RUDE Kravo, tabloid 32 halaman yang terbit di Praha sejak musim panas dua tahun lalu, sesungguhnya hanya sebuah koran yang miskin. Redakturnya delapan orang dan ruang redaksinya yang semrawut hanya berukuran 8 x 8 meter persegi. Tirasnya hanya dua ribu lembar, dan hari terbitnya pun tak teratur. Bahkan, dari kota di mana si Kravo ini diterbitkan bisa membingungkan. Tertulis di koran itu bahwa ia terbit dari Brno, tapi nyatanya Kravo diluncurkan dari Praha. Namun, menjelang pemilihan umum di sana pada Juni lalu, Lembu Merah -- begitu arti kata rude kravo -- yang memasang slogan "berita tanpa sensor" ini meroket. Tirasnya melonjak 100.000 lembar, sehingga ia menjadi koran kedua terbesar di negeri itu, setelah Pravda. Ini garagara Kravo memuat 150.000 nama agen dinas rahasia CekoSlowakia, Statni tajna Bezpecnost, yang biasa disingkat dengan StB. Dengan kepala berita "Daftar Lengkap Antek StB", Kravo memuat namanama itu dalam tiga edisi -- mirip daftar pengumuman hasil ujian masuk perguruan tinggi negeri di sini. Lebih dari 600 nama yang diumumkan itu adalah residen atau koordinator agen yang memimpin tugastugas kontraspionase. Lalu, sekitar 6.000 lainnya adalah agen penghuni rumah dinas StB, sekitar 76.000 kolaborator, dan hampir 80.000 sisanya adalah pembantu penting agen StB. Masyarakat Ceko tentu sulit melupakan tindak tanduk orang StB dulu. Dinas rahasia itu bermarkas di sebuah gedung tua di tepian Sungai Vlatava, di wilayah kota kuno Praha. Markas itu dijuluki "Biara Salib" (cross monastery) karena dulunya gedung itu memang sebuah gereja. Yang membuat geger, dalam daftar pembantu penting StB terdapat nama beken, Vaclav Havel, Presiden Ceko-Slowakia yang Juli lalu mengundurkan diri, setelah perpecahan Ceko dengan Slowakia. Untuk Anda, para pembaca di Indonesia, barangkali yang mengagetkan di dalam daftar musuh nomor satu rakyat Ceko-Slovakia itu ada 13 nama Indonesia. Di antara nama itu, ada yang masih tinggal di Praha, atau kota lainnya di Ceko, seperti Nymburk dan Brno. Seorang menetap di Stockholm, Swedia, dan seorang lagi berdomisili di Nijmegen, Belanda. Mereka kebanyakan berstatus tanpa warga negara (stateless), karena paspornya sudah dicabut pemerintah Indonesia. Mereka dianggap pemerintah terlibat G30S/PKI, atau setidaknya antipemerintah orde baru. Lalu sisanya, ada enam nama yang setelah dilacak TEMPO, ternyata sudah pulang kampung, dan kini bekerja di Indonesia. Mereka umumnya berpenghasilan cukup memadai, berkat ijazah sarjana yang mereka bawa dari Ceko. Ada yang berwiraswasta, ada yang bekerja sebagai staf Departemen Pekerjaan Umum, ada ahli atom yang bekerja di BPPT, dan ada pula yang menjadi manajer di perusahaan minyak asing, Caltex, di Riau. Dalam daftar yang dilansir Kravo, seluruh nama ditulis lengkap, termasuk 13 nama Indonesia itu, disertai tanggal lahir mereka. Lebih seru lagi, setiap nama disertai nomor registrasi dan nama sandi yang menurut koran tadi diberikan StB. Bila berita itu kelak terbukti benar, inilah yang pertama kalinya begitu banyak orang Indonesia terlibat dalam kegiatan spionase asing. Selama ini, yang pernah diketahui khalayak, hanya kisah Letnan Kolonel (AL) Johanes Soesdarjanto. Perwira Dinas Pemetaan TNI-AL itu, Februari 1982, ditangkap basah oleh petugas ABRI, ketika sedang melakukan transaksi dengan agen KGB Sergei Egorov, di sebuah restoran di Jakarta. Dari pemeriksaan pengadilan, terungkap bahwa Soesdarjanto telah dua tahun dibina KGB. Ia sempat memberikan berbagai dokumen yang umumnya berupa hasil survei laut di Selat Malaka. Pengadilan memvonis Soesdarjanto 10 tahun penjara dan memecatnya dari dinas ABRI. Soesdarjanto dengan mudah diadili karena ia tertangkap basah. Berbeda halnya dengan enam orang Indonesia ini. Nama mereka hanya terdaftar di koran Rude Kravo sehingga sulit untuk menuduh mereka telah terlibat dalam StB, kecuali kemudian ditemukan bukti yang kongkret. TEMPO memang telah berusaha mengecek kepada begitu banyak sumber yang relevan, apakah sumber yang berada di Indonesia, Belanda, Swedia, dan Ceko-Slowakia, termasuk orang-orang yang namanya tercantum di Rude Kravo. Mereka yang sekarang berada di luar negeri, umumnya mengaku telah pernah berhubungan dengan orang-orang StB, walau membantah telah menjadi agen. Hubungan itu terjalin karena mereka ditekan StB dengan berbagai cara. Pengakuan ini mungkin saja ada benarnya. Karena, StB punya banyak cara untuk menjebak seseorang agar mau direkrut sebagai agen. Misalnya, seorang yang terlibat kecelakaan mobil atau melanggar aturan lalu lintas, bisa ditekan untuk bekerja sama dengan StB. Imbalannya, orang itu bisa lolos dari ancaman hukum. Di kampus, menurut Roman Zamboch, wakil Humas Parlemen Republik Ceko yang juga lulusan Fakultas Jurnalistik Universitas Charles di Praha, mahasiswa yang akan ujian dipaksa StB bekerja sama bila ingin lulus. Setijarto Mangunkusumo, 61 tahun, yang kini menetap di Praha, misalnya, berkata, "Pemuatan nama saya itu ada benarnya, ada tidaknya." Soalnya, menurut alumni Fakultas Kedokteran Umum Universitas Charles Praha itu, ia memang pernah berhubungan dengan petugas StB, karena ia diuber terus oleh agen StB. Tapi, ia tak pernah memberikan informasi yang berharga pada mereka. Nama yang lain, Poernomo Reksoprodjo, juga tak membantah pernah punya hubungan dengan orangorang dari dinas rahasia itu, tapi tetap menolak kalau dituduh sebagai agen StB. "Saya tak pernah menandatangani suatu perjanjian. Saya juga tak pernah diberi gaji atau uang," katanya kepada TEMPO ketika ditemui di rumahnya di Nijmegen, Belanda. Sementara itu, mereka yang di Indonesia semuanya membantah keras. Mereka membantah pernah menjadi agen, dan membantah pernah berhubungan dengan StB. TEMPO sempat menghubungi empat orang di antara enam nama di dalam daftar itu yang kini tinggal di Indonesia. Didi Suwandhi, 58 tahun, yang kini bekerja di Departemen Pekerjaan Umum dan tinggal di Jakarta, kepada TEMPO berkata dengan tegas, "Saya tak tahu-menahu. Di Ceko, saya ini kutu buku, mana ada waktu untuk kegiatan partai," ujarnya tegas (Lihat Nama-Nama Indonesia di Rude Kravo). Apakah daftar itu keliru? Deputi Menteri Dalam Negeri Federal CekoSlowakia Zdenko Matula ketika diwawancarai oleh Koresponden TEMPO, Asbari N. Krisna, tiga pekan yang lalu, mengatakan bahwa daftar Rude Kravo itu punya kebenaran, dan diduganya bersumber dari dokumen yang otentik. Tapi, ia tak tahu dari mana Kravo memperoleh bocoran dokumen tersebut. Yang jelas, katanya, "Tindakan Kravo itu bukan karena disuruh pemerintah federal." Pemerintah di sana secara resmi belum mengizinkan dokumendokumen StB dipublikasikan. Dulu dokumen-dokumen StB memang tersebar di beberapa instansi pemerintah, salah satu di antaranya di departemen dalam negeri. StB itu dulunya memang berada di bawah kontrol departemen itu. Ada kemungkinan, orang-orang itu didaftar tanpa sadar. Menurut Matula, hal itu bisa terjadi lantaran konspirasi StB benar-benar terselubung. "Yang menggarap mereka biasanya teman seasrama atau teman sekerja. Semua ucapan atau keterangan dicatat dan kemudian dilaporkan," kata pejabat tinggi Ceko itu. Sebenarnya semuanya bisa saja dibuat lebih jelas. Ketika ditemui TEMPO di kantornya, sebuah gedung bertingkat yang kusam di Praha, Matula menjelaskan bahwa setiap agen StB pasti punya file, yang menurut Matula, kini berada di lemari besi yang berada di kamar kerjanya. Artinya, termasuk juga file orang-orang Indonesia itu. Berapa banyak sebenarnya jumlah orang Indonesia yang masuk file resmi StB? Matula mengatakan bahwa pertanyaan itu baru bisa dijawab bila ia membuka lemari besinya. Dengan terus terang Matula menolak membuka lemari besi itu untuk TEMPO. Katanya, pekerjaan itu baru mungkin ia lakukan bila ada permintaan dari pemerintah yang bersangkutan, melalui suatu pembicaraan bilateral yang resmi. Dari penjelasan Matula, orang-orang yang tercantum di dalam daftar tadi amat perlu diklirkan. Soalnya, dari dokumen StB sendiri, menurut Matula, organisasi intelijen itu membagi daftar itu dalam beberapa kategori, seperti kolaborator, calon agen, agen, dan musuh. Kategori yang terakhir diberi kode N. Dengan kategori itu, nama-nama yang tertera dalam daftar itu tak sama peranannya. Calon agen, misalnya, adalah seseorang yang sudah punya potensi untuk direkrut menjadi agen. Biasanya para petugas StB sudah berhubungan dengan yang bersangkutan. Sementara itu, dosa orang ini pun akan dikumpulkan, jebakan-jebakan dipasang, agar orang ini bisa diperas. Bila itu sudah diperoleh, orang ini pun dikerjai. Bila akhirnya ia setuju dengan syarat-syarat yang diajukan StB, kontrak pun ditandatangani, barulah sekarang orang itu disebut agen. Bila tetap menolak, biasanya orang itu dihancurkan StB dengan berbagai cara, kalau perlu dibunuh. "Andai kata StB bekerja baik dan menuliskan semua kegiatannya, pasti ada perjanjian hitam putih dengan orangorang Indonesia yang berstatus agen. Tapi, umumnya cara mereka bekerja tak beres," kata doktor psikologi yang baru berusia 39 tahun itu. Misalnya, Matula menemukan status seseorang disebut agen, padahal setelah diperiksa orang itu baru menjadi calon agen. Contoh yang lain adalah tercantumnya nama Vaclac Havel, tokoh hak asasi manusia yang baru saja mengundurkan diri sebagai presiden negeri itu. Havel disebut calon agen, tapi kemudian setelah diperiksa Departemen Dalam Negeri, ternyata ia dinyatakan bersih. Sebagai seorang antikomunis, Havel memang menjadi target Stb. Yang banyak menjadi target untuk direkurt Stb ialah para mahasiswa. Soalnya, mahasiswa adalah orang terdidik sehingga tak sulit lagi mendidik menjadi agen. Semua nama Indonesia yand terdaftar di Rude Kravo memang mahasiswa. Pada zaman Bung Karno dulu, Indonesia, yang punya hubungan baik dengan negara-negara sosialis, banyak mengirim mahasiswa untuk belajar ke Ceko-Slowakia atau negri blok timur lainnya. Itu terjadi mulai tahun 1958 sampai 1965. Tiga hari setelah 29 mahasiswa gelombang akhir mendarat di lapangan terbang Praha, pecahlah Gerakan 30 September oleh Partai Komunis Indonesia. Para mahasiswa Indonesia di Ceko yang bergabung dalam Persatuan Pelajar Indonesia pun pecah dua: yang kiri pro-komunis PKI dan sebagian lagi pro-Orde Baru. Dan PKI secara berkala mengirim wakilnya dari perwakilan buruh internasional di Ceko untuk mengumpulkan mahasiswa kiri tadi. Mereka yang memilih kiri itulah yang kini menetap di Ceko atau negeri lainnya, karena mereka sudah tak punya paspor Indonesia. Dengan kondisi seperti ini mereka memang rawan terhadap penggarapan Stb. Doktor Milan Balaban, 51 tahun, pendiri Charta 77, organisasi hak asasi manusia di Ceko, menjelaskan betapa gencarnya StB menggrayangi kampus lewat organisasi yang bernama Institut Mahasiswa Internasional. Menurut dosen agama pada universitas Charles di Praha ini, perekutan mahasiswa dari berbagai negara -- diantaranya Jepang, Vietnam, Indonesiam, Amerika dan dari negri-negri Afrika -- dilakukan dengan alasan mahasiswa asing biasanya lebih leluasa keluar masuk Ceko dan melakukan perjalanan ke Barat. Dengan demikian mereka mudah dititipi macam-macam tugas oleh dinas rahasia itu. Milan Balaban menyatakan bahwa daftar Kravo adalah benar dan Otentik. Namun, di sana sini ada "cacat". Misalnya, kata Balaban, ada sekitar 600 nama yang hilang. Ada dugaan, sebelum daftar ini jatuh ke tangan Rude Kravo, StB masih sempat menggunting nama-nama agen penting mereka yang kini duduk di jabatan-jabatan kunci pemerintahan. Lebih jauh lagi, Sylva Danickova, 57 tahun, redaktur harian Telegraf di Praha, menduga di antara nama-nama yang hilang itu terdapat nama Vladimir Meciar, bekas Mentri Dalam Negri Republik Federal Ceko-Slowakia, yang kemudian dicopot Havel dan kini menjabat perdana mentri (negara bagian) Slowakia. Yang jelas pemuatan daftar itu di Rude Kravo sempat mengguncang Ceko-Slowakia. Partai-partai berhaluan kanan di parlemen sudah mendesak agar ada pengumuman resmi siapa saja agen StB itu. Apalagi, sejak tahun 1991, di negeri itu diberlakukan Undang-Undang Lustracie atau UU Bersih Diri, yang mensyaratkan mentri atau anggota parlemen di sana harus memiliki, antara lain, surat bebas StB. Maka, sampai sekarang ada saja orang yang meminta surat bersih diri ke Departemen Dalam Negri, dan untuk itu mereka harus bersedia diperiksa. Sampai kini parlemen federal, yang menampung wakil dua negara bagian Ceko-Slowakia, belum memutuskan apakah daftar StB itu akan diumumkan secara resmi. Ada kelompok yang menentang pengumuman itu. Tapi, untuk sementara ini, parlemen menyatakan bahwa orang-orang yang namanya tercantum dalam daftar Rude Kravo tak boleh duduk di jabatan penting tertentu. Disinyalir oleh beberapa sumber, penerbitan daftar agen di Kravo itu atas dukungan partai-partai sayap kanan yang menag dalam pemilu pada Juni lalu. Hal ini dibenarkan oleh Petr Cibulka, pemimpin redaksi Rude Kravo, yang sudah lima kali ditangkap StB. "Penerbitan daftar nama itu inisiatif redaksi sendiri. Tapi, kami didukung Aliansi Kanan Anti-Komunis dan mereka dapat membuktikan kebenaran nama-nama itu," kata orang Brno berusia 39 tahun, yang dikenal sebagai orang yang paling radikal dalam kelompok hak asasi Charta 77. Cibulka mengatakan kepada TEMPO bahwa ia masih memiliki dokumen daftar agen StB yang segera akan ia terbitkan. Walaupun pro dan kontra terus berkecamuk di masyarakat Ceko, wartawan Pert Placak membuat reportase: orang-orang tetap saja pergi ke lapangan Vencel, di Kota Praha, untuk membeli daftar yang diterbitkan Kravo. Mereka tampaknya ingin mengenali orang-orang StB yang dulu misterius, tapi menakutkan. Atau ada pula yang membeli koran itu karena mendengar ada sanak saudaranya yang tercantum di sana. Toriq Hadad, Sri Pudyastuti, Ivan Haris (Jakarta), dan Asbari N. Krisna (Praha)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini