Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PARA pengawal dan anggota Pasukan Pengamanan Presiden di sekitar Presiden Joko Widodo mulai terbiasa dengan kehadiran Surya Paloh. Ketua Umum Partai NasDem itu bisa datang setiap waktu ke Istana Kepresidenan. Ia biasanya datang dengan Chevrolet Escalade, lalu memarkir mobilnya itu di halaman Kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla, Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Surya akan masuk melalui pintu belakang Istana, menuju kantor Jokowi.
Surya bisa datang ke Istana pada pagi, siang, sore, bahkan malam hari. Kali lain, ia tiba-tiba-tiba terlihat di ruang VVIP Bandar Udara Halim Perdanakusuma, mengantar Presiden. Seperti ketika Jokowi bertolak ke Beijing, Cina, Sabtu tiga pekan lalu. Ajudan dan beberapa pengawal Presiden bergeser dan memberi tempat dengan gerakan hormat ketika Surya mendekat lalu berbicara serius dengan Jokowi.
Pada Rabu pekan lalu, Surya berjalan tergopoh menapaki tangga Istana Merdeka. "Kami berdiskusi soal efek kenaikan harga bahan bakar minyak," kata politikus dan pebisnis 63 tahun itu seusai pertemuan satu jam.
Topik bahan bakar, jika benar itu alasan Surya datang ke Istana, sudah dibahas pada malam sebelumnya. Jokowi mengundang para ketua umum partai anggota koalisi, yaitu Surya Paloh, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Hanura Wiranto, serta Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Sutiyoso.
Para ketua umum membawa sekretaris jenderal partai masing-masing pada pertemuan ketiga petinggi koalisi penyokong Jokowi ini. Diskusi di Wisma Negara pada Selasa malam pekan lalu itu, antara lain, membahas perkembangan di Senayan. Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari koalisi non-pemerintah menggalang hak interpelasi tentang kenaikan harga bahan bakar.
Seorang peserta pertemuan kepada Tempo menuturkan, malam itu Surya mengingatkan Presiden Jokowi agar segera mengisi posisi-posisi di pemerintahan yang masih kosong. Posisi yang dimaksud adalah Jaksa Agung, Kepala Badan Intelijen Negara, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Tiga jabatan itu belum diisi ketika Jokowi mengumumkan kabinetnya pada akhir bulan lalu.
Menurut politikus itu, sebagian peserta pertemuan tersenyum. Mereka menganggap pernyataan Surya "bersayap" karena para peserta rapat tahu NasDem sedang keras menyorongkan Prasetyo sebagai calon Jaksa Agung. Surya mengajukan nama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum 2005-2006 dan anggota Fraksi Partai NasDem Dewan Perwakilan Rakyat itu ketika menemui Jokowi di Istana pada akhir Oktober lalu.
Sekretaris Jenderal Partai NasDem Rio Patrice Capella menyebutkan partainya menyorongkan Prasetyo karena "memiliki kapasitas dan pengalaman di kejaksaan". Apalagi, kata dia, lingkungan Kejaksaan Agung juga ingin dipimpin Jaksa Agung dari kalangan internal. "Tapi itu sepenuhnya tergantung Jokowi," ujar Rio.
Sutiyoso membenarkan adanya pertemuan itu, tapi menolak menjelaskan materi pembahasannya. Surya pun mengakui hadir dan melontarkan perlunya pengisian jabatan kosong. Tapi ia menyangkal menyampaikannya untuk menagih Presiden Jokowi. Pada Rabu malam, setelah siangnya membahas "dampak kenaikan harga bahan bakar" di Istana, Jokowi dan Surya bertemu lagi. Kali ini, Jokowi menghadiri pesta 5 tahun Mata Najwa di studio Metro TV. Kepada Surya, Jokowi menyampaikan keputusannya memilih Prasetyo sebagai Jaksa Agung. "Saya bilang, insya Allah, kader NasDem berkualitas," kata Surya menceritakan dialognya dengan Jokowi.
PENUNJUKAN Prasetyo membuat wakil NasDem di pemerintah bertambah. Partai yang resmi didirikan dua tahun lalu itu sebelumnya menempatkan Tedjo Edhy Purdijatno di kursi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Siti Nurbaya sebagai Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, serta Ferry Mursyidan Baldan sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang.
Dalam format awal, menurut sejumlah orang dekat Jokowi, NasDem mulanya memperoleh dua kursi. Dua posisi itu diisi Siti Nurbaya sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara serta Ferry sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika. Surya kemudian meminta dua posisi itu diganti dengan Kementerian Kehutanan dan Kementerian Agraria. "Banyak yang menduga ini terkait dengan izin tambang dan eksplorasi perusahaan Surya," kata politikus itu.
Surya memang memiliki bisnis yang berkaitan dengan dua kementerian itu. Ia antara lain memiliki kawasan penambangan di Aceh dan perkebunan di Kalimantan Tengah. Kelompok bisnis Surya juga memiliki tanah di berbagai tempat, hasil pembelian aset Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Menurut sejumlah sumber, sebagian tanah ini masih dalam status sengketa.
Mantan politikus Golkar ini membantah memilih posisi dan menyodorkan nama-nama kepada Presiden Jokowi. "Saya paham konsekuensi koalisi tanpa syarat: jangan neko-neko. Saya tak mau dikira tidak konsisten," ujar Surya.
Toh, NasDem memperoleh "bonus" ketika Wiranto terpental dari pencalonan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Tedjo Edhy, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut yang bergabung ke partai itu, ditunjuk mengisi posisi ini. Pencalonannya juga didukung A.M. Hendropriyono, mantan Kepala BIN, yang juga bagian dari tim sukses Jokowi. "Yang saya tahu, Pak Jokowi dan Pak Surya mendukung," kata Tedjo tentang hal ini.
Seorang politikus Partai Kebangkitan Bangsa menuturkan, Surya ketat dan aktif mengawal proses pembentukan pemerintahan. Menurut dia, jatah NasDem bisa bertambah karena Kepala BKPM dan Kepala BIN belum terisi. Menurut sang politikus, Surya rajin menyambangi Jokowi tak hanya di Istana. Sedangkan hubungan ketua umum partai anggota koalisi, seperti Muhaimin, Wiranto, dan Sutiyoso, dengan Jokowi memiliki jarak. "Intensitasnya malah lebih tinggi daripada PDIP, yang memegang 'saham mayoritas' koalisi," ujar politikus itu.
Ditanyai soal posisinya yang sangat berkuasa di sekitar Jokowi, Surya Paloh menjawab, "Enggaklah. Saya bukan orang yang punya kuasa. Apa yang kami lakukan sebatas memberikan sesuatu untuk bangsa ini."
"DARAH" Surya Paloh sebenarnya berwarna kuning. Ia tumbuh besar sebagai politikus Partai Golkar. Ia mengikuti konvensi calon presiden dari partai itu pada 2004, yang kemudian dimenangi Wiranto. Persaingan ini juga diikuti Akbar Tandjung, Aburizal Bakrie, dan Prabowo Subianto. Wiranto, yang berpasangan dengan Salahuddin Wahid, gagal memperoleh suara cukup pada putaran pertama pemilihan presiden. Walhasil, Golkar bergabung ke kubu Megawati, yang kemudian kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla di putaran kedua.
Terluka dari dua kali kekalahan, Golkar di bawah Akbar memilih tetap bergabung dengan kubu oposisi pimpinan Megawati. Tapi tidak untuk Surya. Bersama Aburizal, ia bergabung ke Jusuf Kalla pada Musyawarah Nasional Golkar di Bali. Kongsi ini mengantarkan Kalla ke kursi ketua umum, sekaligus menarik partai beringin ke koalisi Yudhoyono. Sebagai balasan, dijanjikan posisi ketua umum buat Surya lima tahun berikutnya.
Tak ada kawan abadi, ternyata Aburizal dan Surya berpisah jalan. Keduanya berhadapan dalam musyawarah nasional di Pekanbaru, Riau. Surya, yang didukung Kalla, gagal mengalahkan Aburizal. Segera setelah itu, Surya mendirikan organisasi kemasyarakatan, Nasional Demokrat. Gampang diduga, organisasi ini segera berubah menjadi partai menjelang Pemilihan Umum 2014.
Giat membangun jaringan, ditopang pemberitaan dan pariwara di Metro TV miliknya, Surya sukses membawa partai barunya meraih 35 kursi Dewan. Dengan cepat, ia pun setuju bergabung dengan PDIP, berkoalisi "tanpa syarat" mendukung Jokowi-Kalla pada pemilihan presiden. Ketika partai-partai lain sibuk mengajukan calon masing-masing sebagai pendamping Jokowi, Surya telah meneken kontrak dengan PDIP dan Jokowi. Surya memang ada di dalam daftar calon wakil presiden. "Namun dia memilih menyokong Jusuf Kalla," kata Enggartiasto Lukito, mantan politikus Golkar yang juga bergabung ke NasDem.
Dalam percakapan dengan Tempo, Oktober lalu, Kalla menilai kekuatan Surya adalah "kemauan yang keras dan keuletan berjuang". Hal itu ditambah aset yang tak dimiliki politikus lain: stasiun televisi Metro TV. "Kekuatan lain adalah kemampuannya meyakinkan orang lain," ujar Kalla.
PARA politikus partai koalisi Jokowi merasa peran Surya Paloh sangat dominan di kubu ini. Surya bahkan memiliki jalur komunikasi yang sangat dekat dengan Megawati. "Surya diterima terbuka oleh Ibu Mega," kata politikus PDIP.
"Bayangan" Surya di sekitar Jokowi terlihat sejak Agustus lalu. Ketika Jokowi terbang ke Bali, bertemu dengan Presiden Yudhoyono di Nusa Dua, ia muncul tiba-tiba. Rencana awalnya, Jokowi memakai penerbangan komersial untuk bertemu sebagai presiden terpilih, memenuhi undangan Yudhoyono. Tiket yang sudah dibeli akhirnya dibatalkan karena Surya memberi tumpangan pesawat Embraer E190 miliknya. Surya mengatakan ketika itu kebetulan ada "urusan bisnis di Bali".
Surya ternyata ikut mendampingi Jokowi bertemu dengan Yudhoyono. Mereka berangkat satu mobil dari Hotel Intercontinental, Jimbaran, yang juga milik Surya. Kehadiran Surya mengantar Jokowi hingga pintu masuk ruang pertemuan, menurut sejumlah informasi, membuat Yudhoyono marah. Menteri Sekretaris Negara kabinet Yudhoyono, Sudi Silalahi, bahkan menanyakan alasan Jokowi datang bersama Surya.
Kepada Tempo yang menanyakan masalah ini, empat hari setelah pertemuan di Bali, Jokowi mengaku juga kaget oleh kehadiran Surya yang mengantarnya. Padahal, sejak berangkat, Jokowi mengaku sudah diwanti-wanti Sudi Silalahi bahwa pertemuan dengan Yudhoyono hanya empat mata. Jokowi mengatakan awalnya mengira Surya hanya mengantar sampai Bali. "Dari Jimbaran ke Nusa Dua seharusnya tak ikut," ujar Jokowi, yang ketika itu berterus terang "tak enak hati".
Agaknya, Surya memang punya agenda lain. Malam itu, setelah gagal meminta Yudhoyono menaikkan harga bahan bakar guna menekan subsidi, Jokowi berdiskusi dengan Surya di hotelnya. Salah satu yang dibahas adalah mencari alternatif sumber minyak lain. Saat itulah, menurut Rerie L. Moerdijat, Deputy Chairman Media Group dan tangan kanan Surya, bosnya menyodorkan nama Sam Pa, karibnya yang punya bisnis minyak di Angola. "Kami tidak mengira Pak Jokowi bersedia bertemu, meski saya sudah menyorongkan seluruh kliping berita seram tentang sepak terjang orang ini," kata Rerie.
Dalam pertemuan itu, Surya mengaku telah mengingatkan Jokowi bahwa bakal ada reaksi keras dari Barat jika bersedia menemui mitra bisnis Surya dari Cina itu. "Manusia ini tidak disukai Barat," ujar Surya tentang Sam Pa.
Tak butuh waktu lama, tiga hari kemudian, Surya membawa Sam Pa ke rumah dinas Gubernur DKI di Taman Suropati, tempat tinggal Jokowi. Seusai pertemuan tiga jam, yang menurut Enggartiasto disuguhi mi rebus, Sam Pa setuju masuk Indonesia. Sam Pa meyakinkan Michael Domingos Vicente, Wakil Presiden Angola dan Chief Executive Officer Sonangol EP, untuk datang ke Indonesia. Kontrak kerja sama Sonangol dan Pertamina diteken hanya sepekan setelah Jokowi dilantik, ketika ia menerima Vicente di Istana Kepresidenan.
SUKSES mengantarkan politikus NasDem ke posisi-posisi kunci dan menjembatani kepentingan bisnis koleganya, Surya belum berhenti. Menurut sejumlah politikus partai koalisi, ia menyodorkan orang-orangnya untuk pos Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Enggartiasto adalah nama yang disebut. Tapi ia menyangkal masuk bursa pencalonan. Enggartiasto mengatakan pengisi posisi itu sudah terpilih dan bukan dia. "Setahu saya tinggal diumumkan," katanya.
Politikus NasDem ini juga menyangkal kabar bahwa Surya berperan dominan di sekitar Jokowi. Menurut Enggartiasto, banyak orang tak paham dengan manuver Surya yang disebutnya sebagai "politikus gila". Ia mengklaim Surya selalu menolak "posisi dan materi". "Saya juga diteriaki sebagai Cina Yahudi jika tetap memikirkan proyek," ujar Enggartiasto.
Surya juga menolak jika disebut menguasai pemerintahan. Ia mengatakan tak pernah berkeras menyorongkan nama-nama. Semua politikus NasDem yang terpilih, menurut dia, ditentukan langsung oleh Presiden Jokowi yang menggunakan hak prerogatifnya. "Saya hanya diajak berdiskusi, siapa saja orang NasDem yang menonjol," kata Surya.
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan gaya Surya berkomunikasi membuatnya dinilai dominan. Dari petinggi partai koalisi, kata dia, hanya Surya yang berasal dari luar Jawa dan selalu berbicara penuh semangat. "Kami memahami gayanya yang blakblakan," ujarnya. Hasto menjamin anggota koalisi tetap kompak meski Surya dan NasDem memperoleh posisi-posisi penting.
Agustina Widiarsi, Riky Ferdianto, Ananda Teresia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo