Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA truk dan satu mobil minibus memasuki gedung Mahkamah Konstitusi menjelang isya, Kamis, 13 Juni lalu. Rombongan itu membawa setumpuk bukti milik tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno. Meski bagian pelayanan Mahkamah sudah tutup dua jam sebelumnya, atau pukul 17.00, petugas tetap menyambut kehadiran mereka.
Juru bicara Mahkamah, Fajar Laksono, bercerita kepada Tempo, seorang pengacara Prabowo-Sandi sebelumnya sempat menghubungi dia dan mengatakan bakal ada sejumlah truk untuk mengirim berkas. “Dia bilang mau bawa 40 orang untuk menurunkan bukti,” ujar Fajar, Kamis, 20 Juni lalu. Nyatanya, hanya ada tiga sopir dan satu kuasa hukum. Para pegawai Mahkamah akhirnya menggotong boks-boks dari dalam truk tersebut.
Alat bukti yang diserahkan saat itu antara lain formulir C1 atau hasil rekapitulasi suara tingkat tempat pemungutan suara, daftar nomor induk kependuduk-an ganda, kepingan cakram padat berisi rekaman video, surat-surat, serta printout berita media massa. Setelah semua barang diturunkan, ada sejumlah alat bukti yang belum didaftarkan. Fajar mengatakan kuasa hukum Prabowo-Sandi yang hadir di situ tak mengetahui berkas-berkas di dalam sejumlah kontainer itu akan diserahkan kepada bagian registrasi Mahkamah atau tidak. “Dia bahkan tidak tahu itu alat bukti apa,” ujar Fajar.
Dua sumber yang membantu tim hukum Prabowo mengatakan alat bukti itu dibawa dari sebuah kantor di MidPlaza, Jalan Jenderal Sudirman. Di sanalah semua alat bukti diperbanyak. Anggota tim pengacara Prabowo-Sandi, Luthfi Yazid, membantah ada alat bukti yang tak jelas yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi. “Masak, pengacara enggak paham alat bukti?” ujarnya.
Sehari kemudian, dalam sidang pendahuluan, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman mengatakan masih ada 38 alat bukti yang belum diterima lembaganya. Ketua tim hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, mengklaim malam sebelumnya ada 12 truk yang datang ke Mahkamah. “Karena teman di MK sebagian besar katanya sudah capai, 12 truk yang itu tidak bisa masuk,” tutur bekas pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi ini.
Hakim Mahkamah, I Dewa Gede Palguna, mengatakan petugas memang menu-tup penerimaan berkas pada pukul 7 malam untuk istirahat, tapi kemudian membukanya kembali. Juru bicara Mahkamah, Fajar Laksono, mengatakan malam itu tim Prabowo-Sandi menyatakan akan mengirim satu truk lagi. “Karena sudah malam, kami minta besok pagi saja dikirim dan pegawai akan stand by jam tujuh pagi. Tapi mereka tidak datang.”
Setelah Komisi Pemilihan Umum mengumumkan Joko Widodo-Ma’ruf Amin mendapat 55,5 persen suara dan Prabowo-Sandi 45,5 persen dalam pemilihan presiden 2019, kubu Prabowo-Sandi mempersoalkannya. Dalam gugatannya, Bambang Widjojanto menyatakan jagoannya seharusnya mendulang 52 persen suara, sedangkan Jokowi-Ma’ruf mendapat 48 persen. Alih-alih membuktikan kesalahan penghitungan dan rekapitulasi suara yang merugikan Prabowo-Sandi, tim hukum pasangan nomor urut dua itu malah menarik alat bukti formulir C1 dari persidangan. Bambang beralasan bukti C1 yang dimilikinya belum dijilid. “Itu bukan persoalan besar karena sebagian bukti sudah masuk,” ujarnya.
Tim hukum Prabowo memilih berfokus pada tudingan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif. “Formulir C1 bukan titik berat yang kami kedepankan. Bagi kami, Mahkamah Konstitusi tak hanya menghitung suara, tapi juga menjaga pemilihan yang jujur,” ujar anggota tim hukum Prabowo, Denny Indrayana.
Sesuai dengan Pasal 475 ayat 2 Undang-Undang Pemilihan Umum, sidang di Mahkamah Konstitusi sebenarnya hanya menyelesaikan perselisihan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon. Tapi tim Prabowo-Sandi dalam gugatannya mengajukan lima dalil lain, yaitu penyalahgunaan anggaran negara dan program pemerintah, ketidaknetralan birokrasi dan badan usaha milik negara, ketidaknetralan polisi dan intelijen, pembatasan kebebasan pers, serta penegakan hukum yang tebang pilih. Tim Prabowo meminta Mahkamah mendiskualifikasi Jokowi-Ma’ruf dan menetapkan Prabowo-Sandi sebagai pemenang.
Barang bukti tambahan milik Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 18 Juni 2019. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Tim Prabowo mempersoalkan daftar pemilih tetap yang dianggap penuh ghost voter alias pemilih siluman. Salah satu saksi yang diajukan, Agus Muhammad Maksum, dalam sidang pemeriksaan pada Rabu, 19 Juni lalu, mencontohkan ada pemilih bernama Udung dengan kartu tanda penduduk invalid dan nomor induk kependudukan tak wajar. Agus menyatakan sudah memeriksa nama tersebut ke lapangan dan tak menemukannya.
Namun, ketika hakim I Dewa Gede Palguna mencecar, jawaban Agus berubah-ubah. Agus, misalnya, mengaku tak mengecek ke lapangan. “Tadi bilang tidak ada di dunia nyata. Sekarang Anda menyebut tidak mengecek,” ujar Palguna. Agus kemudian menyatakan keterangan yang benar adalah dia tidak memeriksa ke lapangan.
Majelis hakim sempat meminta kuasa hukum menghadirkan bukti 17,5 juta pemilih yang dianggap siluman. Tapi anggota tim hukum Prabowo, Dorel Almir, mengatakan pihaknya terhalang masalah teknis. “Ada ketidakmampuan alat fotokopi,” ujar Dorel. Menanggapi tudingan itu, anggota KPU, Hasyim Asy’ari, mengatakan lembaganya sudah memverifikasi 17,5 juta pemilih yang dianggap fiktif. “Semuanya pemilih beneran.”
Berbagai tudingan kecurangan juga diajukan tim hukum dalam bentuk kliping berita yang dimuat di sejumlah media. Misalnya, ketidaknetralan polisi ditunjukkan dengan kliping berita majalah Tempo yang mengulas soal dugaan pembentukan tim pendengung atau buzzer untuk memenangkan Jokowi-Ma’ruf. Salah satunya terkait dengan akun Twitter @Opposite6890 yang menceritakan dugaan penggunaan aplikasi Sambhar untuk mendukung rencana tersebut.
Soal tudingan ketidaknetralan polisi itu, tim hukum Prabowo gagal menghadir-kan saksi. Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Kepolisian RI Komisaris Besar Asep Adi Saputra membantah tudingan bahwa jajarannya tak netral. “Kami dalam pengamanan pemilu tetap independen dan tak berpihak pada salah satu calon.”
Anggota KPU, Pramono Ubaid, menilai berbagai tudingan yang dilancarkan kubu Prabowo tak berdasar. Dia mencontohkan, persoalan daftar pemilih sudah diperbaiki sebelum pencoblosan. Begitu pula tudingan bahwa ada petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara yang mencoblos surat suara di sejumlah daerah. “Sudah digelar pemungutan suara ulang sesuai dengan rekomendasi Bawaslu. Jadi tidak ada pengaruhnya terhadap perolehan suara calon,” ujar Pramono.
Sekalipun bukti dan saksi kerap dimentahkan, Denny Indrayana masih meyakini bisa memenangi sengketa ini. “Tapi kami juga realistis beberapa saksi tak hadir,” katanya.
DEVY ERNIS, BUDIARTI UTAMI PUTRI, IRSYAN HASYIM, HUSSEIN ABRI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo