Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Seekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) ditemukan mati di Kilometer 35 Desa Alue Dua, Kecamatan Nisam Antara, Kabupaten Aceh Utara, Aceh. Kepolisian Resor Lhokseumawe menyelidiki kasus kematian gajah yang diduga mati dibunuh untuk diambil gadingnya tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kematian gajah di Aceh Utara itu menambah panjang daftar gajah yang mati di Aceh. Dalam rentang waktu Februari-Maret 2024, terdapat empat ekor gajah sumatera yang ditemukan mati di Aceh. Dua di antaranya mati karena tersengat kabel listrik perkebunan penduduk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus pertama, ditemukan bangkai gajah 13 tahun di Desa Aki Neungoh, Kecamatan Bandar Baru, Kecamatan Pidie Jaya pada 20 Februari. Kasus kedua terjadi pada Jumat, 1 Maret, seekor gajah sumatera ditemukan membusuk di kawasan bantaran sungai Desa Paya Udeung, Kecamatan Seunagan, Kabupaten Nagan Raya.
Lalu kasus ketiga, ditemukan gajah jantan berusia 45 tahun mati di Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah pada 9 Maret akibat tersengat kabel listrik perkebunan penduduk. Dan terakhir, kasus kematian gajah di Aceh Utara ini.
Polres Lhokseumawe Selidiki Kematian Gajah di Aceh Utara
Kepala Polres Lhokseumawe AKBP Henki Ismanto melalui Kasi Humas Salman Alfarisi yang dikonfirmasi dari Banda Aceh, Senin, 25 Maret 2024 mengatakan pihaknya sedang menyelidiki kematian gajah di Aceh Utara itu.
"Saat ini kami sedang dalam tahap pengembangan, proses lidik, terduga pelaku masih kami cari karena saat ditemukan gadingnya hilang," kata dia.
Sebelumnya, Kasubsektor Nisam Antara, Aceh Utara, Ipda Yudira Nugraha, menerima laporan dari masyarakat tentang penemuan seekor gajah jantan yang telah mati di kawasan Gunung Salak pada Ahad, 24 Maret pukul 12.00 WIB.
Polsubsektor Nisam Antara dan anggota Koramil setempat langsung mendatangi tempat kejadian perkara (TKP). Di lokasi kejadian, polisi menemukan bangkai seekor gajah jantan dan gadingnya sudah tidak ada.
Yudira mengatakan Polres Lhokseumawe bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah 1 Aceh masih di lapangan untuk melakukan nekropsi terhadap bangkai gajah sumatera jantan yang diperkirakan berusia 3-4 tahun itu.
"Setelah penemuan tersebut, Subsektor Nisam Antara segera berkoordinasi dengan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah 1 Aceh untuk tindak lanjut," ujar Salman.
BKSDA Turunkan Tim Nekropsi Bangkai Gajah di Aceh Utara
Tim dokter hewan BKSDA Aceh melakukan bedah bangkai atau nekropsi gajah sumatera yang ditemukan di kawasan pedalaman Kabupaten Aceh Utara. Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Aceh, Kamarudzaman, mengatakan nekropsi dilakukan untuk memastikan penyebab kematiannya.
"Tim sedang melakukan bedah bangkai atau nekropsi di lapangan. Jadi kami belum menerima hasilnya dan kami belum bisa memastikan penyebab kematiannya. Nanti setelah ada hasilnya, akan kami sampaikan," kata Kamarudzaman di Banda Aceh, Senin, 25 Maret 2024.
Dia menyebutkan pihaknya tidak bisa menduga penyebab kematian gajah tersebut, apakah mati karena racun atau diburu dan dibunuh untuk diambil gadingnya. Dugaan penyebab kematian baru bisa diketahui setelah ada laporan dari tim nekropsi.
"Gading gajah tersebut hilang. Gading itu hilang apakah diambil setelah gajah tersebut ditemukan mati atau apa pihak tidak bertanggung jawab memburu dan membunuh, kemudian mengambil gajah tersebut. Kami belum mengetahuinya secara pasti," kata Kamarudzaman.
Gajah sumatera adalah satwa liar dilindungi. Merujuk pada daftar dari The IUCN Red List of Threatened Species, gajah sumatera yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus spesies yang terancam kritis, berisiko tinggi untuk punah di alam liar.
BKSDA Aceh menyatakan prihatin karena masih ada kematian gajah di beberapa wilayah di provinsi itu. BKSDA mengimbau masyarakat bersama-sama menjaga kelestarian alam khususnya satwa liar gajah sumatera dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa, serta tidak menangkap, melukai, dan membunuh.
Selain itu, masyarakat diimbau tidak menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup ataupun mati serta tidak memasang jerat ataupun racun yang dapat menyebabkan kematian.
"Semua perbuatan negatif terhadap satwa liar dilindungi tersebut yang dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Kamarudzaman.