Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Restrukturisasi organisasi Tentara Nasional Indonesia bakal berjalan secara bertahap. Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI, Mayor Jenderal Sisriadi, mengatakan pembentukan tiga komando wilayah pertahanan (kowilhan), komando teritori yang membawahkan beberapa komando daerah militer, sudah mulai berjalan. "Komandannya sudah ada, tapi personelnya memang belum ada, dan akan dibangun dari bawah secara perlahan," kata Sisriadi saat berkunjung ke kantor Tempo pada Selasa lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan penambahan pos jabatan dapat mengurai permasalahan menumpuknya perwira tinggi dan menengah yang non-job di lingkup internal TNI. Menurut Sisriadi, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi TNI, presiden mengatur adanya organisasi baru tanpa mengubah jumlah orang yang menjabat. Misalnya, dengan membuat komando wilayah pertahanan baru dengan kenaikan pangkat di sejumlah struktur, seperti komandan resor militer dijabat jenderal bintang satu. "Tapi waktu itu enggak ada anggaran," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah pun telah menjamin pembiayaan restrukturisasi organisasi yang merupakan program prioritas 100 hari Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Menurut Sisriadi, proses restrukturisasi akan menyerap sekitar 60 perwira tinggi dan 200 perwira menengah. "Jabatannya sudah ada tapi orangnya belum ada. Ini akan disusun lagi," kata dia.
Restrukturisasi tidak hanya menyasar perubahan struktur organisasi hingga tingkat wilayah, tapi juga merambah upaya untuk merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang TNI. Sisriadi menjelaskan, sejumlah pasal masuk dalam daftar revisi, seperti pasal 7 yang mengatur operasi militer selain perang dan pasal 47 tentang penempatan prajurit aktif di jabatan sipil. "Kami selalu melanggar undang-undang ketika beroperasi. Ketika gempa, kami turun, kami melanggar undang-undang karena belum ada keputusan politik," kata dia.
Sisriadi tak ambil pusing lembaganya dituduh berupaya mengembalikan dwifungsi TNI seperti pada masa Orde Baru. Menurut dia, revisi pasal tersebut untuk memberikan payung hukum bagi prajurit yang ditugaskan ke kementerian dan lembaga. "Kalau sudah normal, ketersediaan perwira tidak berlebihan, kami ingin membatasi siapa yang ditugaskan ke kementerian," kata dia.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menepis anggapan bakal kembalinya dwifungsi TNI tersebut. Menurut dia, rencana perluasan jabatan sipil untuk TNI menjadi kewenangan kementerian dan lembaga. "Tidak ada dwifungsi TNI lagi. Kan, sudah selesai. Hak yang punya kementerian mau diterima atau tidak, tidak ada yang dipaksa-paksa," ujar mantan Kepala Staf Angkatan Darat itu.
Sebanyak 39 lembaga masyarakat dan 39 tokoh masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Menolak Restrukturisasi di TNI menyatakan sikap mereka di Jakarta pada Jumat pekan lalu. Sejumlah lembaga dan tokoh masyarakat hadir, antara lain Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid, Direktur Imparsial Al Araf, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawaty, dan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Mochtar Pabottingi.
Direktur Imparsial Al Araf mengatakan peningkatan status jabatan dan pangkat bintang satu di beberapa daerah teritorial di tingkat komandan resor militer (korem) tidak tepat. Menurut dia, rencana restrukturisasi tersebut tidak sejalan dengan semangat reformasi TNI yang mengisyaratkan perlunya merestrukturisasi komando teritorial.
"Ini menjadi peluang bagi kepentingan politik praktis," ujar Al Araf. Ia berkukuh rencana penempatan militer aktif pada jabatan sipil berpotensi mengembalikan doktrin dwifungsi TNI yang mengganggu sistem pemerintahan yang demokratis. INDRI MAULIDAR | SYAFIUL HADI | ARKHELAUS WISNU
Jabatan Sipil Untuk Tentara
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo