Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sikat Sikut Pengadaan Pelat Nomor

Blangko surat kendaraan bermotor dan material pelat nomor langka di sejumlah kepolisian daerah. Sejumlah pemasok berebut proyek dengan menggandeng jenderal polisi.

23 Juni 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIGIT Herman Tjipta Widjaja tidak berani mengendarai sepeda motor yang dibelinya awal Mei lalu ke jalan umum. Warga Kalicari II, Semarang, ini khawatir terkena razia polisi karena belum memiliki surat tanda nomor kendaraan bermotor (STNK) dan buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB).

Sepekan setelah membayar lunas motornya kepada dealer, dia hanya mendapat selembar surat tanda pembayaran pajak sementara. "Bahkan pelat nomor juga belum diberikan," kata Sigit kepada Tempo, Rabu pekan lalu. Oleh polisi, ia disuruh membeli pelat di pinggir jalan.

Sigit tidak sendiri. Ketika mengurus surat kepemilikan dan pembayaran pajak di kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) II Kota Semarang, dia mendapati ratusan pemilik kendaraan bermotor baru tidak memperoleh dokumen resmi dan pelat nomor. "Mereka hanya diberi surat tanda pembayaran pajak yang dilegalkan polisi," ujarnya.

Kekosongan surat kendaraan bermotor dan material pelat nomor terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Di Kota Tangerang, sejak April lalu, Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya mengumumkan terjadi kekurangan material STNK dan BPKB. "Seumur-umur, baru kali ini terjadi kekosongan stok blangko surat kendaraan," kata seorang polisi.

Di Polda Metro Jaya, material pelat nomor memang masih tersedia. Menurut seorang petugas, kelangkaan bisa dihindari­ karena Polda Metro mendapat pasokan materi dari sejumlah kepolisian daerah yang kelebihan bahan baku aluminium. "Tapi persediaan di kantor sendiri sudah habis sejak awal tahun lalu," ujarnya.

Kabar kelangkaan material surat kendaraan bermotor sebenarnya sudah tercium sejak beberapa bulan lalu. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal Timur Pradopo bahkan sempat mengundang Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Pudji Hartanto Iskandar untuk menjelaskan hal tersebut dalam Rapat Seluruh Pejabat Utama Mabes Polri dan Kepala Polda Seluruh Indonesia pada 28 Mei lalu.

Awalnya, rapat hanya membahas pengarahan Kepala Polri kepada semua kepala polda tentang pengamanan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak. Dalam notulen rapat yang salinannya diperoleh Tempo, Pudji menjelaskan panjang-lebar soal kelangkaan itu.

Dia menjelaskan langkah-langkah antisipasi yang telah dilakukan dalam mengatasi kekurangan blangko STNK dan BPKB. Soal penyebabnya, menurut Pudji, lembaganya mengikuti aturan penggunaan anggaran penerimaan negara bukan pajak. "Pengadaan material barang dan jasa tidak boleh dilakukan jika anggaran belum tersedia," katanya.

Menurut Pudji, seperti tertulis dalam dokumen itu, persetujuan pagu anggaran definitif baru keluar dari Direktorat Perbendaharaan Kementerian Keuangan pada April lalu—terlambat dua bulan dari semestinya. Kepada Tempo, Pudji mengaku sudah melapor ke Kepala Polri soal kelangkaan tersebut. "Kami sudah memprediksi dan menyiapkan langkah-langkah antisipasi," ujarnya.

Seorang perwira polisi mengatakan anggaran bukan satu-satunya penyebab kelambatan pelaksanaan tender. Penyebab lain adalah kisah rebutan proyek segelintir pengusaha yang dekat dengan petinggi kepolisian. "Kasus paling nyata terjadi di proyek pengadaan pelat nomor," katanya.

Pengadaan material pelat nomor sejak 2006 selalu dikerjakan Primer Koperasi Polisi Direktorat Lalu Lintas Markas Besar Polri bekerja sama dengan PT Citra Mandiri Metalindo Abadi. Perusahaan milik Budi Susanto—tersangka korupsi simulator kemudi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi—itu menjadi pemasok aluminium dan mesin pencetak.

Namun belakangan, menurut sumber itu, ada upaya dari petinggi Korps Lalu Lintas Polri "menggergaji" Citra Mandiri. Hal ini dilakukan dengan menyodorkan proyek pengadaan material pelat nomor kepada sejumlah pengusaha lain yang sudah familiar dengan proyek-proyek di kepolisian.

Di antaranya Robert Bonosusatya, salah satu pemilik PT Jasuindo Tiga Perkasa, dan Andi Winata, putra taipan Tomy Winata. Dua pengusaha papan atas ini menjadi rekanan polisi dalam sejumlah pengadaan barang.

Posisi Citra Mandiri sebetulnya di atas angin. Selain punya pengalaman, perusahaan yang awalnya produsen tutup botol itu saat ini memiliki mesin pencetak pelat nomor di 700 kepolisian resor dan kepolisian daerah di seluruh Indonesia. Artinya, perusahaan ini nyaris tak terkalahkan.

Posisi strategis itulah yang kemudian hendak diganjal. Sumber Tempo mengatakan cara yang dipakai adalah membujuk pemilik Citra Mandiri, Budi Susanto, agar mau menjalin mitra. Tawaran itu tak gratis karena Budi diminta menurunkan penawaran harga pelat nomor kendaraan. "Selisih itu nanti yang dibagi-bagi sebagai 'margin' bersama," ujar sumber tadi. Permintaan ini berkali-kali ditolak Budi.

Penolakan itu berbuntut panjang. Budi dikabarkan ditakut-takuti akan dijerat kasus korupsi pengadaan material pelat nomor di Korps Lalu Lintas Polri pada 2011 yang sedang ditangani Badan Reserse Kriminal Polri. "Sempat terlontar bahwa seluruh mesin Citra Mandiri akan disita."

Kasus pengadaan material pelat nomor sejatinya disidik komisi antikorupsi bersamaan dengan dimulainya penyidikan perkara simulator kemudi, pertengahan Juli lalu. Namun belakangan markas polisi mengambil alih kasus dengan nilai Rp 728 miliar itu. Tapi, hingga sekarang, penanganan penyidikan jalan di tempat.

Robert membantah pernah bertemu dengan Pudji membahas proyek pelat nomor. "Saya tidak berencana masuk. Tidak juga ditawari proyek," katanya. Bantahan serupa datang dari Andi Winata. "Tidak benar. Banyak orang yang menggunakan nama saya untuk kepentingan tertentu," ujarnya.

Selain pengusaha Jakarta, dua pengusaha Jawa Timur didorong ikut tender pengadaan material pelat nomor. Menurut sumber tadi, seorang pemilik bengkel kerja pelat nomor di Jalan Kandang Sari, Surabaya, didorong Komisaris Besar Sambudi Gustian untuk masuk. Sambudi adalah pejabat pembuat komitmen yang juga Kepala Bidang Registrasi dan Identifikasi Korps Lalu Lintas. Meski memiliki mesin yang sudah uzur, "Pengusaha itu tetap diminta ikut," kata sumber Tempo.

Ketika dimintai konfirmasi, Sambudi membenarkan mengenal sang pemilik bengkel, tapi itu perkenalan 20 tahun silam. "Saya tidak pernah ketemu lagi, apalagi mengajak ikut tender," ujarnya.

Pemain besar yang juga disebut-sebut berminat mengincar proyek pelat nomor adalah Alim Markus, pemilik Maspion Group. Kelompok usaha di Surabaya ini adalah pemain lama pemasok aluminium bahan pelat nomor di Korps Lalu Lintas.

Sumber Tempo mengatakan Maspion—pemilik perusahaan aluminium PT Alumindo Light Metal Industry—ditarik petinggi Korps Lalu Lintas untuk menahan laju Citra Mandiri Metalindo Abadi. Namun Maspion tidak memiliki mesin yang tersebar di seluruh Indonesia.

Alim kemudian mengutus Direktur Senior Maspion Seto Yusuf bertemu dengan Budi Susanto. Dalam pertemuan itu, menurut sumber Tempo, Seto mengajukan penawaran membeli seluruh fasilitas mesin pencetak pelat nomor milik Citra Mandiri. "Budi langsung menolak, malah mereka sempat bersitegang," kata sumber itu.

Upaya Maspion menggeser posisi Citra Mandiri Metalindo sudah dilakukan sejak 2010. Seorang saksi kunci kasus simulator kemudi dalam keterangan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi pada 27 Juli 2012 menyebutkan pernah muncul usul dari Primer Koperasi Polisi agar Korps Lalu Lintas memilih Maspion menggantikan Citra Mandiri. Namun usul itu ditolak petinggi Korps.

Alim Markus membenarkan berminat ikut tender pengadaan material pelat nomor. Namun dia memastikan akan mengikuti proses tender sesuai dengan prosedur. "Kalau dipilih sebagai pemasok, akan kami penuhi. Ini demi negara," ujarnya.

Alim menolak menjawab soal ajakan petinggi Korps Lalu Lintas Polri untuk menggarap pelat nomor. "Tanyakan Seto saja," katanya. Dihubungi terpisah, Seto membenarkan pernah bertemu dengan Budi Susanto. Namun itu untuk urusan jual-beli aluminium. "Tidak benar saya berniat membeli mesin Citra Mandiri," ujarnya.

Budi Susanto menolak berkomentar tentang tekanan terhadap Citra Mandiri Metalindo. Dia bahkan mengaku sudah tidak ikut lagi mengurus perusahaan sejak Januari lalu. "Saya sudah melepas kepemilikan saham kepada PT Ingat Maju Bersama," katanya.

Inspektur Jenderal Pudji Hartanto menyangkal ada permainan dalam pelaksanaan tender di lembaga yang dia pimpin. Ia menegaskan sejak awal sudah memerintahkan semua proses pengadaan dilakukan sesuai dengan aturan. "Jangan dibilang Korps Lalu Lintas tidak belajar dari kejadian yang lalu," ujarnya. "Kami kapok, dan tidak mau itu terulang lagi."

Setri Yasra, Tri Artining Putri (Jakarta), Ayu Cipta (Tangerang), Edi Faisol (Semarang), Kukuh S. Wibowo (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus