SEBUAH tempat pelacuran telah ditutup -- tak lama setelah para
mucikari berikar: akan berganti profesi. Sehingga melalui sebuah
upacara resmi, 124 pelacur dan - 13 mucikarinya secara resmi
pula menyatakan sadar.
Dengan demikian Desa sontitan tempat lokalisasi itu (termasuk
kawasan Kabupaten Bantul, 2 km di barat Kota Yogyakarta) kembali
sepi. Dan warga desa kembali mengadakan pengajian setiap sore di
langgar. "Selama ini pengajian terhenti, karena kalah oleh
kegiatan kompleks," tutur Junaidi, seorang pelawak yang menjadi
warga sontitan
Bupati Bantul sendiri, R. Soetomo Mangkoesasmito, yang
meresmikan penutupan lokalisasi itu 10 Juni lalu. Setelah
meminta agar seluruh warga desa itu mengamankan bekas kompleks
agar tidak dipakai lagi unruk pelacuran, Soetomo membuka
selubung papan pengumuman: Lokalisasi Pelacuran ini ditutup
untuk selama-lamanya. Semua penghuni kompleks itu bertepuk
tangan riuh.
Tapi yang paling gembira karena penutupan itu tampaknya adalah
Drs. Nelam, Direktur Balai Penelitian Kesejahteraan Sosial
(BPKS) Nitipuran, Yogyakarta. Sebab, katanya, "penanganan
masalah pelacuran serupa ini belum pernah terjadi di daerah lain
-- yaitu membubarkan sebuah lokalisasi dengan cara baik-baik,
tanpa paksaan."
Mula-mula Pemda Kabupaten Bantul membentuk tim Koordinasi Usaha
Rehabilitasi Sosial. Bekerja sama dengan BPKS Nitipuran Yogya,
tim tadi mengadakan santiaji mental untuk menyadarkan para
pelacur maupun mucikari (germo) melalui berbagai ceramah selama
3 hari. Setelah itu menyusul latihan kerja di laboratorium BPKS
jurusan menjahit dan montir radio. Karena tak semua peserta
lulus setelah mengikuti pelajaran selama 4 bulan, disediakan
juga fasilitas untuk menjadi penghuni Panti Wreda bagi germo
yang sudah tua dan fasilitas transmigrasi.
Beberapa hari sebelum upacara penutupan, semua mucikari dan
pelacur Bontitan menyatakan akan melepaskan protesi prostitusi
untuk kembali ke kampung halaman masing-masing dan mengamalkan
kepandaian yang telah mereka pelajari.
Tetapi ternyata tidak semua pelacur itu kembali ke kampung
kelahiran masing-masing. "Memang ada yang pulang ke rumah
orangtua masing-masing, tapi ada pula yang pindah ke Baben,"
ungkap Mbok So Pawiro, seorang di antara mucikari Bontitan.
Baben adalah sebuah lokalisasi pelacuran yang terkenal di
Klaten, 30 km di timur Yogya.
Terletak di sebuah lembah -- karena itu sering disebut pula
Lembah Damai-kompleks pelacuran Bontitan ada sejak 1972. Semula
hanya terdiri dari beberapa buah rumah untuk menampung
pelacur-pelacur yang suka berkeliaran di tepi jalan Yogya-Wates.
Terakhir di sini terdapat 20 buah bangunan yang terdiri dari
petak-petak kamar.
Sekarang bekas kompleks itu ditunggui beberapa orang bekas
mucikari dan 4 orang bekas pelacur yang memang berKTP desa itu.
"Mereka boleh tetap di situ, tapi tidak boleh buka praktek
lagi," kata Kepala Dukuh Bontitan, Djafar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini