Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH pesan WhatsApp masuk ke ponsel Taryono, awal Juli lalu. Pengirim pesan adalah Kepala Sudirektorat Penyelenggara Operasi Laut Badan Keamanan Laut (Bakamla) Kolonel Imam Hidayat. Isinya berupa tautan berita dari sebuah portal daerah. “Ini kapalnya sudah dilepas lagi,” kata Taryono, General Manager Operation and Maintenance PT Ketrosden Triasmitra, menunjukkan terusan pesan tersebut, dua pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kapal yang dimaksud Taryono adalah Tapan Ocean, kapal motor kayu berbobot 34 ton. Pada 29 Juni lalu, kapal itu berlayar menuju Senayang, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau. Izin berlayar kapal terbit setelah Direktorat Kepolisian Perairan Kepolisian Daerah Kepulauan Riau menyatakan kapal tidak tersangkut kasus pidana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanda-tanda Tapan Ocean lolos dari jerat pidana terlihat dalam rapat di Hotel Harmoni, Batam, akhir Juni lalu—sekitar satu pekan sebelum Taryono menerima pesan WhatsApp. Seperti tertulis dalam notula rapat yang diperoleh Tempo, perwakilan Direktorat Polair Polda Kepulauan Riau menyatakan kepolisian sulit menjerat nakhoda kapal dengan pasal pencurian. Tidak ada yang mengaku kehilangan kabel tembaga yang ditemukan di lambung Tapan Ocean. Telkomsel dan Indosat saat dihubungi penyidik pun demikian.
Tapan Ocean ditangkap pada 26 Mei lalu, berawal dari radar Triasmitra yang mendeteksi terputusnya kabel bawah laut Palapa Ring Barat yang melintang dari Batam hingga Tarempa di perairan Tanjung Berakit, Bintan. Triasmitra bersama Mora Telematika Indonesia (Moratelindo) adalah konsorsium penggarap proyek Palapa Ring Barat. Mereka meneruskan deteksi radar itu ke Bakamla. Bakamla, yang sudah bekerja sama dengan Triasmitra sejak 2017, menyisir titik koordinat yang dikirim. Tidak jauh dari titik terputusnya kabel bawah laut Palapa Ring Barat itulah Bakamla menemukan Tapan Ocean dengan muatan sarat kabel tembaga.
Kapal digiring ke darat. Muatan 12 ton kabel laut berbahan campuran besi dan tembaga diturunkan. Tujuh awal kapal dibawa. Setiba di darat, tugas Bakamla selesai. Pada 30 Mei, Bakamla menyerahkan kapal dan semua awaknya ke Direktorat Polair Polda Kepulauan Riau. Sebulan kemudian, kapal itu melenggang ke samudra lagi.
Kembali berlayarnya Tapan Ocean pada 29 Juni lalu membuat Direktur Utama Moratelindo Galumbang Menak geram. Sejak pencurian kabel bawah laut marak pada 2013, Galumbang bolak-balik melaporkan terputusnya kabel bawah laut milik Moratelindo. “Sindikat pencurinya tidak pernah ditelusuri,” ucapnya di kantornya, Jakarta, Selasa tiga pekan lalu. Sejak 2013, pencurian kabel meningkat berlipat-lipat. Tak jarang kabel terputus karena tersangkut sauh kapal yang dilempar sembarangan.
***
SISTEM komunikasi kabel laut (SKKL) kini menjadi tulang punggung sistem komunikasi Indonesia. Apalagi Indonesia hanya memiliki jalur gateway ke jaringan global melalui kabel Batam-Singapura dan Manado-Amerika Serikat. Sebagian kabel bawah laut tidak terlindungi. Bila tidak ada kabel alternatif, munculnya gangguan bisa membuat komunikasi di suatu wilayah terancam putus. Adapun sistem satelit hanya mampu melayani 5 persen trafik komunikasi saat ini.
Signifikansi kabel bawah laut terbukti di Papua pada awal April lalu, ketika kabel bawah laut milik Telkom putus, yang diduga efek dari gempa di perairan Sarmi-Biak. Gangguan itu membuat layanan komunikasi berupa Internet, suara, dan pesan pendek (SMS) di Papua bermasalah.
Kabel bawah laut di sekitar perairan Batam dan Bintan saban hari diintai pencuri. Di perairan ini, kabel lama yang sudah tak terpakai—yang menjadi buruan pencuri karena kandungan tembaganya—dan fiber optic yang baru ditanam berada di area berdekatan. “Saat pencuri mengambil kabel lama, potensi terputusnya kabel yang masih beroperasi besar sekali,” kata Galumbang Menak.
Di perairan itulah kabel Batam-Singapura berada. Per Agustus 2017, trafik di jaringan ini mencapai 6 terabita per detik. Kementerian Komunikasi dan Informatika menaksir, bila kabel ini terganggu, potensi hilangnya pendapatan operator mencapai Rp 8,6 triliun per bulan. Angka itu belum termasuk kerugian bisnis dan informasi turunannya. “Perbaikan setiap kabel yang putus bisa sampai dua minggu lebih,” tutur Galumbang.
Senewen atas pencurian yang terus terjadi dan turut memutus kabel yang masih beroperasi, Asosiasi Sistem Komunikasi Kabel Laut Seluruh Indonesia sejak pertengahan tahun lalu gencar mendatangi sejumlah kementerian, termasuk Kementerian Koordinator Kemaritiman. Mereka meminta keamanan kabel laut diperhatikan.
Sejumlah rapat digelar lintas kementerian. Salah satunya rapat besar yang dipimpin Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, awal tahun ini. “Saya sempat ikut rapat, tapi setelah itu berlanjut ke rapat-rapat teknis,” ujar Menteri Komunikasi Rudiantara di ruang kerjanya, Kamis pekan lalu. Di tengah upaya pemerintah dan operator kabel laut merumuskan pengamanan kabel sebagai obyek vital nasional itulah KM Tapan Ocean kedapatan menggondol 12 ton kabel yang terbuat dari besi dan tembaga, akhir Mei lalu.
Tertangkapnya Tapan Ocean menyeret nama Karsono, pengusaha besi tua asal Lampung yang berdomisili di Bangka Barat, Bangka Belitung. Pada 1 Desember 2016, Tapan Ocean ditengarai mengangkut kabel bawah laut. Kabel-kabel itu ditemukan bertumpuk di tepi Sungai Buton, Bangka Barat. Karsono diduga sebagai pemilik kapal dan kabel.
Sedikitnya 10 kasus dugaan pencurian kabel bawah laut menyeret nama Karsono di Kepolisian Daerah Bangka Belitung. Pada 2013, misalnya, kepolisian mengusut KM Mandiri 10 yang ditangkap di perairan Kubu, Bangka Selatan; dan KM Reva yang diringkus di perairan Teluk Dalam, Kabupaten Belitung. Kepolisian menyita 25 ton kabel bawah laut dari dua kapal tersebut. "Ada juga limpahan kasus untuk KM Mandiri 9 dan KM Falcon 1. Keduanya ditangkap di perairan Batu Beriga, Bangka Tengah," kata Kepala Subdirektorat Penegakan Hukum Ditpolair Polda Bangka Belitung Ajun Komisaris Besar Irwan Nasution, Kamis dua pekan lalu.
Dalam empat kasus itu, kepolisian hanya menjerat kapten dan awak kapal. Karsono berstatus saksi tanpa pernah datang dalam pemeriksaan. Kepolisian menjerat kapten dan awak kapal dengan Pasal 323 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran karena mereka berlayar tanpa surat persetujuan berlayar. Menurut Irwan, kepolisian tidak menggunakan pasal pencurian karena tidak ada satu pihak pun yang mengaku sebagai pemilik kabel. “Kami sudah minta konfirmasi ke Telkomsel, XL, Indosat, sampai PLN. Semua bilang bukan milik mereka,” ujarnya.
Kabel bawah laut yang disita dari kapal-kapal yang diduga milik Karsono adalah kabel lama. Menurut Menteri Komunikasi Rudiantara, kabel-kabel itu memang jadi incaran karena mengandung tembaga. Operator sudah tidak menggunakan kabel jenis itu sejak 2013. Semuanya beralih ke fiber optic, yang lebih murah. “Kabel lama antarpulau itu punya Telkom. Kalau internasional, itu punya Australia, Malaysia, dan Indosat,” ucapnya.
Menurut Taryono, operator enggan mengakui kepemilikan kabel lama karena khawatir harus mengambil kabel itu dari dasar laut. Biaya mengambil kabel mahal. Tapi, menurut Rudiantara, sebetulnya tidak ada kewajiban mengangkat kabel lama. “Logikanya, enggak ada. Bagaimana kalau kabel bekas di Laut Pasifik? Kalau diangkat, kan, repot,” tuturnya.
Dalam kasus Tapan Ocean pada 25 Mei lalu, Pusat Hidrografi dan Oseanografi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut menyatakan terdapat beberapa kabel laut yang melintang di dekat titik koordinat kapal saat penangkapan, yaitu SKKL Asia America Gateway, Indosat-BU1-BU2-_Batam_Pontianak, dan SEA-ME-WE 2 APC. Di dekat area itulah kabel Palapa Ring Barat (PRB) yang baru diresmikan pada Maret lalu terpotong. Salah satu ujung kabel PRB yang terpotong telah ditandai dengan pelampung. Selain kabel PRB, kabel PT NAP Info Lintas Utama (Matrix) turut terpotong.
Irwan Nasution mengatakan, sebelum berlayar, Karsono dan anak buahnya mendapatkan titik koordinat kabel bawah laut dengan membeli informasi, termasuk dari nelayan setempat. Dengan bantuan peralatan seadanya, mereka menyelam lalu memotong kabel incaran. Ujung kabel kemudian dibawa naik ke kapal. Kabel selanjutnya ditarik dan dipotong-potong sepanjang 4 meter lantas diangkut ke lambung kapal. “Titik kabel terakhir yang mereka tinggalkan diberi pelampung sebagai tanda,” kata Irwan.
Menurut Irwan, sepak terjang kelompok Karsono di wilayah Bangka Belitung sudah berkurang sejak 2017. Tapi, menurut pengakuan anak buah Karsono, Irwan menambahkan, operasinya melebar ke perairan Jakarta, Belitung, Bangka, sampai Kepulauan Riau. “Kalau dia balik lagi main di Bangka Belitung, pasti kami tangkap,” ujarnya.
Kepala Desa Puput, Bangka Barat, Thomas, mengatakan Karsono kini jarang di rumah. “Paling cuma pulang sebentar,” katanya, Selasa pekan lalu. Thomas dulu mengenal Karsono sebagai pengumpul besi tua. “Kalau bisnis dia di desa ini, sudah tidak ada lagi. Tinggal rumahnya.”
***
KARSONO ditunggu kepulangannya ke Bangka Barat untuk diciduk polisi. Kapal Karsono juga jadi incaran Bakamla. Tapi Karsono tidak keder. Dia bahkan balik menantang. “Saya akan tuntut yang menuduh saya mencuri. Coba tunjuk siapa yang dirugikan. Pemerintah? Perusahaan?” ujar Karsono saat dihubungi, Selasa pekan lalu. “Saya sudah sepuluh kali ditangkap, tapi tidak pernah dihukum karena tidak ada bukti.”
Karsono mengatakan negara semestinya berterima kasih kepada dirinya. Ia mengklaim telah membantu pemerintah membersihkan limbah laut. “Sampai mati pun saya akan kerjakan ini,” katanya. Ia membeli kabel-kabel itu seharga Rp 3.000 per meter, lalu dia jual ke sebuah pabrik di Jakarta.
Masalahnya, pengambilan kabel bekas itu ditengarai membuat kabel yang masih beroperasi terpotong. “Pemilik kabel yang masih beroperasi bisa menuntut,” kata Rudiantara. Pemotongan kabel aktif tersebut melanggar Pasal 38 Undang-Undang Telekomunikasi dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.
Karsono menampik tudingan bahwa operasinya turut memotong kabel yang masih dipakai. “Saya bukan orang gila yang mengambil kabel aktif. Sudah sepuluh tahun saya kerjakan ini!”
KHAIRUL ANAM, PUTRI ADITYOWATI, SERVIO MARANDA (BANGKA)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo