Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Remisi di Jalur Cepat

Selama di penjara, Tommy mendapat berlimpah remisi. Total korting hukuman yang ia peroleh 3 tahun 5 hari.

6 November 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perlahan-lahan Wali Yunus melangkah ke halaman rumah Tommy Soeharto. Di depan bangunan kukuh berwarna cokelat, pria asal Seram, Maluku, itu berhenti. Dia membungkukkan badan, lalu bersujud mencium tanah. ”Kami bersyukur Pak Tommy sudah bebas,” ujar Wali kepada Tempo. Di depan rumah itu, di Jalan Yusuf Adiwinata 4 Jakarta Pusat, sejumlah orang berkumpul untuk menyatukan sukacita mereka atas lepasnya Tommy dari kungkungan bui pada Senin pekan lalu.

Adapun Wali, dia mengaku gembira karena orang yang ia kagumi sudah bebas. ”Dia cepat keluar dari penjara,” katanya. Wali benar. Dilihat dari jumlah hukuman yang ia jalani, Tommy terhitung amat cepat meninggalkan penjara. Vonis 10 tahun penjara hanya dilakoninya selama 4 tahun plus 11 bulan. Itu berkat ”diskon jorjoran” bernama remisi yang ia terima: 36 bulan 5 hari atau 3 tahun 5 hari. Nyaris setara dengan masa hukuman yang sudah dilakoninya.

Tommy ditahan sejak 29 November 2001 setelah polisi mencokoknya di satu rumah di Bintaro, Jakarta Selatan. Bapak dua anak itu kemudian diperiksa. Antara lain, karena kasus pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita. Hanya lima bulan ia ditahan di Polda Metro Jaya sebelum dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang. Pada Juli 2002 majelis hakim yang dipimpin Amiruddin Zakaria menghukumnya 15 tahun penjara. Vonis tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa Hasan Madani. Dan sang jaksa langsung menyatakan menerima putusan tersebut.

Saat vonisnya dibacakan, si terdakwa tidak hadir di ruang sidang dengan alasan sedang dilanda diare dan mencret-mencret. Berbeda dengan jaksa Hasan, Tommy tak langsung bersikap atas putusan tersebut. Hanya, tim pengacaranya di kala itu mengisyaratkan Tommy bakal menerima putusan. ”Mas Tommy tak akan banding karena merasa sudah dihukum oleh opini masyarakat,” kata Mohamad Assegaf, salah satu pengacaranya. Batas waktu banding akhirnya lewat. Tommy pun dieksekusi.

Agustus 2002, Tommy dipindahkan ke LP Batu di Nusakambangan, Jawa Tengah. Di sanalah dia merayakan HUT RI yang pertama dalam posisi sebagai narapidana. Menteri Hukum dan Perundang-undangan Yusril Ihza Mahendra memberinya ”kado” pengurangan hukuman satu bulan penjara. Akhir 2002, remisi lain datang kembali. Dia mendapat remisi khusus Lebaran sebesar satu bulan.

Di penjara, pembalap senior ini ternyata menyimpan ”taktik” lain. Pada Juni 2003 dia mengajukan peninjauan kembali (PK). Kejaksaan, yang sebelumnya telah menerima putusan hakim, ha_nya bisa membiarkan PK itu tanpa perlawanan.

Taktik semacam ini kerap digunakan pengacara untuk ”mengirit” proses sidang dan ”mengunci” lawan. Sudah rahasia umum di kalangan advokat, gaya ”bertanding” macam ini perlu lobi kuat di Mahkamah Agung. Pada Juni 2005 majelis hakim PK yang diketuai Ketua MA Bagir Manan mengkorting hukuman Tommy menjadi 10 tahun. Ketika putusan PK turun, dengan remisi yang diperolehnya selama ini, maka Tommy sudah menjalani masa hukuman 58 bulan 22 hari. Sesuai dengan aturan, Tommy hanya perlu 38 hari lagi untuk mendapat asimilasi atau izin kerja di luar penjara. Adapun untuk mendapat bebas bersyarat, perlu 21 bulan lagi.

Tampaknya Tommy memang ngebut mengumpulkan remisi agar cepat bebas. Sepanjang 2005, pria yang ringkih karena kerap bolak-balik Nusakambangan-Jakarta untuk berobat itu, eh, tiba-tiba menjadi pendonor darah yang rajin. Artinya apa? Kesehatan Tommy mestinya sudah tokcer punya, karena donor darah hanya bisa diberikan oleh orang yang bertubuh amat sehat. Bagi Tommy dan segenap napi Indonesia, donor darah, naaah…, bisa menjadi salah satu sumber remisi yang besar.

Ada yang menarik dalam perihal perdonoran darah ala Tommy. Seorang pejabat penjara Batu menyatakan keheranannya kepada Tempo mengapa anak Cendana itu tidak pernah mendonorkan darah di Nusakambangan. ”Dia nyumbang darah di Jakarta. Kartu donornya dari Rumah Sakit Gatot Subroto,” katanya. ”Sumpah, saya lihat sendiri kartu donornya,” si pejabat menambahkan.

Terus apa salahnya berdonor di Jakarta? Tidak salah, memang. Hanya, si pejabat tadi melanjutkan keheranannya begini. ”Wong dia itu ke Jakarta karena sakit. Kok bisa dapat kartu donor?” Entahlah. Mengutip seorang petugas pembinaan napi di Batu: ”Benar-tidaknya, wallahualam.” Yang sudah pasti benar adalah ini: seorang napi akan mendapat setengah dari remisi umum tahun berjalan bila empat kali berdonor darah.

Mari kita berhitung sedikit. Selama setahun penuh, dia menyumbangkan darahnya setiap tiga bulan. Dari donor darah ini Tommy mendapat potongan hukuman 2,5 bulan.

Dia juga menerima remisi khusus pada tahun itu—2005. Namanya remisi dasawarsa, yang diberikan setiap lima tahun sekali. Besarnya setengah dari remisi umum. Kala remisi 17 Agustus diumumkan, Tommy telah mendapat korting hukuman 11 bulan 20 hari.

Pada akhir 2005 Tommy telah menempuh hukuman selama 78 bulan plus 21 hari—ini sudah termasuk remisi. Dengan begitu, dia cuma perlu 39 hari lagi untuk mendapat pembebasan bersyarat. Hak itu mestinya sudah bisa ia nikmati pada Agustus 2006. Dari satu segi, dia bisa dibilang ”kelebihan” masa hukuman.

Elza Syarief, salah seorang kuasa hukum Tommy, menegaskan proses hukum kliennya berjalan wajar. ”Semua remisi diberikan sesuai dengan aturan,” katanya. Pemberian itu, kata Elza, terkait dengan prestasi Tommy di penjara. ”Mas Tommy banyak memberi santunan, dia pemuka dan pelopor,” kata pengacara tersebut.

Sejak 2003 hingga 2005, lantaran menjadi pemuka sel atau tamping, Tommy rutin mendapat remisi. Besarnya ”remisi pemuka” ini sepertiga remisi umum tahun berjalan. Sebagai tamping, ia punya lima anak buah yang bisa ia suruh-suruh untuk membersihkan sel. Perbawa Tommy di bui memang tidak luncur. Simaklah kata-kata Sudijanto, Kepala LP Batu: ”Mana mungkin kami menyuruh dia nyapu. Kami tunjuk dia menjadi koordinator saja. Cuma itu tugasnya. Enteng.…”

Ternyata, Tommy bukan tamping yang rajin. Dia lebih banyak mendekam di selnya. Ini berbeda dengan Bob Hasan, yang membuka bengkel batu akik untuk napi dan dikenal dermawan. ”Tommy tidak istimewa. Dia hanya berkelakuan baik,” kata Sudijanto. Menurut dia, Tommy pernah menyibukkan diri membuat kolam ikan louhan. ”Tapi lalu diuruk untuk lapangan badminton.”

Tak semua narapidana punya nasib sebaik Tommy. Sebut contoh Abu Bakar Ba’asyir. Selama di penjara Salemba, kakek 69 tahun yang dibui karena terkait dengan bom Bali ini tak pernah kebagian remisi. Padahal ia aktif dalam kegiatan keagamaan. Para napi yang aktif sebagai tamping juga banyak yang luput dari remisi. ”Karena mereka kadang-kadang keburu dipindah ke penjara lain,” kata Fauzi Isman, mantan terpidana 20 tahun dalam kasus Talangsari Lampung.

Kenapa nasib bisa beda seperti itu? Mulyana W. Kusumah, terhukum kasus Komisi Pemilihan Umum, memberi ”bocoran” kepada Tempo. Menurut Mulyana, semua tergantung kemampuan si napi mengurus tetek-bengek administrasi remisi, asimilasi, atau bebas bersyarat. ”Ini penting karena salinan putusan banyak terlambat diterima narapidana,” kata Mulyana saat ditemui Tempo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pekan lalu. Jika salinan telat diserahkan ke penjara, hak remisi bisa ”lewat”. ”Napi yang nasibnya seperti ini jumlahnya ribuan.”

Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin mengaku pemotongan hukuman—termasuk pembebasan bersyarat—adalah hak napi. ”Kami bisa disalahkan kalau hak itu tidak diberikan,” kata doktor ilmu hukum itu yang menulis disertasi tentang masalah penjara. Sebelumnya, di depan Komisi Hukum DPR pada Oktober lalu, Hamid menjamin tak akan memberi kebebasan bersyarat kepada Tommy. ”Kami mempertimbangkan aspirasi masyarakat,” ujarnya.

Ternyata Hamid tak mampu menepati janji tersebut. Tommy, anak kesayangan Istana Cendana, dibebaskan bersyarat pada pekan lalu. Dengan hak barunya, Tommy bisa pergi ke mana pun, silakan ngelencer ke luar negeri kalau dia mau. Dengan satu syarat: sebulan sekali Tommy wajib lapor ke Kejaksaan Jakarta Pusat.

Fietra Sany, Kepala Kejaksaan Jakarta Timur, yang juga menjadi penanggung jawab hukuman Tommy, menjelaskan kepada majalah ini bahwa putra bungsu Soeharto itu baru bebas murni pada 13 Juli 2009. ”Sampai waktu tersebut, dia bisa langsung dipenjara bila melanggar ketentuan bebas bersyaratnya,” ujar Fietra.

Arif Kuswardono, Fanny Febiana, Ary Adji

CATATAN KAKI SOAL REMISI

Pengurangan masa hukuman narapidana. Diatur berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi. Jenis-jenis remisi:

Umum Diberikan setiap 17 Agustus untuk narapidana yang sudah menjalani hukuman minimal 6 bulan. Besar potongan 1-6 bulan.

Khusus Diberikan setiap hari besar keagamaan narapidana. Besar potongan 1-2 bulan.

Tambahan Diberikan karena pertimbangan jasa narapidana. Besar potongan: sepertiga sampai setengah remisi umum tahun yang sama.

Dasawarsa Diberikan lima tahun sekali, setiap tahun yang merupakan kelipatan 5. Misalnya 2005, 2010, 2015. Besarnya setengah dari remisi umum tahun yang sama.

Korting 50 Persen

Tommy Soeharto mengebut di jalur remisi: menjadi koordinator kebersihan penjara, menyumbangkan darah, dan mencermati perolehan diskon hukuman. Terkumpullah potongan 3 tahun 5 hari. Senin pekan lalu ia mendapat pembebasan bersyarat karena, setelah memperhitungkan remisi, ia sudah menjalani dua pertiga hukuman. Inilah remisi untuk Tommy, yang meringkas vonis 10 tahun penjara menjadi 4 tahun 11 bulan alias setengahnya.

29 November 2001 Ditahan di Polda Metro Jaya. Hakim memvonis 15 tahun penjara pada 9 Agustus 2002.

2002

2 bulan

  • 1 bulan dari remisi 17 Agustus
  • 1 bulan dari remisi Lebaran

2003

6 bulan, 10 hari

  • 4 bulan dari remisi 17 Agustus
  • 1 bulan dan 10 hari dari remisi tambahan sebagai pemuka (koordinator) kebersihan sel dan halaman di Lembaga Pemasyarakatan Batu, Nusakambangan, dengan anak buah lima orang
  • 1 bulan dari remisi Lebaran

2004

8 bulan, 5 hari

  • 5 bulan dari remisi 17 Agustus
  • 1 bulan dan 20 hari dari remisi tambahan sebagai koordinator kebersihan LP Batu
  • 1 bulan dan 15 hari dari remisi Lebaran

2005

1 tahun, 1 bulan, 5 hari

  • 5 bulan dari remisi perayaan 17 Agustus
  • 2 bulan dan 15 hari dari remisi tambahan sebagai donor darah
  • 1 bulan dan 20 hari dari remisi tambahan sebagai koordinator kebersihan
  • 1 bulan dan 15 hari dari remisi Lebaran
  • 2 bulan dan 15 hari dari remisi dasawarsa

5 tahun Bukan remisi, tapi pengurangan hukuman dari 15 tahun menjadi 10 tahun berdasarkan putusan majelis hakim peninjauan kembali pada 6 Juni 2005

2006

6 bulan, 15 hari

  • 5 bulan dari remisi 17 Agustus
  • 1 bulan dan 15 hari dari remisi Lebaran

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus