena pemeriksaan itu membuat saya sangat malu. Sepanjang karier saya, saya tidak pernah diperiksa. Pemeriksaan itu membuat orang bertanya-tanya, mengapa saya diperiksa.

Bukan berarti saya tidak menghormati MA. Kalau MA tidak sependapat dengan kami, lebih baik saya menepi meski saya pensiun sembilan tahun lagi. Saya tidak takut kehilangan karier karena hati sudah tidak sejalan.

(Amiruddin masuk Jakarta empat tahun lalu melalui program pemindahan daerah yang cakap ke pusat yang digariskan oleh Menteri Kehakiman. Selain mengadili Akbar, ia juga pernah menangani Tommy Soeharto dalam perkara pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita dan kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia yang melibatkan bekas pejabat Bank Indonesia).

Yang pasti, saya telah diperlakukan tidak adil. Padahal selama ini saya lurus-lurus saja. Istri dan anak-anak saya sudah menerima keputusan saya untuk mengundurkan diri. (Amiruddin mempunyai empat anak, tiga di antaranya sudah bekerja). Awalnya mereka kaget, tapi sudah menerima meski dengan berat hati. Pekan depan saya akan menyampaikan surat pengunduran diri kepada Ketua Pengadilan Tinggi Kendari. Sampai sekarang saya belum punya rencana apa-apa setelah pensiun."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus