Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sepak Bola, Sebuah Merek Dagang

Delapan puluh persen uang yang mengucur dari kompetisi bola dunia dikuasai Eropa. Itu alasannya mengapa orang kaya Asia bernafsu merebutnya.

14 Juni 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPAK bola bukan lagi sekadar utak-atik si kulit bundar di lapangan rumput 75 x 110 meter, melainkan merupakan alat pendongkrak citra. Thaksin Shinawatra, Perdana Menteri Thailand, percaya bahwa jika ia membeli klub beken Liverpool pembelian itu bisa "meningkatkan citra Thailand". Entah bagaimana perdana menteri berusia 65 tahun itu menghitungnya, pertengahan bulan lalu Thaksin menyiapkan uang negara sebesar 63 juta poundsterling (sekitar Rp 850 miliar dengan kurs Rp 13.500 per pound) untuk membeli 30 persen saham klub asal Inggris itu. Negosiasi masih berjalan, sejumlah pengusaha Inggris ngotot agar Liverpool tidak dibeli asing.

Thaksin adalah suporter fanatik The Reds?julukan klub dari kawasan pelabuhan Inggris itu. Menurut dia, ia meminta hak penjualan merchandise klub itu untuk wilayah Asia. Juga bakal ada kerja sama peningkatan standar sepak bola Thailand melalui program kurikulum Liverpool.

Thaksin bukan orang pertama Asia dalam soal beli klub ini. Seorang pengusaha kakap dari Cina, Xu Ming, sempat menyediakan dana US$ 350 juta (Rp 3,325 triliun dengan kurs Rp 9.500 per dolar) untuk membeli saham Leeds United, yang tengah terbelit utang.

Selain tauke asal Cina, tiga saudagar asal Teluk juga memburu Leeds, Desember lalu. Mereka adalah Syekh Abdul Mubarakh al-Khalifa dari Bahrain, dan dua lainnya dari Arab Saudi: Mansour Salah al-Zamil serta Fahd bin Muhammed al-Sudairi. Namun, Leeds lebih memilih urusan finansialnya diurus sebuah konsorsium keuangan dalam negeri yang berkedudukan di Yorkshire.

Kisah orang luar membeli klub Inggris kurang lengkap tanpa menyebut pengusaha Inggris keturunan Mesir, Mohammed al-Fayed. Ayah almarhum Doddy al-Fayed itu?pacar gelap Putri Diana?memegang saham terbesar Fulham sejak tiga musim lalu.

Dan jangan lupakan Al-Saadi Qadhafi. Tiga tahun lalu putra pemimpin Libya, Muammar Qadhafi, itu siap mengeluarkan Rp 310,5 miliar untuk 20 persen saham Liverpool, namun tak pernah tercapai kesepakatan. Sebelumnya, Al-Saadi telah memiliki saham klub raksasa Italia, Juventus. Tahun 2002 lalu, ia membeli 5,3 persen saham Juve seharga Rp 150 miliar, dan beberapa bulan kemudian meningkat menjadi 7,5 persen.

Selain berhak atas dividen La Vecchia Signora?julukan Juventus?Al-Saadi juga mendapat kesempatan menjadi pemain klub tersebut. Memang ia hampir tidak pernah diturunkan ke lapangan, bahkan hampir selalu tidak ada dalam daftar cadangan. Sejauh ini, ia baru sekali dimainkan?itu pun hanya beberapa menit. Perlu dicatat, Al-Saadi berhasil memboyong pertandingan Piala Super Italia, Juventus melawan Parma, dua musim lalu ke Tripoli, Libya. Belum pernah terjadi dalam sejarah sebuah final Piala Super dilangsungkan di luar Italia.

Walaupun pemilik saham minoritas, kentara betul pengaruh Al-Saadi di Juventus. Padahal saham Juventus sebagian besar masih dimiliki keluarga Agnelli, pemilik perusahaan mobil Fiat, yang menguasainya sejak 1923. Sampai tiga tahun lalu, 96 persen saham Juventus masih dimiliki keluarga Agnelli.

Juventus termasuk sedikit di antara klub Eropa yang sudah go public. Selain Juve, di Italia hanya ada Lazio, AS Roma, serta AC Milan. Di Jerman, cuma Bayern Muenchen dan Borussia Dortmund. Sedangkan di Belanda, hanya Ajax Amsterdam yang sudah membuka pintu bagi pemodal luar.

Pemerintah Prancis belum mengizinkan klubnya masuk pasar, mengingat rata-rata kondisi keuangan mereka tak sehat. Sementara itu, klub Spanyol punya "nasionalisme" khusus: suporternya akan marah bila pemilik klub ternyata orang asing.

Klub Inggris paling banyak terdaftar di bursa saham, 18 klub dari total 92 klub di empat divisi. Liverpool malah belum mendaftarkan sahamnya di pasar. Bila Thailand-Liverpool mencapai kesepakatan, Thaksin berharap klub itu nantinya menjual saham di bursa?begitulah salah satu poin yang ia tawarkan kepada "Pasukan Merah". Saat ini 51 persen saham klub tersebut masih dimiliki Dave Moore, presidennya.

Tottenham Hotspur termasuk yang paling awal memasuki bursa saham, sejak 1983. MU sendiri baru pada 1991. Namun, keberhasilan MU?di lapangan dan di bursa saham?menginspirasi klub Inggris lain untuk berbondong-bondong mendaftarkan sahamnya di bursa setempat. Uang yang dapat diraup oleh The Red Devils?julukan MU?dari bursa saham mencapai US$ 1 miliar (sekitar Rp 9,5 triliun). Dibandingkan dengan satu dekade lalu, kekayaan MU dari sektor ini rata-rata mengalami peningkatan 30 kali.

Selama tujuh musim berturut-turut, klub dari Stadion Old Trafford ini memegang catatan sebagai klub terkaya sedunia. Catatan akuntan publik Deloitte & Touche menunjukkan, selama musim 2002-2003, pendapatan MU mencapai sekitar Rp 2,2 triliun. Kekayaan ini tak hanya mengucur dari penjualan tiket, tapi juga dari penjualan barang promosi sampai jauh ke Asia. Dari 75 juta fans global MU, diperkirakan tak kurang dari 40 juta berada di Asia. Di Cina saja diperkirakan ada 23 juta penggemar Setan Merah. Kalau separuh saja penggemarnya membeli sebuah kaus seharga US$ 20, bayangkan saja keuntungan klub ini.

"Kami bukan sekadar klub, tapi juga merek dagang, dan membangun merek dagang sangat penting," kata Direktur Komersial MU, Andy Anson. Maka mereka pun bermaksud memperkuat imperium dagang, terutama di kawasan Asia. Hampir 25 persen dari keuntungan MU dialokasikan untuk membangun jaringan bisnis, dari merchandising, restoran, sekolah sepak bola, sampai televisi kabel.

Kaus berlogo MU menyebar sampai Asia. Supaya jualan mereka ke Asia lebih mulus, diambillah pemain-pemain berbakat dari benua ini. MU mengontrak Dong Fangzhou dari Cina, namun musim lalu meminjamkannya ke Antwerp, Belgia.

Upaya lain merebut pasar Asia adalah membuka mega-store di Asia. Di Chengdu, Cina Selatan, berdiri restoran MU sejak tahun lalu. Menyusul kemudian di kawasan lain Cina, Hong Kong, dan Singapura. Bekerja sama dengan Barclay Bank, MU telah menerbitkan kartu kredit yang beredar di seluruh dunia.

Maka, kaya-rayalah mereka yang memegang saham klub itu. Saham terbesar MU, 25 persen, saat ini dimiliki pasangan pengusaha asal Skotlandia, J.P. McManus-John Magnier. Selebihnya, 10 persen, dimiliki jaringan televisi BskyB milik Rupert Murdoch, dan sisanya milik suporter dan publik.

Pemasukan MU dari iklan sungguh wah. Bersama perusahaan peralatan olahraga Nike, mereka telah bekerja sama lebih dari 13 tahun. Uang yang diraup sekitar 300 juta pound (sekitar Rp 4,05 triliun). Kerja sama dengan perusahaan telepon mobil Vodavone selama empat tahun menghasilkan sekitar Rp 135 miliar. Penjualan David Beckham ke Real Madrid, awal musim lalu, menghasilkan sekitar Rp 350 miliar. Di klub barunya, Beckham mendapat gaji per tahun sekitar Rp 67,45 miliar plus bonus, gaji yang membuat iri bintang masa silam, Pele. Si Mutiara Hitam menyebut Beckham lebih mirip pop star ketimbang pesepak-bola.

Pele harus iri. Penghasilan Beckham dalam semusim kompetisi Rp 202,5 miliar. Bayangkan, penghasilannya bahkan mengalahkan penghasilan Chris Gent, bos perusahaan telepon Vodavone, perusahaan yang mengontraknya, yang hanya Rp 116,85 miliar setahun. Itu belum termasuk hasil penjualan biografinya, My Life, yang terjual 220 ribu eksemplar di Jepang. Berkat suami Victoria Posh itulah Real Madrid berhasil mengikat kontrak dengan berbagai perusahaan Asia untuk jangka tiga tahun ke depan senilai lebih dari Rp 21 miliar.

Bukan hanya Beckham yang "mandi uang". Pelatih seperti Sven Goran Eriksson (kini pelatih Inggris) dan Sir Alex Ferguson (pelatih MU) juga berbantal deposito tebal. Gaya hidupnya pun mirip baron-baron kaya Eropa. Eriksson dikenal sebagai playboy papan atas. Ferguson punya kuda pacuan bernama Gibraltar, yang luar biasa mahal dan banyak menang balapan.

Namun, predikat terkaya dan tergila adalah milik Roman Abramovich, 36 tahun, pengusaha minyak Rusia, pemilik klub Chelsea. Ia dinobatkan sebagai orang terkaya Inggris 2004 versi Sunday Times. Diperkirakan hartanya 7,5 miliar poundsterling (sekitar Rp 101 triliun). Maka, ketika ia membeli 100 persen saham Chelsea dengan harga 140 juta poundsterling atau sekitar Rp 1,89 triliun, bagi dia jumlah itu hanya selilit yang menempel di sela gigi. Ketika dia memasok lagi 120 juta poundsterling guna pembeli pemain-pemain bintang, itu juga hanya sekuku hitam hartanya. The Blues pun bertabur pemain sekelas Hernan Crespo, Adrian Mutu, Makelele, atau Marcel Desailly.

Sepak bola masa kini adalah mesin pencetak uang yang berputar kencang. Dalam satu putaran kompetisi, di seluruh dunia beredar uang tak kurang dari Rp 11,4 triliun. Dari jumlah itu, 80 persen beredar di kompetisi Eropa. Maka, ada gula, ada semut. Di Eropalah semua pemain terbaik dunia kini mencari sesuap nasi?dan sebongkah berlian. Klub Eropa juga makmur. Andaikan mereka masuk putaran final Liga Champions, kejuaraan antarklub peringkat atas kompetisi tiap negara, sudah menunggu Rp 26 miliar-57 miliar pendapatan dari siaran televisi dan sponsor. Nah, bandingkan dengan klub di Indonesia, yang mencari Rp 15 miliar saja semusim kompetisi sudah megap-megap.

Klub Indonesia atau klub di Thailand kurang-lebih sama miskinnya. Dan mungkin karena itu Thaksin nekat. Ia ingin kebagian manisnya pasar bola Eropa, juga prestasi sepak bolanya.


Penghasilan Semusim Terakhir

Pemain:

  • David Beckham Rp 202,5 miliar
  • Ronaldo Rp 148,5 miliar
  • Zinedine Zidane Rp 126,9 miliar
  • Michael Owen Rp 82,35 miliar

Pelatih:

  • Sir Alex Ferguson Rp 78,3 miliar
  • Sven-Goran Eriksson Rp 49,9 miliar
  • Fabio Capello Rp 37,8 miliar
  • Arsene Wenger Rp 31,1 miliar

Jumlah Rata-rata Penonton Liga
(dalam Setiap Pertandingan)

  • Liga Inggris : 35.318
  • Liga Jerman : 33.014
  • Liga Spanyol : 28.811
  • Liga Italia : 25.667
  • Liga Belanda : 15.846
  • Liga Skotlandia : 15.827
  • Liga Rusia : 11.643
  • Liga Belgia : 10.161
  • Liga Republik Cek : 4.048
  • Liga Slovakia : 3.936

Jumlah Rata-rata Penonton Klub
(dalam Setiap Pertandingan)

  • Barcelona : 72.793
  • Real Madrid : 69.225
  • Borussia Dortmund : 68.000
  • Manchester United : 67.586
  • Inter Milan : 63.251

Klub Terkaya Tahun ini
(Pendapatan Setahun)

  1. Manchester United Rp 2,25 triliun
  2. Juventus Rp 1,96 triliun
  3. AC Milan Rp 1,80 triliun
  4. Real Madrid Rp 1,73 triliun
  5. Bayern Muenchen Rp 1,46 triliun
  6. Inter Milan Rp 1,46 triliun
  7. Arsenal Rp 1,34 triliun
  8. Liverpool Rp 1,34 triliun
  9. Newcastle Rp 1,25 triliun
  10. Chelsea Rp 1,20 triliun
  11. AS Roma Rp 1,19 triliun
  12. Borussia Dortmund Rp 1,12 triliun
  13. Barcelona Rp 1,11 triliun
  14. Schalke Rp 1,07 triliun
  15. Tottenham Hotspur Rp 0,86 triliun
  16. Leeds United Rp 0,83 triliun
  17. Lazio Rp 0,80 triliun
  18. Glasgow Celtic Rp 0,78 triliun
  19. Olympique Lyonnais Rp 0,75 triliun
  20. Valencia Rp 0,72 triliun

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus