SEORANG lelaki timpang turun dari trem, tertatih-tatih menyeberang, melintasi sebuah taman yang sepi. Rambutnya semrawut tapi di tangan kanannya nampak serumpun bunga lila segar. Tok-tok-tok, suara ketukan tongkat penyangganya, jelas menunjukkan ia sedang tergesa-gesa memburu sebuah pertemuan. Di sudut jalan, lonceng berdentang. Sosok-sosok tubuh lainnya bergegas di bawah lindap bayang pepohonan. Satu per satu mereka memasuki ruang hening katedral Santa Ignasius yang dibangun pada tahun 1665 itu. Di kilasan cahaya matahari yang merembes dari ambang pintu, wajah orang itu nampak keriput, menderita, dan pasrah. Lelaki pincang itu pun masuk, menyentuh air suci dan membuat tanda salib di kening dan dadanya. Kemudian ia beringsut ke sebuah ceruk kecil terang-benderang dengan cahaya lilin-lilin di sekitar patung bunda Maria. Melalui terali besi, sambil bersimpuh, ia tanamkan bunga-bunganya di bawah kaki Maria. Ratusan umat sudah berkumpul di seputar altar. Namun, para pemuja tidak henti-hentinya mengalir masuk. Beberapa orang berdoa dengan khusyuk, sambil berlutut di lantai, selama beberapa menit, tak peduli dengan lalu lalang di sekelilingnya. Lima belas menit melalui pukul lima sore. Lonceng dalam katedral berbunyi. Beberapa meter di atas, tinggi di atas jemaah, orkes gereja -- organ, violin, trompet, timpani, dan paduan suara -- terdengar gegap-gempita. Di bawah, prosesi "sacristies" mengayunkan dupa, membuka jalan bagi Uskup Lubec, yang muncul dari balik pilar-pilar katedral, menuju altar. Apa yang dirayakan di katedral Praha, Minggu sore 31 Juli lalu itu, bagi mata telinga saya, tak nampak istimewa. Itu tak ubahnya dengan misa lain umat Katolik di seluruh penjuru dunia merayakan hari Santa Ignasius. Tapi saya orang asing di sana. Di Cekoslovakia, sebuah negara komunis yang kehidupan beragamanya ditindas pemerintah selama 40 tahun, peristiwa itu sesuatu yang penting. Pihak komunis telah mengoper kekuasaan di Cekoslovakia pada bulan Februari 1948. Saat itu, ratusan pastor dan pemuka agama diseret dari gereja, ditendang ke tambang-tambang dan pabrik pemerintah. Sebagai pekerja paksa. Pengejaran terhadap mereka yang menjalankan keyakinannya kemudian berlangsung terus tak henti-hentinya. Ceko kian merah dengan pendudukan Soviet. Lihat saja hasilnya. Menurut Amnesti Internasional -- bila angka yang disajikannya benar pada tahun 1970 keluar peraturan pemerintah yang melarang gerakan keagamaan untuk dakwah 1979, polisi menyita sejumlah literatur keagamaan dan alat-alat cetak dari seluruh umat di pelosok negeri setahun berikutnya 200 sampai 300 dari 3.500 pastor Katolik mengalami nasib yang sama: dilarang menunaikan ibadat. Misalnya: Oskar Formanek, 66 tahun, seorang Yesuit tua, harus masuk bui empat tahun lantaran menyelenggarakan sembahyang bersama di rumah-rumah pribadi. Demikianlah sore itu menjadi istimewa. Tak ada pasukan antihuru-hara yang mendobrak gerbang katedral atau memukuli para umat yang hadir. Seorang perwira berbintang tiga berdiri memojok di deretan bangku paling belakang. Bukan sibuk mencatat nama para pemuja di buku daftar hitamnya. Tapi dengan penuh semangat, bersama orang lainnya, melantunkan pepujian bagi Santa Ignasius, 'Oh, Santa Ignasius, ayah yang agung, wajahmu yang indah membuat hati kami gembira .... Menyender di tiang katedral, seorang tamtama dengan seragam hijau lumut mendongakkan kepalanya ke atas. Air matanya mengalir dari kelopak matanya yang terpejam. Sedang rekannya sesama tamtama menjulurkan tangan agar disentuh oleh Uskup Lubec yang lewat. Banyak orang bilang bahwa angin glasnost dan perestroika yang dikumandangkan Gorbachev mulai berembus di Cekoslovakia. Tapi bangsa yang punya pengalaman dengan kekejaman Nazi dan komunis ini tetap direndam kecurigaan. "Memang dalam satu tahun terakhir ini umat Kristen sudah boleh lagi mengadakan misa," kata Kostka, seorang peneliti di Praha, yang tak mau nama sebenarnya disebutkan. Ia menduga hal itu karena pengaruh Soviet. "Tapi yang Anda lihat itu hanya permukaan saja. Bagi kami umat beragama, setiap hari adalah perjuangan dan kecemasan." Bila tentara yang berdoa di katedral tadi ketahuan atasannya, menurut Kostka, mereka akan dihukum dan bisa dipecat. Begitu pula kehidupan Kotska. Ia mengaku bahwa dalam kehidupan sehari-hari ia dikenal rekan-rekannya sebagai aktivis klub sosialis, yang di sana berarti juga komunis. "Saya bukan komunis, tapi saya terpaksa pura-pura tertarik dengan paham mereka demi jaga muka," kata Kotska, lirih. Juga demi menyimpan rahasia bahwa ia dan keluarganya adalah orang yang giat membantu gereja. "Kalau saya sampai ketahuan oleh kepala institut, ...." Kotska pun membuat gerakan seperti menyembelih hewan. Peter Ustinov, aktor kawakan kelahiran Rusia itu, punya lelucon tentang Ceko. Suatu malam Peter diundang ke pesta di kediaman duta besar Uni Soviet, tempat ia bercakap-cakap dengan seorang jenderal Soviet. Jenderal itu mengeluh, "Sialan! Gue baru saja dapat perintah untuk bertugas di Cekoslovakia." "Wah, Anda betul-betul beruntung, Cekoslovakia adalah negeri yang indah, wanitanya cantik-cantik," jawab Peter bingung. "Kenapa Anda malah sedih?" Sang jenderal tambah marah, "Lu gila, Kamerad. Di Cekoslovakia itu banyak orang komunis." Lelucon begitu acap mengundang senyum pahit rakyat Ceko. Di negara yang berpenduduk sekitar 15,5 juta jiwa ini, yang mengibarkan bendera komunis, ternyata anggota komunisnya hanya sekitar 10 persen. Menurut diplomat asing di Praha, dari angka itu hanya separuhnya sekitar 800 ribu -- yang anggota penuh. Rakyat jelata di Cekoslovakia umumnya bukan saja bukan komunis, tapi malah mencibir dan tak ingin menjadi anggota partai komunis. Seorang mahasiswi dari Moravia, Cekoslovakia Tengah, dengan berani menjelaskan bahwa bagi Delaiar menjadi anota komunis adalah menjadi "Zreje". Hewan. "Menjadi anggota partai berarti kamu harus ikut berbagai macam pertemuan dan pengarahan. Menjadi anggota partai berarti kamu mendapat buku merah tanda diri. Menjadi anggota komunis berarti kamu bisa dengan mudah mendapat gelar dan pekerjaan yang tinggi, kamu bisa mengancam orang lain, makan sepuas-puasnya dan menjadi gemuk seperti seekor "Zreje"," tutur mahasiswi semampai itu. Tidak semua orang Ceko seberani mahasiswi itu. Kebanyakan rakyat Cekoslovakia hanya bisa menggeleng dan tersenyum lebar bila ditanya apakah ia seorang komunis. "Menjadi seorang komunis terlalu repot, terlalu banyak pertemuan dan pergerakan," demikian jawaban umumnya orang awam setempat. Anggota Partai Komunis Cekoslovakia bukan saja kuat tapi juga mendapat perlakuan istimewa. Jabatan direktur, dosen, dokter -- di antaranya -- hanya bisa diisi oleh anggota partai komunis. Dan mereka hidup mewah. Gaji mereka rata-rata, menurut seorang diplomat asing, 6 ribu krona sebulan (senilai 600 dolar AS dalam pertukaran resmi). Berarti 2-3 kali gaji pegawai nonkomunis. Begitupun masih ditambah dengan berbagai tunjangan: kendaraan, bahan bakar, persediaan makanan, dan kemudahan lain. Mereka mendapat jatah perumahan di daerah yang lebih baik, ada fasilitas air dingin dan panas. Lihat saja, misalnya, permukiman orang-orang partai yang berbaur dengan kediaman warga diplomat asing, yang tersembunyi di antara gedung-gedung besar bergaya Art Nouueau. Sekolah taman kanak-kanak khusus untuk keluarga komunis merupakan istana kecil seorang pangeran abad ke-17 lengkap dengan hutan dan lembahnya yang dipagari besi. Sama sekali berbeda denQan sekolah-sekolah biasa di Praha yang umumnya berupa gedung-gedung cokelat muram. Peran mereka amat dominan. Semua jabatan penting, termasuk polisi dan angkatan bersenjata, mereka lalap. Menurut Amnesti Internasional, polisi rahasia setempat yang dikenal dengan nama "StB" atau "Statni Bezpecnost", menyusup di berbagai tingkat lembaga politik, ekonomi, maupun kebudayaan. Dalam kehidupan beragama pun partai komunis Cekoslovakia turut campur. Mereka memecah-belah gereja, mengangkat dan menggaji pastor atau uskup yang mereka rasa bisa dikontrol. Mereka juga mendirikan organisasi pastor pro-pemerintah, yang, menurut Kotska, "untuk menyebarkan propaganda pemerintah komunis bahwa di sini aman tenteram bagi semuanya dan sekaligus mematai-matai kegiatan umat beragama." Kebijaksanaan pemerintah ini menimbulkan konflik dengan Vatikan. Tahun 1982, Vatikan mengeluarkan larangan pada pastor-pastor: untuk tidak bergabung dengan "organisasi politik" yang diternakkan Cekoslovakia itu. Pertentangan antara kedua pihak begitu tajam. Tahun 1985, Cekoslovakia menolak memberikan visa bagi Paus Yohanes Paulus II yang hendak mengunjungi Ceko, untuk menghadiri peringatan 1.100 tahun kematian Santa Methodius. Dalam hal politik, Cekoslovakia bisa saja mengatakan, "kami punya empat partai selain komunis." Tapi partai-partai itu hanyalah organisasi kecil yang ompong. Partai Kristen, Partai Rakyat Cekoslovakia yang berdiri tahun 1919, atau bahkan Partai Sosialis Cekoslovakia bentukan tahun 1848, praktis hanyalah berfungsi "untuk angkat tangan bila diminta oleh partai komunis", komentar banyak pengamat. Namun, betapapun luas dan kuat Partai Komunis Cekoslovakia, para pengamat selanjutnya menyimpulkan, sumber kekuasaan tetap ada di tangan sang saudara di sebelah utara, yakni Uni Soviet. Ini bermula dari bantuan tentara merah Soviet yang membebaskan Cekoslovakia dari pendudukan Nazi pada akhir Perang Dunia. Nyonya Rosenstein, satu-satunya yang selamat dari 36 orang keluarganya yang musnah di kamp konsentrasi Nazi di Ceko, adalah saksi peristiwa itu. Ia, seperti banyak orang Ceko lainnya, saat itu melihat komunisme sebagai dewa penyelamat dan harapan baru. Maka, partai komunis pun naik pamor. Tahun 1948 mereka mengambil tampuk kepemimpinan, setelah dalam pemilu dua tahun sebelumnya mendapat suara terbanyak -- 38 persen. Pemimpin partai lain didepak dari departemen-departemen. Lalu mereka makin keras. Saat Klement Gottwald menjadi ketua partai, ia menguntit jejak Stalin di Uni Soviet. Awal tahun i950, Gottwald -- seperti Stalin -- membersihkan partai komunis dengan cara mengeksekusi 11 anggota topnya, dan menyeret ratusan orang lagi ke pengadilan karena "kesalahan-kesalahan politik". Tapi dua puluh tahun kemudian, ketika Alexander Dubcek memegang tongkat pimpinan, angin baru bertiup. Dubcek berusaha memaparkan apa yang dewasa ini disebut glasnost dan perestroika: perombakan ekonomi dengan cara pengendalian ekonomi oleh partai berkuasa (dalam hal ini komunis) perlahan-lahan dihapuskan. Persaingan dan pasar bebas hendak dikembangkan lagi, serikat buruh dibiarkan bebas, sensor ditiadakan, bahkan membikin pemerintah lebih beragam -- tak hanya komunis. Namun, di Soviet saat itu masih berembus angin lama: glasnost dan perestroika belum dikenal. Maka, "gerakan musim semi" itu hanya mengundang kehadiran serdadu Soviet dan sekutunya dari Pakta Warsawa di Cekoslovakia. Dubcek dipaksa mundur. Zdenek Mlynar, salah seorang pendukung Dubcek saat "musim semi Praha" -- juga salah satu arsitek dari perombakan dan keterbukaan yang dikenal dengan nama "Action Program" mengejek pendudukan itu. Menurut Mlynar, dengan cara itu Soviet hendak menunjukkan bahwa Cekoslovakia hanyalah "hak Soviet". Dalam memoirnya yang dilarang terbit di Cekoslovakia -- dengan ancaman 3 tahun penjara bagi penerbitnya -- Night Frost in Prague, Mlyrar mengingatkan pada dalih Brezhnev tentang Cekoslovakia: "Brezhnev berbicara panjang lebar tentang pengorbanan Uni Soviet pada Perang Dunia II: serdadu yang jatuh sewaktu pertempuran, rakyat sipil yang dijagal, besarnya kehancuran barang-barang. Dengan ongkos tersebut, Uni Soviet meraih kekuatan, dan jaminan kekuatan itu adalah perjanjian seusai perang mengenai pembagian Eropa, dan khususnya fakta bahwa Cekoslovakia telah disatukan dengan Uni Soviet "selamanya". Menurut Brezhnev, perbatasan barat kami bukan saja perbatasan bagi negeri kami sendiri, tapi perbatasan bersama 'kamp sosialis'." Sekali lagi bangsa Cekoslovakia menjadi korban percaturan dunia. Sebelumnya, tahun 1938 pada perundingan Munich, Prancis dan Inggris yang enggan berantem dengan Hitler memaksa Cekoslovakia menyerahkan daerah perbatasan baratnya -- yang dihuni oleh rakyat yang mayoritas berbahasa Jerman. Di akhir Perang Dunia II, tank-tank Jenderal Patton yang sudah bersiap membebaskan Praha terpaksa berhenti di ambang pintu karena presiden AS Roosevelt dan perdana menteri Inggris Churchill menyerah pada desakan Stalin bahwa Cekoslovakia jatuh di bawah pengaruh negaranya. Seorang sastrawan Ceko yang kini tinggal di Paris, Milan Kundera, pun bicara sinis. Menurut dia, semua tidak peduli bahwa "Cekoslovakia telah menjadi bagian dari sejarah Barat enam atau tujuh abad lebih lama daripada Amerika Serikat." Mlynar, bekas sekretaris partai yang kini menjadi anggota "Charter 77" -- manifesto yang memprotes penindasan: hak menyatakan pendapat serta hak untuk bebas bepergian mengkritik dominasi Soviet. Dominasi Soviet dan kediktatoran totaliter yang diimpor Ceko, menurut dia, menenggelamkan kepribadian dan kebudayaan Cekoslovakia sendiri, akhirnya. Para pemimpin Cekoslovakia kini banyak dikritik tak lebih dari boneka Kremlin. Mereka menjalankan komunisme garis Brezhnev walaupun tahun terakhir ini Uni Soviet sendiri mulai membuka kesalahan-kesalahan Brezhnev. Rakyat pun tahu bahwa glasnost dan perestroika yang gemuruh dari Soviet tidak jauh berbeda dengan action program-nya Dubcek 20 tahun lalu. Apa yang dianggap "sebuah dosa bagi komunisme" yang ditindas Brezhnev, Presiden Cekoslovakia Hukas, dan Sekretaris Partai Milos Jakes 20 tahun lalu kini menjadi menjadi kata kunci dan slogan dunia baru. Tapi apakah perubahan cuaca politik di Moskow secara otomatis mengubah keadaan Cekoslovakia? Ketika Gorbachev berkunjung tiga hari ke negeri itu, April 1987, para pengamat menginterpretasikan ini sebagai usaha membujuk Cekoslovakia agar mengikuti gaya politik dan perombakan ekonomi seperti Moskow. Namun, kenyataannya tak semudah itu. Cekoslovakia ternyata negara blok Timur yang paling lambat menyerap aliran glasnost dan perestroika. Gorbachev sendiri menghindari polemik tentang Cekoslovakia dan penempatan pasukan Soviet di sana sejak 20 tahun lalu. Sewaktu berkunjung ke Polandia dua bulan lalu, kaum intelektual di sana menanyakan hal itu. Gorbachev mengelak, dan hanya mengatakan bahwa ia akan memberikan jawaban dalam bentuk tertulis dalam waktu singkat. Ada memang glasnost kecil-kecilan. Beberapa waktu lalu harian International Herald Tribune (IHT) misalnya, memberitakan bagaimana 'puluhan ribu' umat beragama berziarah ke tempat suci Lecova setelah 500 ribu lebih umat Katolik membikin petisi kepada pemerintah. Kritik pun makin lantang terdengar. IHT juga menuliskan bagaimana Strougal (yang digambarkan sebagai seorang yang hati-hati) mengkritik pabrik pemerintah yang menghasilkan "barang tak berguna": kualitas rendah dan ketinggalan zaman. Lalu sekretaris pertama partai, Milos Jakes, mulai mengakui bahwa "obyektif Januari 1968 (action programe) dan apa yang kami usulkan sekarang identik." Pada sebuah acara TV tampak reporter mewawancarai seorang yang sedang antre membeli kain gorden di Praha. "Keterlaluan bila saya harus antre tiga jam untuk membeli tirai saja," ucap wanita gemuk itu, tanpa takut-takut. "Kenapa mereka tak membikin yang banyak saja agar orang tidak berebut." Lalu dengan sabar pengelola toko itu (ia pegawai pemerintah) menyatakan jatah tokonya terbatas. Toh banyak orang yang belum percaya betul pada pembaruan Cekoslovakia. Para pengamat Barat, seperti biasa, masih mencurigai langkah pemerintah itu sebagai siasat agar rakyat -- dan para pengamat -- percaya bahwa pemerintahan di sana dijamin oleh demokrasi dan hidup berjalan " normal". Sebagian rakyat pun sependapat dengan kecurigaan itu. "Uni Soviet tetap terus mempunyai interes terhadap Cekoslovakia," kata Rosenstein, veteran kamp Nazi yang berusia 74 tahun. "Bahwa orang seperti Husak dan Jakes masih berkuasa, dan bahwa tentara Uni Soviet masih hadir di tanah kami adalah semacam bukti."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini