Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Semua Masih Digenggamnya

Bisnis Hutomo Mandala Putra tetap berkibar, meskipun ia di penjara. Kantornya pindah ke Nusakambangan.

6 November 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUKACITA keluarga Cendana menyambut kepulangan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto menjalar hingga ke Tanah Abang. Di kawasan perniagaan tekstil di Jakarta Pusat ini, nama Tommy bahkan sudah bergema jauh sebelum ia mendapat kepastian bebas bersyarat, Senin pekan lalu.

Saat masih mendekam di sel Admisi dan Orientasi di Penjara Batu, Nusakambangan, pertengahan tahun lalu, serombongan perwakilan pedagang Tanah Abang yang tergabung dalam Forum Bersama sudah mendekatinya. Kunjungan pertama dimaksudkan meminta kesediaan Tommy menjadi investor dalam proyek renovasi Blok B, C, D, dan E pasar tekstil terbesar di Asia Tenggara itu.

Ketika itu, isu renovasi masih menjadi kontroversi. Sebagian besar pedagang di blok-blok tersebut menolak. Para pedagang itu juga khawatir kebakaran akan terjadi di blok mereka, seperti pernah melahap Blok A, dua tahun sebelumnya. ”Kami tak menuduh itu disengaja, tapi kebakaran terjadi tak lama setelah ada rencana renovasi yang ditolak pedagang,” kata salah seorang pemuka pedagang.

Salah satu alasan utama penolakan adalah mahalnya harga jual kios setelah direnovasi. Karena itu, kata Refrion, yang ditunjuk menjadi Sekretaris Jenderal Forum Bersama, kalaupun renovasi tak bisa lagi ditolak, para pedagang ingin proyek tersebut diberikan kepada investor yang bersedia menawarkan harga termurah.

Permintaan itulah yang mereka sodorkan kepada Tommy, dan ternyata bersambut. ”Saya bersedia,” kata Tommy kepada Tempo, yang saat itu mengunjunginya di Nusakambangan. ”Modal tak jadi masalah.” Seorang teman dekatnya membisikkan, modal awal Rp 400 miliar sudah tersedia.

Sejak itu, orang-orang Tommy bergerak cepat. Makin banyak pedagang yang bisa dirangkul. Warga sekitar pasar dan para preman pun ikut dihimpun. Semua tergabung dalam Sekretariat Bersama, yang dipimpin Ketua Koperasi Pedagang Pasar, Ismet Rozak. Gerak itu dipastikan akan makin cepat setelah jeruji besi tak lagi mengungkungnya. ”Kami makin bersemangat,” kata Refrion.

Sekretariat Bersama Pedagang Pasar Tanah Abang malah sudah menandatangani perjanjian dengan PT Mandala Putra, milik Tommy. Tanah Abang hanyalah secuil ladang yang ”disiapkan” bagi Tommy selepas dari penjara. Meskipun langkah itu masih terganjal oleh keputusan Pemerintah Daerah DKI Jakarta yang sudah menunjuk PT Putra Pratama Sukses untuk menggarap renovasi Tanah Abang Blok B, C, D, dan E.

Bisnis lamanya sendiri tak pernah berhenti menggurita, meski ia mendekam di bui. ”Semua masih saya arahkan,” kata bos Grup Humpuss itu. Jeruji penjara memang tak pernah benar-benar mengekang pengaruh anak keempat bekas presiden Soeharto ini di perusahaannya. Usahanya membentang dari sektor properti (seperti PT Pecatu Graha di Bali), otomotif, angkutan udara, hingga pengangkutan kargo, dan tanker minyak di bawah bendera PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk.

Boleh dibilang, perusahaan di bidang transportasi laut ini adalah mesin uang utama Tommy. Sekadar gambaran, tahun 2006 perusahaan ini menargetkan pendapatan hingga Rp 1,1 triliun, dengan laba bersih Rp 200 miliar. Bandingkan dengan tahun sebelumnya, yang hanya membukukan pendapatan Rp 800 miliar dengan laba bersih Rp 160 miliar.

Target itu dipancangkan setelah perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Jakarta ini menambah 10 kapal baru yang dibelinya tahun ini. Armada baru tersebut melengkapi 14 tanker dan 16 set kapal tunda dan tongkang yang sudah mereka miliki. Dan asal tahu saja, investasi US$ 70 juta itu dilakukan menjelang tutup tahun 2005, saat Tommy masih di Nusakambangan.

Semuanya bisa berlangsung mulus karena rapat-rapat koordinasi memang berjalan nyaris tanpa hambatan. Biasanya, para tamu dan stafnya akan menginap di Hotel Wijaya Kusuma di Cilacap saat berkunjung ke pulau penjara di sebelah selatan kota itu. ”Sangat sering, bahkan rutin,” kata Istiyo, petugas penerima tamu hotel itu.

Begitu seringnya, sebuah rumah di atas lahan sekitar 2.000 meter persegi di sebelah hotel sampai dibeli dan dijadikan tempat transit para tamu dan keluarga yang hendak menjenguk Tommy. Pada Jumat pertama Juni tahun lalu, Tempo sempat menyaksikan serombongan pengusaha yang dipimpin bekas Sekretaris Jenderal Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkih (BPPC, yang dulu dipimpin Tommy), Jantje A. Worotitjan, tengah menunggu giliran sowan.

Agaknya posisi Tommy sebagai salah satu pengusaha papan atas di Indonesia masih belum tergoyahkan. Penjara tak merampas apa pun dari tangannya. Juga utang macet Grup Humpuss pada akhir 1990-an di bank-bank pemerintah senilai hampir Rp 5,9 triliun. Semuanya masih dalam genggamannya.

Y. Tomi Aryanto, Ari Aji H.S. (Cilacap)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus