Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kepala Intel dan Rekonsiliasi ‘212’

Mengajak Prabowo Subianto bergabung ke pemerintahan, Joko Widodo mengutus sejumlah orang. Ketua Umum Gerindra itu melunak. Negosiasi soal kursi menteri dan pemimpin parlemen.

22 Juni 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Joko Widodo dan Ma’ruf Amin bersama Prabowo Subianto di Hotel Sultan, Jakarta, April 2019. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERATNYA tanja-kan menuju kediam-an Prabowo Subianto di Desa Bojongkoneng, Bogor, Jawa Barat, menjadi obrolan pembuka pertemuan tetamu dan sahibulbait pada Sabtu pagi, 15 Juni lalu. Start dari kompleks perumahan Sentul City, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo dan pasangan Prabowo dalam pemilihan presiden 2019, Sandiaga Salahuddin Uno, mengayuh sepeda lebih dari 10 kilometer. Di jalur yang miring itu, Edhy tak pernah bisa menyusul Sandiaga. “Saya kalah sepuluh menit di belakang Sandi,” ujarnya, Rabu, 19 Juni lalu.

Sembari menyantap sarapan, mereka kemudian mengancik ke topik serius. Di antaranya, menurut Sufmi Dasco Ahmad, juga Wakil Ketua Umum Gerindra, yang hadir dalam pertemuan itu, hasil pemilihan anggota legislatif dan rencana penggantian sejumlah pengurus daerah. “Karena ada kursi di DPR yang berkurang,” kata Dasco.

Pertemuan itu juga membicarakan sidang perdana sengketa pemilihan presiden di Mahkamah Konstitusi sehari sebelumnya. Prabowo-Sandiaga, yang menggugat hasil pemilihan presiden, mengutus mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto; bekas Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana; dan sejumlah pengacara untuk mewakilinya di persidangan. Menurut tiga petinggi Gerindra yang mengetahui acara di rumah Prabowo, kiprah Denny saat membacakan gugatan disorot secara khusus.

Denny menyebutkan Badan Intelijen Negara tidak netral karena Kepala BIN Budi Gunawan memiliki kedekatan politik dengan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, partai utama pengusung Jokowi. Indikasinya, Budi, yang menjadi ajudan saat Megawati menjabat presiden pada 2001-2004, pernah hadir dalam acara ulang tahun PDIP. “Saya bacakan karena itu bagian dari permohonan gugatan,” ujar Denny, Rabu, 19 Juni lalu.

Denny Indrayana dalam sidang perdana perselisihan hasil pemilihan umum sengketa pemilihan presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 14 Juni lalu. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Rupanya, menurut tiga narasumber yang ditemui secara terpisah tersebut, pernyataan Denny membuat telinga Budi Gunawan panas. Lewat seorang petinggi Gerindra, Budi meminta Prabowo mencopot Denny dari tim hukum Prabowo-Sandi di Mahkamah Konstitusi. Dalam pertemuan di rumahnya di Bojongkoneng, Prabowo, yang menerima pesan tersebut, menyatakan kekecewaannya karena nama Budi disebut dalam sidang. “Karena bisa merusak komunikasi yang sudah berjalan antara Budi dan Prabowo,” ujar salah seorang narasumber itu, yang juga menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Komunikasi itu adalah perbincang-an mengenai rencana rekonsiliasi Prabowo dan Jokowi serta kemungkinan Gerindra masuk ke pemerintahan. Dua sumber dari Gerindra, seorang petinggi partai peng-usung Jokowi, dan seorang pejabat pemerintahan mengatakan Budi dan Prabowo bertemu di Bali pada awal Juni lalu untuk membicarakan hal tersebut. Wakil Ketua Umum Gerindra Edhy Prabowo menolak membenarkan informasi ini. “Tahu dari mana? Lu jangan mancing-mancing. Enggak ada,” katanya.

Tak ingin ada kegaduhan jika mencopot Denny, tim Prabowo-Sandi kemudian menugasi Denny mengurus bukti dan saksi yang akan dihadirkan dalam persidang-an. Karena itu, Denny tidak hadir dalam sidang kedua pada Selasa, 18 Juni lalu. Denny menampik kabar bahwa ia telah ditegur lantaran pernyataannya soal Budi Gunawan. “Enggak ada tuh,” ujarnya.

Budi Gunawan menolak berkomentar ketika ditemui seusai rapat bersama Komisi I DPR, yang membidangi pertahanan dan intelijen, pada Kamis, 20 Juni lalu. “Wah, dari Tempo,” katanya, menanggapi pertanyaan Tempo. Direktur Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Hari Purwanto menuturkan, kedatangan bosnya dalam acara ulang tahun PDI Perjuangan merupakan hal yang wajar lantaran mengha-diri undangan.

Ihwal keberadaan Budi di Bali pada awal Juni lalu, Wawan menjelaskan, atasannya memang kerap berkunjung ke berbagai tempat untuk menjalankan tugas sebagai kepala intelijen. Wawan enggan mengomentari pertemuan Budi dan Prabowo di Pulau Dewata. “Itu bukan kapasitas saya,” ujarnya pada Jumat, 21 Juni lalu.

Sinyal rekonsiliasi dengan Prabowo berulang kali dilontarkan Jokowi. “Rekonsiliasi bisa di mana pun. Bisa saat naik kuda, bisa di Yogyakarta, dan bisa saat naik MRT,” ujar Jokowi di Gianyar, Bali, pada 14 Juni lalu.

Sehari setelah pencoblosan pada 17 April lalu, Jokowi mengutus Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pan-djaitan menemui Prabowo. Kubu Prabo-wo-Sandiaga, yang tak menerima hasil pe--milihan presiden, mempersiapkan gera-kan massa untuk mendesak Badan Peng-awas Pemilihan Umum menyatakan pemilihan berjalan curang. Setelah Komisi Pemilihan Umum mengumumkan hasil penghitungan suara pada 21 Mei dinihari, sejumlah pendukung Prabowo turun ke jalan. Demonstrasi kemudian ber-ujung rusuh. Jakarta mencekam. Sembilan orang tewas dalam peristiwa itu.

Luhut, yang mempertemukan Jokowi-Prabowo pada akhir Oktober 2016 di Bojongkoneng, kali ini tak bisa mempertemukan mereka. “Prabowo tidak pernah bertemu dengan Luhut. Saya minta Prabowo tidak bertemu dengan Jokowi karena pendukungnya akan marah,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengambil alih peran Luhut. Menurut Arief Poyuono, Prabowo bertemu dengan Jusuf Kalla di salah satu kamar di Hotel Dharmawan-gsa, Jakarta Selatan, pada Kamis petang, 23 Mei lalu. Keduanya masuk ke hotel secara terpisah. Kalla melalui pintu utama, sedangkan Prabowo lewat Apartemen Dharmawangsa, yang bersebelahan dengan hotel. “Mereka di sana sekitar empat jam,” ujar Arief.

Pertemuan itu, menurut Arief, berlangsung sejak pukul 16.00. Kalla menceritakan, dalam persamuhan itu, Prabowo menelepon pendukungnya yang bersiap-siap melanjutkan demonstrasi. “Di depan saya, beliau menelepon semua orangnya untuk menghentikan semua aksi,” kata Kalla pada Selasa, 4 Juni lalu.

Kepada Kalla, Prabowo juga menyatakan akan menggugat hasil pemilihan presiden ke Mahkamah Konstitusi. Sehari setelah pertemuan di Hotel Dharmawangsa, Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi mendaftarkan gugatan hasil pemilihan presiden ke Mahkamah.

Tiga narasumber di Gerindra yang mendapat cerita ini dari Prabowo menuturkan, dalam pertemuan itu, Prabowo meminta kepada Kalla agar polisi menangguhkan penahanan pendukungnya yang ditangkap. Sebagai jaminan, Prabowo menyerukan pendukungnya agar tidak menggelar unjuk rasa ketika sidang di Mahkamah bergulir. “Kalau Anda mendukung Prabowo-Sandiaga Uno, saya mohon tidak perlu hadir di sekitar Mahkamah Konstitusi,” ujar Prabowo dalam video yang diedarkan pada Selasa, 11 Juni lalu.

Selain menyiarkan video itu, kubu Prabowo-Sandi sigap membantah jika ada informasi yang mengatasnamakan Badan Pemenangan Nasional bahwa mereka akan berdemonstrasi di depan Mahkamah Konstitusi menjelang putusan, yang paling lambat akan dibacakan pada 28 Juni. “BPN tidak pernah memfasilitasi acara ini,” ujar juru bicara tim Prabowo-Sandi, Andre Rosiade.

Pada awal Juni, polisi akhirnya menangguhkan penahanan tersangka makar, Lieus Sungkharisma, dan tersangka ujaran kebencian, Mustofa Nahrawardaya. Keduanya dikeluarkan dari tahanan atas jaminan Sufmi Dasco Ahmad. Pada Jumat, 21 Juni, giliran mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus, Soenarko, yang dibebaskan dari kurungan. Penahanan tersangka kepemilikan senjata api ilegal itu ditangguhkan atas permintaan Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal Hadi Tjahjanto. “Penangguhan ini bukan karena politik, tapi karena tersangka sudah membuat pernyataan tidak mengulangi perbuatannya,” ujar juru bicara Kepolisian RI, Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo.

Di tengah proses rekonsiliasi, di kala-ngan internal Gerindra muncul istilah “212”. Tiga narasumber yang ditemui terpisah di partai itu mengatakan kiasan tersebut berasal dari tawaran jabatan dari kubu Jokowi. Dua-satu-dua berarti dua kursi menteri, satu kursi Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan dua jabatan di Dewan Pertimbangan Presiden.

Andre Rosiade, yang duduk di Badan Komunikasi Gerindra, mendengar ada tawaran posisi menteri, pemimpin komisi di DPR, dan pemimpin MPR untuk partainya dari pihak Jokowi. “Pak Prabowo dan petinggi Gerindra juga mengetahui informasi ini,” ujar Andre. Seorang pejabat tinggi di pemerintahan Jokowi membenarkan adanya tawaran posisi bagi Gerindra di kabinet, tapi kubu Prabowolah yang pertama-tama meminta jumlah kursinya.

Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno memberikan keterangan pers di kediaman Prabowo di Kertanegara, Jakarta Selatan, Mei 2019. ANTARA/Sigid Kurniawan

Juru bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Ace Hasan Syadzily, menyatakan kubunya tak pernah mengiming-imingi kelompok Prabowo-Sandi jabatan tertentu, seperti kursi menteri. “Jokowi dan Prabowo saja belum pernah bertemu,” tuturnya. Tapi Ace membenarkan info bahwa pihaknya sedang dalam proses rekonsiliasi dengan Prabowo.

Peluang Gerindra bergabung dengan koalisi Jokowi terbuka lebar. Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan Gerindra berada di urutan pertama untuk diajak bergabung dengan koalisi dibanding Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional. “Gerindra partai gentleman, bukan partai resistan. Kalau ada tawaran menteri untuk Gerindra, itu hal yang wajar,” ujar Arsul.

Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon mengatakan partainya tidak mau didikte soal bergabung atau tidak dengan pemerintah. “Saat ini belum terpikir karena konsentrasi masih di Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.

Kabar soal Gerindra bergabung ke pemerintahan membuat pengurus partai terbelah. Menurut Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono, ada pengurus yang meminta Prabowo-Sandi langsung mengakui kekalahan dalam pemilihan presiden dan bergabung ke pemerintahan. Ada juga kubu yang tak setuju pasangan nomor urut dua itu membawa perselisihan pemilu ke Mahkamah Konstitusi, tapi juga tak mau Gerindra masuk kabinet. Terakhir, ada kelompok yang meminta Prabowo-Sandi mempersoalkan hasil pemilihan presiden di Mahkamah. “Saya bela 08 dan yakin menang,” ujar -Arief. Angka “08” adalah kode bagi Prabowo Subianto saat berdinas di militer.

Andre Rosiade dari Gerindra mengatakan sebaiknya partainya tetap menjadi oposisi. Itu karena, selain mayoritas pemilih Prabowo-Sandiaga tidak senang terhadap pemerintahan Jokowi, Gerindra bisa menjadi penyeimbang pemerintah jika tetap berada di luar koalisi. “Tapi semua keputusan ada di tangan Pak Prabowo,” ujarnya.

HUSSEIN ABRI DONGORAN, DEVY ERNIS, PRAMONO, FRISKI RIANA, IRSYAN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Hussein Abri Dongoran

Hussein Abri Dongoran

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, lulusan Universitas Pasundan, Bandung, ini banyak meliput isu politik dan keamanan. Reportasenya ke kamp pengungsian dan tahanan ISIS di Irak dan Suriah pada 2019 dimuat sebagai laporan utama majalah Tempo bertajuk Para Pengejar Mimpi ISIS.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus