RABU, 21 September lalu, Pekanbaru terbakar lagi. 61 buah
toko/kios musnah, meskipun tak ada korban manusia. Ini adalah
kebakaran yang ke 4 kalinya dalam 5 tahun terakhir ini di
ibukota propinsi Riau itu. Tempatnya, itu itu juga. Jalan Imam
Bonjol dan Jalan Sulawesi, yang memang padat dengan kios dan
toko yang bangunannya kebanyakan sudah rapuh karena terbuat dari
papan.
Kejadian ini mengingatkan orang pada beberapa tahun lalu, ketika
tumpukan pasar/toko yang tak jauh dari tempat kebakaran itu
musnah dilalap api tahun 73 dan 74 di mana sekitar 86 buah toko
musnah dan 50 lebih pedagang kehilangan tempat berusaha.
Sementara hak atas tempat-tempat yang terbakar itu praktis
dikuasai oleh pihak Walikota.
Memang para korban kebakaran itu faham bahwa jika "tempat
terbakar, maka izinpun habis" seperti diakui oleh Iwan Yasni (32
tahun), salah seorang korban kebakaran tahun 73. Begitu toko
mereka musnah, begitu mereka harus peras keringat sendiri
menyewa ke sana ke mari. Sedangkan tempat-tempat penampungan
sementara, "tak sebiji pun disediakan" cerita Iwan, yang oleh
para korban diberi kuasa bertindak untuk mengurus kepentingan
mereka kepada pihak Pemda Kodya. Tapi itu pun bukan penting
sangat, yang mereka harapkan adalah kesediaan dari pihak
walikota untuk mengizinkan para korban membangun kembali kawasan
yang terbakar itu.
Mana Yang Cocok
Sudah berkali-kali Iwan dkk menemui walikota untuk maksud itu.
Namun belum dapat persetujuan. Tampaknya, pihak walikota masih
keberatan, mengingat kedudukan Pekanbaru sebagai kota propinsi,
mestilah setiap bangunan yang muncul ditata dengan sistim yang
lebih cocok. Ini dimaklumi. Sebab selama ini Pekanbaru, seperti
banyak kota lain di Indonesia, memang bak janda berbedak Cantik
di depan, tapi bopeng-bopeng di dalam. Tapi, "kami pun bersedia
memenuhi apa maunya pak Wali" tegas Iwan. Dan untuk itu berpuluh
korban membuat surat pernyataan "sanggup." Yang penting buat
mereka, "tempat itu kembali ditempati oleh kami" lanjut Iwan.
Tentu saja, daerah Imam Bonjol itu memang termasuk kawasan
perdagangan yang strategis dan ramai. Inilah yang disebut Pasar
Pusat Pekanbaru itu.
Harapan Iwan dan kawan-kawannya itu tampaknya tetap belum
direstui. Sebab belakangan terbetik kabar bahwa kawasan itu akan
dibangun sendiri oleh pihak kotamadya. Cuma kabarnva ter
bentur pada rencana yang tak cocokantara pihak kotamadya dan
pihak propinsi. Pihak kotamadya menginginkan di kawasan itu di
bangun pasar-pasar inpres yang dianggap amat dibutuhkan oleh
warga Pekanbaru sehingga dapat menampung pedagang-pedagang lemah
lebih banyak. Pihak propinsi menginginkan pusat-pusat pertokoan
yang lebih mentereng. Maklum ini kan ibukota propinsi. Tapi,
dikhawatirkan bangunan-bangunan itu tak bakal ditempati oleh
para pedagang mengingat kemampuan para pedagang lemah di kota
itu.
Sementara rencana itu keluar masuk map dan belum putus-putus
juga, kawasan yang terbakar tahun 73-74 itu, yang 2 Ha lebih
luasnya sudah segera menjadi belukar. Sungguh tak sedap
pemandangan di sebuah kota propinsi, sehabis melihat toko-toko
yang bagus tiba-tiba mata membentur semak-semak, dan kawasan
yang terbengkalai begitu saja. Ditambah dengan kebakaran
September 77 ini, maka sempurnalah kebopengan Pekanbaru itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini