Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PULUHAN bocah menyemuti para turis yang baru menjejak Pantai Kuta Mandalika, Nusa Tenggara Barat, Kamis terakhir Oktober lalu. Sebagian di antaranya menawarkan suvenir khas Lombok, seperti gelang dan kaus. Anak-anak usia sekolah dasar itu juga menawarkan jasa foto bagi wisatawan di depan tulisan “The Mandalika Kuta Lombok” dengan latar belakang laut berwarna hijau tosca.
Kuta Mandalika dulu tak seramai itu. Menurut penduduk sekitar yang ditemui Tempo, para penjaja cendera mata baru riuh setelah Presiden Joko Widodo meresmikan Masjid Nurul Bilad pada Oktober dua tahun lalu. Masjid berkelir cokelat itu menjadi konstruksi pertama di wilayah tersebut yang dibangun oleh Indonesia Tourist Development Company (ITDC), badan usaha milik negara yang menjadi pengembang dan pengelola kawasan Mandalika.
Direktur Utama ITDC Abdulbar M. Mansoer mengatakan peresmian masjid “Cahaya Bangsa-bangsa”, terbesar kedua di Nusa Tenggara Barat, itu bertujuan memperkenalkan Mandalika ke seluruh penjuru Nusantara. “Penduduk NTB dan wisatawan dalam negeri perlu ‘berkenalan’ dengan Mandalika,” ujar Abdulbar di kantornya di Jakarta, Kamis, 7 November lalu.
Menurut dia, kawasan berluas 1.035 hektare itu menggeliat setelah peresmian tersebut. Para investor melirik untuk menanamkan modal di Mandalika lantaran status wilayah itu sebagai kawasan ekonomi khusus sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2014 yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yu-dhoyono. Status itu membuat para investor tak dikenai pajak penghasilan. Mereka pun bisa mengantongi hak guna bangunan selama 80 tahun.
Mandalika kian menarik minat para pemodal karena bakal menjadi lintasan kejuaraan balap sepeda motor dunia, MotoGP, pada 2021. Pada 28 Januari lalu, Abdulbar menandatangani kontrak senilai 9 juta euro atau sekitar Rp 140 miliar dengan Carmelo Ezpeleta, Chief Executive Officer Dorna Sports SL, perusahaan pemegang lisensi penyelenggaraan MotoGP. Dengan ditekennya kesepakatan itu, ITDC pun mendapatkan investor asal Prancis, Vinci Construction Grands Project (VCGP).
Wisatawan mengunjungi Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. ANTARA/ASEP FATHULRAHMAN
Vinci berinvestasi hingga US$ 1,3 miliar atau sekitar Rp 18,2 triliun selama 15 tahun. Dana itu akan digunakan untuk membangun hotel dan kluster, sarana olahraga, serta tempat hiburan. “Total lahan yang disewa Vinci merupakan yang terbesar, 130 hektare,” ujar Abdulbar. Selain Vinci, ada sejumlah investor membangun hotel mewah di sana. Saat Tempo bertandang ke Mandalika, puluhan alat berat masih beroperasi untuk membangun hotel-hotel tersebut.
Ketua Badan Promosi NTB Anita Achmad mengatakan pemerintah provinsi menargetkan bisa mendatangkan 4,5 juta wisatawan pada 2020. Angka itu naik dibanding target tahun ini sebesar 4 juta turis dari dalam dan luar negeri. Dari target itu, kawasan Mandalika diproyeksikan bisa mendatangkan sekitar 900 ribu wisatawan. “Kalau MotoGP sudah berjalan, angka itu bisa lebih,” kata Abdulbar.
ITDC dan pemerintah kini mengebut pembangunan fasilitas penunjang di kawasan Mandalika. Misalnya pantai di kawasan Mandalika sepanjang 16 kilometer dan trek MotoGP, yang saat ini baru tahap pembersihan dan penggalian. Menurut Abdulbar, pembangunan trek balapan dengan dana sekitar Rp 1 triliun itu akan selesai pada Desember 2020. Sedangkan pembangunan jalan dari Bandar Udara Internasional Lombok-Kuta Mandalika sepanjang 17 kilometer dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. “Harus dikebut karena Mandalika merupakan superprioritas dari ‘sepuluh Bali baru’,” kata Abdulbar.
“Sepuluh Bali baru” digaungkan oleh Presiden Joko Widodo pada 2016 dengan tujuan meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara sehingga menambah devisa negara. Bali selama ini menjadi tumpuan wisata nasional. Pada 2018, sebanyak 6 juta dari 15,8 juta turis asing yang datang ke Indonesia mengunjungi Pulau Dewata. “Bali baru” yang dicanangkan Jokowi adalah Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur; Borobudur, Jawa Tengah; Likupang, Sulawesi Utara; dan Danau Toba, Sumatera Utara. Bersama Mandalika, empat destinasi itu masuk kategori superprioritas dan ditargetkan selesai pada 2020.
Sedangkan lima sisanya adalah Tanjung Kelayang, Kepulauan Bangka Belitung; Tanjung Lesung, Banten; Kepulauan Seribu, Jakarta; Gunung Bromo, Jawa Timur; dan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Kelimanya direncanakan rampung dibangun sebelum pemerintahan periode kedua Jokowi berakhir. “Begitu selesai, kita promosi besar-besaran,” ujar Jokowi melalui akun Twitternya, Ahad, 1 Desember lalu.
Di Jawa Tengah, Candi Borobudur juga bersolek untuk memancing minat wisa-tawan. Direktur Utama Badan Otorita Borobudur Indah Juanita mengatakan lembaganya sedang merenovasi berbagai fasilitas yang ada di kawasan itu. Nantinya Borobudur akan terhubung dengan dua candi di Magelang yang sama-sama bercorak Buddha, yaitu Pawon dan Mendut. “Akan ada jalur utama untuk memudahkan wisatawan asing mengenal hubungan tiga candi itu,” ucap Indah pada 11 November lalu.
Mempercantik kawasan candi peninggalan Dinasti Sailendra yang dibangun pada tahun 780-840 ini, Badan Otorita Borobudur akan mendatangkan arsitek Indonesia yang bakal mendesain taman dengan sentuhan budaya Jawa. Menurut Indah, Badan Otorita juga bekerja sama dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara membuat homestay di desa-desa sekitar kawasan. Tak hanya memberi dampak ekonomi untuk masyarakat, home-stay juga bertujuan menambah masa tinggal turis asing di Magelang.
Kepala Dinas Pariwisata, Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Magelang Iwan Sutiarso mengatakan turis asing biasanya tinggal satu-dua hari di wilayah itu. Kebanyakan memilih menginap di Daerah Istimewa Yogyakarta karena fasilitas seperti rumah makan dan toko oleh-oleh di sana lebih melimpah. “Pariwisata di sini masih memerlukan perbaikan,” ujar Iwan. Wisatawan asal Denmark, Sijne, membenarkan memilih tinggal di Yogyakarta karena fasilitas dan akses transportasinya lebih lengkap.
Presiden Joko Widodo berkunjung ke Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Pulisan, Likupang, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Juli 2019. Puspa Perwitasari /Antara
Meningkatkan akses transportasi, pemerintah bakal memperluas wisata terintegrasi dari sejumlah daerah, yaitu Sangiran (Klaten), Surakarta, Yogyakarta, Magelang, Karimun Jawa, dan Semarang, tahun depan. Dengan perbaikan di sana-sini, pemerintah berharap bisa mendatangkan 500 ribu turis asing pada 2020. Jumlah itu meningkat dari sebelumnya sebanyak 280 ribu orang pada 2018.
Masalahnya, pembangunan “Bali baru” belum pasti mendatangkan wisata-wan asing, yang pada 2020 ditargetkan mencapai 18,5 juta orang. Penyebabnya: perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina diperkirakan berlanjut hingga tahun depan. Pun pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan, menurut riset bank yang berkantor pusat di New York, Amerika, JP Morgan, diperkirakan hanya 4,9 persen. “Orang jadi banyak yang menahan diri, termasuk untuk berlibur,” ujar Abdulbar Mansoer.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio mengatakan persoalan perang dagang Amerika-Cina bisa berdampak negatif dan positif. Dia mencontohkan, saat krisis ekonomi melanda pada 2008, hampir semua industri mengalami kesulitan, tapi industri hiburan, seperti taman hiburan, justru hidup. “Sedang kami hitung untuk memanfaatkan hal itu. Orang stres biasanya mencari hiburan,” tutur Wishnutama di kantornya, Senin, 2 Desember lalu.
Masalah lain pariwisata di negeri ini adalah harga tiket terbilang mahal. Abdulbar bercerita, saat pergi ke Sepang, Malaysia, dari Jakarta untuk menyaksikan operasional MotoGP pada 3 November lalu, dia membayar tiket pesawat lebih murah ketimbang tiket Jakarta-Lombok. Membenarkan cerita tersebut, Menteri Wishnutama berkoordinasi dengan Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Budi Karya mengatakan tarif pesawat masih tergantung harga avtur, yang mencapai 40 persen dari komponen biaya. “Sudah ada tiga kali pembahasan dengan Menteri BUMN dan Menteri ESDM,” ujarnya, Selasa, 3 Desember lalu.
Wishnutama meyakini harga tiket domestik yang mahal ikut membuat wisata-wan lokal berpelesir ke luar negeri. Dia mencontohkan, tahun lalu ada 3,2 juta orang Indonesia berkunjung ke Malaysia. Sebaliknya, jumlah turis asal Malaysia hanya 2,5 juta. “Jangan sampai kita mati-matian cari devisa tapi wisatawan Indonesia malah ke luar negeri,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo