Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Skenario Dua Yudhoyono

28 Juli 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, di kediamannya, Mega Kuningan, Jakarta,25 Juli 2018. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan pamit, Susilo Bambang Yudhoyono justru tak membuka hasil pertemuannya dengan sang tamu kepada pewarta yang menunggu di depan rumahnya di kawasan Kuningan, Jakarta Pusat. Tanpa ada yang bertanya, Yudhoyono langsung mengungkap alasan Partai Demokrat urung bergabung dengan koalisi partai pengusung Joko Widodo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Umum Partai Demokrat itu mengatakan hubungannya dengan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, belum pulih. “Masih ada jarak, masih ada hambatan,” katanya, Rabu pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Empat belas tahun bertelingkah, Yudhoyono mengaku bukan tak berusaha memperbaiki hubungan dengan Megawati. Menurut dia, Taufiq Kiemas (mendiang), suami Megawati, pernah berusaha mendamaikan perseteruan yang bermula dari rencana Yudhoyono maju sebagai calon presiden pada 2004 itu. Lewat Taufiq, Yudhoyono mencoba berkomunikasi dengan bekas atasannya di kabinet tersebut. “Hanya, Tuhan belum menakdirkan hubungan kami kembali normal,” ujar Yudhoyono.

Selama setahun terakhir, Yudhoyono mengklaim menjajaki kemungkinan Demokrat masuk koalisi partai pendukung pemerintah. Menurut Yudhoyono, Presiden Joko Widodo juga telah membuka pintu. “Pak Jokowi juga berharap Demokrat ada di dalam,” katanya.

Yudhoyono dan Jokowi menjajaki kemungkinan berkoalisi setelah keriuhan pemilihan Gubernur DKI Jakarta reda. Pertemuan pendahuluan terjadi pada musim kampanye setelah Yudhoyono mengatakan teleponnya disadap saat berbicara dengan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Ma’ruf Amin. Jokowi kemudian menjamu Yudhoyono di beranda Istana Merdeka.

Lima bulan kemudian, Yudhoyono kembali bertamu ke Istana. Kali itu, Jokowi dan Yudhoyono membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Awalnya Demokrat salah satu fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat yang ngotot menolak pengesahan aturan itu menjadi undang-udang. Setelah Yudhoyono bertemu dengan Jokowi, Demokrat berbalik arah dengan menyetujui pengesahan, meski dengan sejumlah catatan.

Jokowi pun sempat dua kali bertemu dengan putra Yudhoyono, Agus Harimurti, di Istana. Terakhir terjadi saat Agus mengantarkan undangan Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat pada Maret lalu.

Di luar pertemuan yang tersorot media, Jokowi bersua dengan Yudhoyono pada bulan puasa lalu di Istana Bogor. Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Muhammad Romahurmuziy mengungkap isi pembicaraan mereka. Sebagai ketua salah satu partai pengusung pemerintah, Romahurmuziy mengklaim sering diajak berdiskusi oleh Jokowi. Menurut Romahurmuziy, dalam pertemuan antara Jokowi dan Yudhoyono, disepakati bahwa Agus akan mendapat posisi menteri bila Demokrat bergabung dengan koalisi. “Tapi, bila hari-hari ini Pak SBY berubah pikiran, itu tidak diharamkan,” kata Romahurmuziy.

Petinggi salah satu partai koalisi pemerintah yang pernah diajak berdiskusi oleh Yudhoyono mengatakan kongsi Jokowi dengan Yudhoyono hampir saja terwujud. Kepada politikus ini, Yudhoyono bercerita sudah tiga kali diajak Jokowi bersalaman sebagai tanda bekerja sama. Yudhoyono hanya meminta jaminan agar Agus mendapat posisi strategis dalam pemerintahan. “Tapi Jokowi belum bisa menggaransi permintaan tersebut,” ujar sumber ini.

Pengganjalnya, PDI Perjuangan tak setuju Agus mendapat kursi strategis bila Demokrat bergabung. PDIP, yang menjadi poros koalisi Jokowi, disebutkan waswas bahwa popularitas dan elektabilitas Agus akan meroket bila ia menjabat menteri dalam periode kedua pemerintahan Jokowi. Ini modal penting untuk berlaga dalam pemilihan presiden 2024, setelah masa jabatan inkumben habis.

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebutkan kegagalan Demokrat berkoalisi dengan Jokowi itu karena kalkulasi politik Yudhoyono terlampau rumit. Hasto menuding Yudhoyono hanya mengutamakan masa depan Agus. “Sekiranya Pak SBY mendorong kepemimpinan Mas AHY secara alamiah terlebih dahulu, mungkin sejarah berbicara lain,” ujar Hasto.

Yudhoyono membantah pernah menawarkan Agus sebagai wakil Jokowi pada pemilihan presiden 2019. “Selama lima kali komunikasi intensif, tak ada membahas cawapres,” tuturnya. Tapi, kata Yudhoyono, Jokowi menawarkan posisi menteri untuk Agus. “Pak Jokowi memang menyampaikan kepada saya, kalau Demokrat di dalam, tentu ada posisi-posisi menteri sebagaimana dengan partai lain.”

Gagal merapat ke Jokowi, Demokrat sempat berupaya menggalang poros ketiga. Demokrat berencana menduetkan Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan Agus Harimurti sebagai calon presiden dan wakil presiden pada pemilu mendatang. Masalahnya, Kalla tak punya partai penyokong. Demokrat tak bisa mengusung calon presiden sendirian karena kekurangan kursi di parlemen.

Gagasan memasangkan Kalla dengan Agus bermula ketika Kalla bersama istrinya, Mufidah Miad Saad, bertamu ke rumah Yudhoyono pada bulan Syawal lalu. Di tengah pertemuan, Yudhoyono mengajak Kalla mengobrol berdua di ruang kerja. Yudhoyono mengisyaratkan bakal mendukung Kalla bila ia bersedia maju dalam pemilihan presiden. ”Saya katakan kepada beliau, ’Bapaklah yang punya partai. Saya tidak punya partai’,” ujar Kalla dalam wawancara khusus dengan Tempo pada awal Juli lalu.

Tak mendapat jawaban pasti dari Kalla, Yudhoyono mengutus Sjarifuddin Hasan alias Syarief Hasan bertamu ke rumah dinas Wakil Presiden di Menteng, Jakarta Pusat, beberapa hari kemudian. Menurut Syarief, dalam pertemuan itu, ia membeberkan sejumlah opsi menghadapi pemilihan presiden, antara lain membentuk poros baru.

Jika Kalla bersedia maju bersama Demokrat, partai akan lebih mudah menggalang koalisi. Sebab, kata Syarief, Kalla dinilai punya pengalaman di pemerintahan. Lagi-lagi, Kalla membiarkan pertemuan berakhir mengambang.

Mantan Ketua Umum Golkar itu baru memberikan jawaban lugas ketika Syarief menemuinya lagi. Kalla mengaku ingin beristirahat dan mengurus keluarga. “Kami tidak melanjutkan karena beliau sudah tak berkenan,” ujar Syarief.

Ditolak Kalla, Yudhoyono melobi Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Partai beringin memiliki 91 kursi di parlemen. Bila bergabung dengan Demokrat, yang menguasai 61 kursi, partai itu punya tiket untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.

Setelah bertemu dengan Yudhoyono, Airlangga malah menyatakan telah mantap mendukung Jokowi. Ia pun mencoba menarik Demokrat masuk koalisi. Jokowi sebenarnya sudah mendapat lebih dari cukup dukungan partai. Tapi, kata Airlangga, masih terbuka peluang bagi partai lain bergabung. “Lebih banyak lebih baik,” ujar Menteri Perindustrian itu.

Di tengah kebuntuan menggalang poros ketiga, Syarief dihubungi Adhyaksa Dault, Ketua Kwartir Nasional Pramuka, pada 1 Juli lalu. Adhyaksa sempat terdaftar sebagai calon legislator dari Partai Gerindra. Belakangan, ia mundur dengan alasan ingin berfokus mengurus Pramuka.

Lewat Adhyaksa, menurut Syarief, Prabowo menyampaikan pesan ingin meneroka peluang koalisi. Pesan diteruskan Syarief kepada Yudhoyono. “Saya diutus menemui Prabowo di rumahnya di Kertanegara,” kata Syarief.

Bekas Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah itu bertamu ke rumah Prabowo pada 5 Juli lalu. Ia datang sendirian. Adapun Prabowo ditemani Wakil Ketua Umum Gerindra Sugiono, Sekretaris Jenderal Ahmad Muzani, dan Adhyaksa Dault.

Adhyaksa menyanggah menjadi penyambung lidah Prabowo ke Demokrat. “Saya tahu diri bukan pengurus struktural partai, tapi kalau diperintahkan, ya, siap saja,” ujar bekas Menteri Pemuda dan Olahraga itu. Ia mengaku menemani Prabowo saat bertemu dengan Syarief. “Saya mendampingi karena saat itu tak ada unsur pimpinan partai.”

Dalam pertemuan itu, kata Syarief, Prabowo mengutarakan minat menggandeng Agus Harimurti sebagai calon wakilnya dalam pemilihan presiden. Menurut Syarief, Prabowo sudah menyampaikan kemungkinan menggandeng Agus di kalangan internal Gerindra dan tak dipersoalkan kadernya. Hasil percakapan selama sejam itu diteruskan Syarief kepada Yudhoyono.

Sinyal dari Prabowo cocok dengan jajak pendapat di lingkungan internal Demokrat. Survei itu meminta kader memilih arah koalisi, bergabung ke Jokowi atau Prabowo. Menurut seorang petinggi Demokrat, mayoritas kader di tingkat provinsi ingin partai merapat ke Prabowo. Cuma pengurus Demokrat Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur yang mengusulkan berkoalisi dengan Jokowi.

Elite ini juga mengatakan Demokrat memutuskan menggalang koalisi setelah mengkaji Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 235 ayat 5 menyebutkan, partai yang memenuhi syarat mengajukan calon presiden dan wakil presiden tapi memilih tak bersikap bakal dilarang ikut pemilu berikutnya. “Kami tak bisa lagi bersikap seperti pada pilpres 2014,” kata politikus ini.

Setelah pertemuan di rumah Prabowo, Demokrat dan Gerindra menyepakati pertemuan antara Prabowo dan Yudhoyono pada Rabu, 18 Juli. Sehari sebelum pertemuan, Yudhoyono tumbang dan harus dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.

Dari ranjang rumah sakit, Yudhoyono memerintahkan Ketua Dewan Kehormatan Amir Syamsuddin dan Syarief Hasan berkunjung lagi ke rumah Prabowo untuk mengatur ulang jadwal pertemuan. Demi meyakinkan Prabowo, Syarief membawa potret Yudhoyono sedang terbaring di rumah sakit.

Pertemuan Yudhoyono-Prabowo akhirnya terlaksana pada Selasa pekan lalu. Di akhir acara, Yudhoyono menegaskan bahwa posisi calon wakil presiden bukan harga mati yang dipatok Demokrat dalam berkoalisi dengan Gerindra.

Prabowo justru lebih blakblakan. Menurut Prabowo, tak tertutup kemungkinan Agus Harimurti menjadi wakilnya. “Seumpama nama AHY muncul, why not?”

Ketertarikan Prabowo menggandeng Agus kembali disampaikan dalam rapat pengurus Gerindra di rumahnya di Hambalang pada Rabu pekan lalu. Prabowo sempat memuji Agus, yang dinilainya “muda, cakap, sekaligus punya jiwa nasionalisme yang tinggi”. Ihwal lobi-lobi Demokrat, Prabowo meminta maaf karena tak sempat mengabari para kader lebih jauh. “Pak Prabowo menilai AHY punya segmen pemilih sendiri, yakni generasi milenial,” kata Ketua Gerindra Ahmad Riza Patria, yang hadir dalam rapat itu.

Tempo mengajukan permintaan wawancara kepada Agus Harimurti melalui The Yudhoyono Institute, lembaga yang dipimpin Agus. Chief Communication Officer The Yudhoyono Institute Ni Luh Putu Caosa Indryani mengatakan permintaan wawancara telah disampaikan kepada Agus. “Tapi wawancara belum bisa dilakukan dalam waktu dekat,” ujar Caosa. Permintaan serupa disampaikan lewat pejabat teras Demokrat. “Mas Agus baru mau berbicara setelah 10 Agustus,” kata pejabat itu.

Setelah bertemu dengan Prabowo, Yudhoyono merangkul calon kawan koalisi. Ia mengundang Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan ke rumahnya. Selama 50 menit, ia dan Zulkifli berbicara empat mata di ruang kerjanya. Setelah itu, Yudhoyono dan Zulkifli meriung di meja besar bersama pengurus kedua partai.

Menurut seorang petinggi PAN yang hadir dalam pertemuan itu, lalu lintas obrolan didominasi Yudhoyono. Para pengurus PAN lebih banyak menyimak. Yudhoyono mencetuskan sejumlah strategi kampanye Prabowo bila koalisi terbentuk.

Ihwal pertemuan ini, Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno mengatakan acara di rumah Yudhoyono adalah penjajakan awal. PAN, menurut Eddy, masih membuka komunikasi dengan partai-partai lain. “Keputusannya akan diambil dalam rapat pimpinan nasional pada awal Agustus,” ujarnya.

Meneruskan hasil pertemuan dengan Prabowo, Demokrat membentuk tim kecil yang bertugas mematangkan format koalisi. Walau lobi-lobi masih berjalan, Syarief mengatakan saat ini sebagian besar kader Demokrat menganggap duet Prabowo-Agus Harimurti pada pemilihan presiden 2019 sudah final.

Raymundus Rikang, Wayan Agus Purnomo, Budiarti Utami Putri

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai redaktur di Desk Nasional majalah Tempo. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus