TANPA Freddie Mercury, Queen seperti ratu tak bermahkota. Kini, grup rock Inggris ini pisah dengan mahkotanya. Penyanyi yang bersuara jernih, melengking, dan bertingkah seperti bencong itu, setelah digerogoti AIDS, meninggal di London, Ahad pekan silam. Freddie cemas dihampiri kematian. Itu ia tangiskan dalam lagu Bohemian Rhapsody, dengan lengkingan larik "Mamma I don't wanna die". Ketakutan itu, bahkan seperti dinyanyikan dalam lagu tadi, membuatnya menyesal lahir di dunia. "I sometimes wish I've never teen born at all, " katanya. AIDS telah membuat badannya yang atletis itu kurus dan layu. Kekebalan tubuhnya rontok. Penyakit radang paru yang diidapnya tidak kunjung sembuh. Sampai akhirnya radang paru itu mencekik. Syair dalam Bohemian Rhapsody menjadi kenyataan. Ia terpaksa mengucapkan selamat tinggal, "Good bye everybody, I've got to go, gotta leave you all behind and face the truth." Freddie lahir sebagai Frederick Bushara, 45 tahun lalu, di Zanzibar -negeri yang namanya kini berubah menjadi Tanzania. Ayahnya, Bommi Bushara, yang berdarah Iran itu menjadi staf di Kedutaan Ingggris. Ketika Bushara bertugas di Tanzania, Freddie lahir. Freddie sempat menikmati masa kanak-kanaknya di Bombay. Ketika ia berumur 14 tahun, Bushara memboyong keluarganya menetap di Inggris. Putra sulung Bushara ini ternyata keranjingan seni. Freddie belajar main piano, menari balet, dan menyanyi. Sebagai anak muda, pada 1960-an ia punya tokoh pujaan: Jimmy Hendrix, gitaris blues Amerika. Seperti hendak mengikuti idolanya itu, Freddie kemudian bertekad terjun ke dunia musik. Setelah beberapa tahun bermain di band-band kampus, ia bertemu dengan Brian May dan Roger Taylor, yang membentuk band Smile pada 1970. Tahun berikutnya John Deacon masuk. Atas usul Freddie, 1969, nama band itu diubah menjadi Queen. Mereka ingin membuat band ini berbeda dengan yang lain. Mereka menyiapkan ramuan khusus, campuran rock, pop, dan sedikit klasik, dengan bumbu atraksi panggung yang meriah, bahkan menor. Sambil bermusik, Freddie menamatkan sekolahnya. Ia sarjana desain grafis. Queen memang didirikan oleh anak berpendidikan. Gitaris Brian May mendalami astronomi, bahkan belakangan meraih gelar doktor. Drummer Roger Taylor adalah sarjana biologi. John Deacon, pemain bas, sarjana elektro. Queen berbeda dengan grupgrup rock pada zaman itu, yang anggotanya kebanyakan bekas anak jalanan. Untuk menggaet penggemar, Queen perlu waktu. Single pertama mereka, Keep Yourself Mine, 1973, puso di pasaran kaset. Toh mereka pantang mundur. Pada tahun berikutnya, mereka melempar album Queen. Laris. Freddie dkk. beroleh tempat di hati penggemar rock, yang ketika itu sedang gandrung dengan musik cadas Led Zeppelin dan Deep Purple. Album itu seperti membawa Queen ke takhta masyhur. Album apa saja yang dilempar disambar penggemarnya. Puncak kepopulerannya yang pertama diraih melalui single Bohemian Rhapsody, 1975. Lagu ini bertengger 10 pekan di Inggris. Suara Freddie, yang mengalun syahdu, jernih, dan lentur, pada lagu itu, memukau jutaan penggemarnya. Queen melaju. We are the Champion, 1977, Love of My Life, 1979, mengulangi sukses Bohemian Rhapsody. Keberhasilannya terus berlanjut. Ledakan single Radio Ga Ga, 1983, disusul I Want to Break Free, 1984, Live Magic, 1986, dan The Miracle, 1989. Sukses besar itu tak mengubah pribadinya sebagai orang pendiam dan pemalu. Lain di panggung. Ia benar-benar raja panggung. Di depan penonton, tubuhnya bergerak, meliuk lentur. Dandanannya juga norak: bedak tebal, gincu menyala. Bahkan, Freddie tak segan mengenakan rok dan kutang. Sebagian pengagumnya memprotes, tetapi mana dia peduli. Ia suka merayakan keberhasilan pementasannya dengan pesta alkohol, narkotik, dan seks, tanpa pandang bulu. Belakangan, penyanyi bergigi tonggos itu terkuak kebiasaan biseks: bercinta dengan sesama lelaki dan perempuan. Freddie melihat hidup ini penuh perjuangan berat. Maka, ia memaklumi jika orang membutuhkan cinta di tengah kehidupan yang keras, dan mencari lewat jalan apa pun. Ia dikatakannya lewat It's a Hard Life dengan "In the world that's filled with sorrow / There are people searching for love / In every way." Tak terhitung jumlah kekasihnya. Tak terhitung pula pria dan perempuan yang ditidurinya. Singkatnya, Freddie terhitung orang yang rawan AIDS. Kabar selentingan mengatakan bahwa ia pernah intim dengan penyanyi rock yang juga biseks, yaitu David Bowie dan Elton John. Kesudahannya adalah bencana. Freddie terjangkiti AIDS. Sejak 18 bulan lalu, ia tak muncul lagi di panggung. Tubuhnya yang kerontang ditutupinya dengan baju komprang. Pengakuannya baru muncul sehari sebelum ajal menjemputnya. "Saya ingin memberitahukan bahwa saya telah dites HIV, dan saya positif kena AIDS," begitu pengakuan tertulis Freddie yang dibacakan juru bicaranya, Roxy Meade. Siapa yang tak terperanjat? Namun, Freddy, menurut seorang sahabatnya, tenang menghadapi musibah besar itu. Barangkali ia telah pasrah karena tahu tak seorang pun bisa menolongnya dari kematian. Ia tidak harus melolong lagi, seperti tercuat dalam salah satu lagunya: "Save me, save me / I am helpless and I am far from home". Pada Sabtu terakhirnya itu, ia blak-blakan mengakui kebiasaan biseks. "Saya mendapatkan begitu banyak pencinta. Saya membangun hubungan dengan pria dan wanita. Saya menikmatinya. Kemudian, saya tahu semua itu keliru," ujarnya. Hingga pada hari pengakuannya tadi ia tak menyangka maut sudah amat dekat. Ia mengimbau penggemarnya dan sahabatnya bergabung dengannya untuk melawan AIDS. "Kini tiba saatnya bersama-sama kita melawan penyakit terkutuk itu," ujarnya, lewat Roxy Meade. Ia juga berwasiat menyisihkan sebagian harta peninggalannya senilai 50 juta dolar AS untuk penelitian AIDS. Kematian Freddie Mercury menyentak penggemarnya. Siapa tahu kisah kematiannya menjadi "nasihat" jitu agar mereka menjauhi seks yang kotor. Adakah yang mati mengajarkan yang hidup, lalu ia memilih keabsahan monogami? Putut Trihusodo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini